Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 02/III/22 - 30 Januari 2000 ------------------------------ INTEL MELAYU SALAH MELULU (PERISTIWA): Kerusuhan merebak, tapi intelejen selalu terlambat. Perpecahan di militer jadi salah satu sebab. Sejumlah pengamat politik dongkol bukan main. Betapa tidak? Kerusuhan terpicu dari satu kota ke kota lain, namun selalu gagal diantisipasi lebih awal. Belum lagi tuntas masalah Ambon, Mataram sudah terbakar. Belum jelas siapa dalang di Mataram, Medan dan Makassar nyaris gempar. Apa kerjanya para intelejen kita? Kritik pedas dikemukakan pengamat politik CSIS, J. Kristiadi. "Intelijen yang kita punyai saat ini tidak mampu menunjukkan fakta," ujar Kristiadi dikutip Detikcom. Menurutnya, selama ini aparat intelejen TNI terlanjur salah kaprah. Mereka cenderung berperan sebagai intelejen perang ketimbang intelejen penegak hukum. Yang ia maksud dengan intelejen penegak hukum adalah intelejen yang mampu mendeteksi potensi terjadinya kerusuhan dan bisa langsung bertindak dengan bantuan aparat hukum bila terjadi sesuatu. Pola kerja intelejen penegak hukum, barangkali memang tak sepenuhnya dipahami intelejen kita. Pasalnya, selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, mereka terbiasa dengan modus operandi "perang" melawan sipil. Dulu, dengan dasar Keppres keluaran mantan presiden Soeharto yang menjadikan Kopkamtib sebagai lembaga yang ditakuti, intelejen bisa berbuat semaunya. Fenomena ini berlanjut hingga menjelang kejatuhan rezim Orde Baru. Pada waktu itu, sejumlah aktifis setiap saat bisa diculik, bahkan dieksekusi --mulai dari penyiksaan hingga "dihilangkan" dari muka bumi. Ketika itu, banyak sekali institutsi intelejen yang saling bersaing satu sama lain. Mulai dari Badan Koordinasi Intelejen Negara (Bakin), Badan Intelejen ABRI (BIA), Badan Koordinasi Stabilitas Nasional (Bakorstanas) hingga Bakorstanasda. Para aparat intelejen ini seringkali bertindak overacting untuk mendapatkan reward dari atasannya. Akibatnya, mereka bisa seenaknya membubarkan rapat, diskusi bahkan seminar yang diselenggarakan di lingkungan kampus sekalipun. Kalaupun tidak mengambil tindakan apa-apa, seringkali terang-terangan menunjukkan dirinya sebagai intel. Misalnya, dengan menenteng perangkat handy talky secara terang-terangan. Penampilan dan prilaku intel semacam ini seringkali membuat para aktifis sengaja mengolok-olok mereka. Itu sebabnya, di kalangan aktifis mahasiswa, dikenal istilah "intel melayu". Perubahan atmosfer politik di era reformasi, agaknya membuat aparat intelijen canggung menyesuaikan diri dengan situasi. Apalagi, mereka tak bisa seenaknya minta "jatah keamanan" dari para pengusaha-pengusaha hiburan seperti yang biasa dilakukan. Hilangnya mekanisme reward, menurunkan semangat kerja mereka. Bukan itu saja. Ada pula penjelasan versi lain. Menurut beberapa sumber, pangkal kebingungan intelejen bermula dari ketidakjelasan garis komando militer akibat munculnya perbedaan garis politik di antara para jenderal. Sejumlah jenderal yang belakangan dianggap bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM di Timor Timur, telah terpola menjadi kekuatan tersendiri. Mereka akan berbuat apa saja untuk bebas dari peradilan HAM yang sempat ramai beberapa waktu lalu. Kelompok ini dipercaya berada di bawah pengaruh Menko Polkam Wiranto serta Pangkostrad Djaja Suparman. Kelompok lain lagi, adalah para jenderal profesional yang memiliki loyalitas pada Presiden Gus Dur. Mereka antara lain adalah Pangdam Jaya Mayjen. Ryamizard Ryacudu serta Pangdam Wirabuana Mayjen. Agus Wirahadikusumah. Kelompok ini sebetulnya, tak mau berseberangan secara terang-terangan dengan para seniornya. Namun, adanya upaya menyulut kerusuhan di wilayah teritorial keduanya, sempat membuat mereka berang. Ini terlihat pada kasus pembakaran Wisma Doulos di Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Ryamizard marah besar akibat peristiwa itu. Bukan saja karena pembakaran itu terjadi di wilayahnya. Namun, karena aparat intelejen bawahannya dikabarkan ikut membantu operasi tersebut. Penghasutan dan pembakaran itu sendiri, disebut-sebut merupakan operasi Kostrad yang menyusupkan sejumlah orang dari Jawa Timur. Akibat peristiwa itu, Ryamizard sempat mengancam akan membeberkan keterlibatan para petinggi militer dalam sejumlah "operasi rahasia". Kenyataan keretakan dalam tubuh militer ini, jelas berpengaruh pada kinerja intelejen. Mereka bukan saja salah melulu. Tapi, bisa sengaja memberikan informasi rancu. Yang terjadi, malah lebih parah. Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, Istana Presiden pun diketahui telah disadap. Siapa penyadapnya, sampai kini belum terungkap. Namun, banyak yang sudah bisa mengira-ngira. Lumpuhnya kinerja intelejen karena pengelompokan di tubuh militer, tampaknya disadari betul oleh Gus Dur. Itu sebabnya sempat beredar isu bahwa Gus Dur akan mengangkat mantan Pangkostrad Letjen (purn.) Prabowo Subianto sebagai penasihat militer --yang sempat disambut oleh Prabowo dengan antusias. Disengaja atau tidak, isu ini jelas ada kaitannya dengan penguatan kelompok Wiranto. Wiranto, saat ini, memang memanfaatkan orang-orang yang dulu loyal pada Prabowo. Hal lain yang dilakukan Gus Dur adalah mengadakan penyeimbangan dalam tubuh TNI. Ia sengaja mengisi posisi Kepala Badan Intelejen Strategis --yang biasanya dimonopoli oleh perwira-perwira Angkatan Darat-- dengan perwira Angkatan Udara, Marsekal Muda Ian Santoso Perdanakusumah, putra tokoh AU legendaris, Halim Perdanakusumah. Begitu pula dengan posisi Kapuspen yang sangat strategis, diisi oleh Marsekal Muda Graito Usodo. Langkah yang diambil Gus Dur ini, diakui sangat strategis. Bagaimanapun, sebagai kepala negara yang memiliki penglihatan kurang baik, ia harus punya sumber informasi yang layak dipercaya. Tak bisa dong terus-menerus mengandalkan jin. Kalau begitu, percuma jadi presiden. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html