Precedence: bulk


I.N. Emirov:

                              II

                     LAZO DAN KAWAN-KAWAN
                (terjemahan Dini S. Setyowati)

TUGAS  Lazo  di  Krasnoyarsk berjalan  lancar.  Sesuai  dengan
rencana. Pada setiap kali dilakukan inspeksi barisan, Batalyon
Lazo  selalu  tampak paling rapi dan paling  menguasai  teknik
baris   berbaris.  Bahkan  Inspektur  barisan,  dalam   banyak
kesempatan,  selalu  menyebut batalyon  Lazo  sebagai  contoh.
Komandan-komandan  batalyon lain sering  bertanya-tanya,  dari
mana Lazo berhasil merekrut prajurit-prajurit yang berdisiplin
dan demikian tangkas itu.
      "Ah,  mereka  prajurit biasa juga."  Jawab  Lazo  sambil
bergurau.  "Sangat biasa. Persis seperti juga batalyon  kalian
juga. Tapi kuncinya barangkali begini! Saya tidak pernah  main
tangan  terhadap  anak buah. Karena mereka  semuanya,  masing-
masing saya hargai harkat kemanusiaannya. Karena itulah mereka
semua  lalu memperhatikan kata-kata saya, dan selalu  berusaha
menjalankan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya."

      Lazo  memang dicintai oleh semua anak buah. Karena sikap
kemanusiaannya,  dan  karena  respeknya  yang   ditunjukkannya
kepada  mereka. Oleh karena itu, maka sebaliknya,  mereka  pun
dengan  senang  hati selalu siap melaksanakan setiap  perintah
dan permintaan komandan mereka.
      Dua kali seminggu Lazo harus menghadiri kursus penataran
untuk  para  perwira.  Di  sini para komandan  batalyon  harus
membantu  meningkatkan pengetahuan perwira-perwira yang  lebih
muda.  Bukan hanya dalam hal pengetahuan umum, tapi juga harus
mengenalkan  perkembangan baru dalam teknik-teknik  berperang.
Tetapi  para perwira senior itu sendiri pun, sebenarnya  tidak
tahu  dengan  cara  apa  taktik-taktik perang  di  medan  bisa
diperkaya.   Oleh  karena  itu  pada  akhirnya   kursus-kursus
penataran  itu  sekedar merupakan formalitas ketentaraan  yang
kosong. Yang biasanya terjadi lalu hanya mendengarkan laporan-
laporan   para   perwira   senior  tentang   tindakan-tindakan
indisipliner para perwira muda saja. Dan biasanya pula laporan-
laporan  demikian selalu diakhiri dengan tuntutan atasan  yang
monoton:  Harus  selalu waspada, jangan sampai  virus  politik
berjangkit di tangsi!

      Apa  yang  tidak  didapat dari penataran,  Lazo  mencoba
mencarinya  dengan caranya sendiri. Yaitu dengan jalan  banyak
membaca. Bukan hanya soal-soal kemasyarakatan dan kemiliteran,
ia  juga  sangat  asyik dengan fisika, konstruksi  mesin,  dan
matematika  tinggi. Pada awal bulan Februari 1917  ia  menulis
surat  pada Ibunya, antara lain: "Saya sedang menunggu seorang
bintara  yang akan segera datang. Dia akan membawa untuk  saya
sebuah rancangan konstruksi mesin baru. Rencanaku sudah benar-
benar  matang  untuk menyibuki diri dengan membuat  rancangan-
rancangan konstruksi ..."
      Tapi  selain  itu Lazo juga sangat tertarik  pada  karya
sastra  yang bersifat historis dan berhaluan sosialis.  Ketika
meninggalkan Moskow dan berangkat menuju Siberia,  ia  membawa
satu  kopor penuh dengan buku-buku seperti "Das Kapital"  Karl
Marx,  dan  sebuah buku sejarah Rusia karangan N. Kruschevsky.
Kemudian sesudah di Krasnoyarsk ia minta dikirim dari Moldavia
buku-buku,  misalnya  tentang dasar-dasar  koperasi  sosialis,
pengantar  untuk  pengetahuan tentang hak  dan  moral,  sastra
Rusia abad ke-20, dan lain-lain semacamnya.
     Semua buku-buku itu dipelajarinya dengan teliti dan penuh
perhatian.  Ini  ternyata dari buku-buku tulisnya  yang  penuh
dengan  catatan-catatan tentang apa-apa yang  telah  dibacanya
itu. Terkadang tampak sampai jauh malam, Lazo duduk membaca di
kamar dengan diterangi nyala lampu minyak.
      Pada  suatu  ketika  salah  seorang  sahabatnya,  Kapten
Mazurin, mampir ke rumah. Dilihatnya sebuah buku tebal terbuka
di  depan Lazo. Dibacanya judul buku itu dengan suara  bernada
terheran-heran.
      "Das Kapital?!" Katanya. "He-he, kamu juga tertarik pada
Marxisme?  Apa  tidak  terlalu berat bobot  buku  ini?"  Tanya
Mazurin penasaran.
      "Ya, begitulah. Tidak apa. Memang saya pernah tertarik."
Kata  Lazo.  "Tapi  sekarang  saya  merasa  perlu  menyegarkan
kembali ingatan ..."
     Sesudah diam sejurus, ia teruskan berkata:
      "Tapi  kalau dipikir buku ini memang mengandung  gagasan
yang mendalam. Sebelum buku ini saya sudah banyak membaca buku-
buku tentang teori-teori sosial. Begitu selesai membaca, tutup
...  habis! Yang tertinggal di kepala tidak ada apa-apa selain
bla-bla-bla  saja!  Tidak ada yang menjadi  terang.  Sedangkan
buku Marx ini, wah! Baik tatanan burjuis maupun bermacam-macam
teori  para  filosof  dan  sosialis yang  menulis  sebelumnya,
disangkalnya semuanya itu dengan "logika besi". Dan tentu saja
dengan  kekuatan  bukti-bukti yang  tidak  terbantah,  tentang
pergantian   sistem   kapitalis   ke   sosialis   yang   tidak
terelakkan."
      Berkata demikian Lazo sambil menutup buku Marx. Kemudian
dengan rasa sayang diusapnya perlahan kulit buku yang berwarna
gelap itu.
      "Sayang  buku  ini  dicetak dalam  jumlah  yang  terlalu
sedikit. Saya mendapatnya di Moskow. Hanya jilid pertama  saja
yang dalam bahasa Rusia. Jilid berikutnya dalam bahasa Jerman.
Lalu bagaimana kalau orang tidak mengerti bahasa Jerman?"
     Mazurin mendengarkan dengan penuh perhatian.
      "Kamu  pikir masyarakat sekarang sudah mulai  berkembang
menurut hukum-hukum yang telah diuraikan oleh Marx ...?"
       "Jelas  dong!"  Lazo  memotong.  "Coba  lihat!   Proses
berkembangnya  pemiskinan nasional di  kalangan  massa  rakyat
pekerja  sekarang  ini makin menyolok. Demikian  juga  semakin
menyolok lapisan burjuis yang sekarang menjadi semakin kaya."
     "Ya, memang benar." Kata Mazurin.
      Sebenarnya  dalam  hati Mazurin  merasa  senang.  Karena
ternyata  pikiran Lazo cocok dengan pendapatnya  sendiri  yang
sudah lama ia pikirkan.
     "Situasi buruh dan tani di seluruh Eropa, dan terutama di
Rusia,  sudah  mencapai garis kemiskinan yang  paling  rendah.
Saya  pikir  dengan  perkembangan yang seperti  ini,  pecahnya
ledakan politik tidak akan mungkin dihindari oleh rezim."
      "Akan  menuju  ke revolusi." Kata Lazo mantap.  Semantap
langkah-langkahnya,  sementara ia  berjalan  mondar-mandir  di
ruangan itu.
      "Kadang-kadang kalau saya dengan mata terpejam mengikuti
pikiran  sendiri,  terbayang pada saya suatu pemandangan  yang
saya   rindukan.  Legiun-legiun  yang  bangkit.   Dan   rakyat
melangkah maju seperti arus yang tak tertahan, menyapu  bersih
semua  villa-villa  orang-orang kaya, orang-orang  kaya  baru,
gedung-gedung bank dan bursa kaum spekulan ..."
     Mata Lazo bersinar-sinar menantang.
      "Betapa segar rasanya mendengar langkah arus rakyat itu,
karena  bersamanya terbawa angin segar ... Bukan! Bukan angin,
tapi prahara! Prahara segar."

      Malam-malam  selanjutnya liwat di halaman-halaman  buku,
helai demi helai, dan dalam kehangatan diskusi-diskusi bersama
sahabat-sahabatnya. Pada siang hari tentu saja  harus  kembali
bekerja di tangsi. Tapi di tangsi pun, di tengah suasana hidup
yang  suram  kelabu  dan  berjalan  seperti  telah  ditetapkan
judual,  Lazo tidak lagi merasa seorang diri. Ia sudah menjadi
terbiasa  dengan  anak  buahnya. Ia sudah  menjadi  akrab  dan
mencintai  mereka. Sebaliknya mereka pun selalu menyambut  dan
merasa hangat bersamanya.
     Pada suatu ketika Lazo mencatat di buku hariannya:
      "Kalau aku perintahkan mereka itu menyerang tahta  Tsar,
tak   ada   satu   orang   pun  yang  tidak   akan   mengikuti
perintahku!"*** (bersambung)

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke