Precedence: bulk


PERCIKAN BUDAYA 106/III/1999
[EMAIL PROTECTED]

yang aeng-aeng diracik oleh Dul Gemet

          AFFANDI, LEKRA dan LEPRA

    Siapa tak kenal nama Affandi, pelukis kondang yang sejak tahun
limapuluhan mangkal di pinggir kali Gajahwong -- Yogya itu. Pelukis
kelahiran Cirebon 1907 yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar itu,
idolanya pun aeng. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola,
biasanya milih yang bagus, ngganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna,
Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna. Tapi Affandi memilih Sokasrana yang
wajahnya jelek. Ini katanya seperti dirinya yang diakui wajahnya tidak
tampan. Jadi Affandi termasuk orang yang berani mengakui kenyataan seperti
adanya. Dia betul-betul jujur, realis sampai ke bonggol-bonggolnya, termasuk
pada dirinya sendiri. 

   Saya lalu ingat kelakar Gus Dur yang mengatakan dirinya juga berpotongan
jelek, buktinya katanya Ibu Sinta Nuriyah mau kawin dengan Gus Dur
setelah melewati delapan tahun. Orang-orang semacam ini jumlahnya tidak
banyak, terutama setelah dilanda 'budaya' Orde Baru. Yang lain biasanya
sangat suka
'merekayasa diri' agar jadi bagus, cantik, indah, kadang-kadang sampai
berubah menjadi gambar.

***

     Ketika Republik ini diproklamasikan 1945, para pelukispun ambil bagian.
Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau
mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno 'Lahirnya Panca
Sila', 1 Juni 1945. Affandi dapat tugas bikin poster. Poster itu idenya
dari Bung Karno, gambar orang yang dirantai tapi rantai itu sudah putus.
Yang dijadikan model pelukis Dullah. Lalu kata-kata apa yang harus ditulis
di poster itu? Kebetulan muncul penyair Chairil Anwar. Soedjojono menanyakan
kepada Chairil, maka dengan enteng Chairil ngomong: "BUNG, AYO BUNG!"

     Dan selesailah poster bersejarah itu. Sekelompok pelukis siang malam
memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Dari mana kah Chairil memungut
kata-kata itu?  Ternyata kata-kata itu, biasa diucapkan oleh pelacur-pelacur
di Jakarta yang menawarkan dagangannya pada jaman itu. Jangan dikira mereka
tak punya sumbangan dalam perjuangan!

***

Sepulang dari India, Eropa, pada tahun limapuluhan, Affandi dicalonkan oleh
PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante.
Dan terpilih lah dia, seperti Frof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb untuk
mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut
Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam,
kadang- kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia
masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana,
teman dekat Affandi
juga sejak sebelum revolusi.

Lalu apa topik yang diangkat Affandi? "Kita bicara tentang Perikemanusiaan,
lalu bagaimana tentang Perikebinatangan?" demikianlah dia memulai orasinya.
Tentu saja yang mendengar semua tertawa ger-geran. Affandi bukan orang
humanis biasa. Pelukis yang suka pakai sarung, juga ketika dipanggil ke
istana semasa Suharto masih berkuasa dulu, intuisinya sangat tajam. Meskipun
hidup di jaman teknologi yang sering diidentikkan jaman modern itu, dia
masih sangat dekat dengan fauna, flora dan alam semesta ini. Ketika Affandi
mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup masih sangat rendah.

***

Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rejim Suharto. Dia
bagian seni rupa (Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung dsb.

Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS yang sedang mengagresi
Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut
sebagai'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini.
Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta.
Dan Affandi pun, pameran di sana.

Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa
Pak Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu.
Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan
Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman
itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.

***

Desember 1999
Dul Gemet

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke