Precedence: bulk


JJ.KUSNI:

TENTANG PEMBERONTAKAN ORANG TANPA KOLOR


membaca cuaca memandang angkasa menebak arah angin
mencoba mengukur sergapan musim menjelang jangkar ditarik
meninggalkan pangkalan sejenak berlabuh kembali melaut jauh
mentari memang sedang bercahya tapi laut dan langit sungguh
hamparan rahasia tak luput segala dadakan patut rinci ditilik

telah kupilih hidup kupilih jadi pinisi pencari
sejak perempuan kekasih mengenalkan dunia kepada diri
kupilih lahir dengan mata terbuka dan kupilih sudah kehidupan
kupilih untuk saling mencibir dengan maut tanpa keangkuhan
walau memang kulihat sekilas kelam di langit tapi layar mulai kukibari

kukira hari-hari dijelang mungkin masih menurunkan prahara
mengharuskan langit tanahair mengucurkan hujan amis darah
petinggi-petinggi dahulu bangga pada pangkat tanda-tanda kebesaran di dada
kini compang-camping sudah terkadang selembar kolorpun punah
dan mereka terpaksa di bawah terik kota mengelana dengan jiwa sempoyongan

petinggi-petinggi itu hari ini kian menjadi orang tanpa kolor
mereka mulai mencerca langit mulai kalap bergembar-gembor
nah, kuasakah mereka memaksa tuhan dan para dewa menyerah
lalu turut memberontak merebut kekuasaan negeri mengucurkan hujan darah
atas nama harga diri orang-orang tanpa kolor menggelandang di jalan kalah

aku memang berhitung benar sebelum ke kampung kembali berangkat
sebab kekalapan orang-orang tanpa kolor itu menjadikan pedang cipoa         
                                                                            
                        berhitung
dan kekalapan selalu mengambil jalan pintas ke tujuan lebih cepat
bayangkan jika orang-orang kalap memberontak, o, pasti gila-gilaan
aku bayangkan kampung banjir darah dan penduduk bangkit menjadi pemenang!

membaca cuaca memandang angkasa menebak arah angin
kukira hari-hari dijelang masih mungkin menurunkan prahara
langit tanahair mengucurkan hujan amis darah
mimpi-mimpi menahun salah-salah kembali menjadi sampah
ketika orang-orang tanpa kolor memberontak, penduduk akankah, kau    
                                                                            
                       menyerah?!

berhitung kita berhitung dengan pedang cipoa tunggal
jika orang tanpa kolor memberontak memaksa langit menurunkan hujan darah
mimpi-mimpi patut diselamatkan, keterpurukan patut dienyah
hidup kembali kau saksikan tetap pertarungan di tiap langkah
satu menang dan satu harus kalah!


Perjalanan, Desember 1999

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke