Precedence: bulk TINGGAL BANG BUYUNG YANG MENDUKUNG WIRANTO JAKARTA, (TNI Watch! 4/2/2000). Agak sulit memastikan, masih adakah perwira-perwira (berpengaruh) di TNI, yang secara "die hard" mendukung Wiranto. Jangan-jangan sudah tidak ada. Seandainya pun ada, paling-paling perwira staf, yang tidak memiliki akses komando ke pasukan, seperti Mayjen TNI Sudrajat (mantan Kapuspen TNI), Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin, Mayjen TNI Ismed Yuzairi, serta beberapa perwira lain, yang tidak begitu berpengaruh. Kalau beberapa petinggi TNI saja, seperti Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS, Kaster TNI Letjen TNI Agus Wijoyo, Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, dan Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus WK, secara terang-terangan tidak mendukung Wiranto, maka sikap perwira lainnya sudah bisa kita perkirakan. Demikian juga sikap pejabat sipil seperti Amin Rais dan Akbar Tanjung, yang secara tegas mendukung niat Presiden Abdurahman Wahid, untuk memberhentikan Wiranto selaku Menko Polkam. Secara hitungan kasar, praktis hanya Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution) saja yang secara terbuka mendukung Wiranto. Kalau itu yang terjadi, berarti ini adalah tragedi bagi keduanya. Padahal dulu, keduanya adalah "macan" pada kubu masing-masing. Siapa tak kenal Bang Buyung saat aksi mahasiswa atau LSM? Bang Buyung adalah "macan podium" pada setiap kegiatan pro-demokrasi di masa Orde Baru. Sedang Wiranto juga seorang "macan" dalam arti sebenarnya, yakni sebagai "orang kuat" di masa Soeharto dan Habibie. Kedua macan tersebut, yang dulunya berseberangan, kini bergandengan, bukan untuk menggapai kejayaan, namun untuk menyambut keruntuhan keduanya. Beberapa rekan lama Bang Buyung, seperti Rachman Tolleng, sempat mengatakan, karir politik Bang Buyung telah habis. Posisi sebagai pembela Wiranto inilah, yang rupanya dijadikan Bang Buyung sebagai panggung terakhirnya. Wajar kalau ia berbuat all out untuk itu. Sebagaimana yang ditunjukkannya saat Konferensi Pers di Manggala Wanabakti, Selasa lalu (1/2). Nasib Wiranto lebih tragis lagi. Dari seorang Panglima TNI yang memiliki kekuasaan sangat besar, karena didukung oleh seluruh anggota TNI, mulai prajurit sampai jenderal. Kini yang mendukung hanya Bang Buyung, beserta "pasukan" yang kurang bermutu, seperti Assegaf, Hotma Sitompul, Tommy Sihotang, Yan Juanda, Ruhut Sitompul, dan Bunga Surawijaya (staf Tim Advokasi HAM Perwira TNI, mantan wartawati Tempo). Bagaimana bisa disebut bermutu, kalau pengacara semacam Ruhut Sitompul, motivasinya sebagai pengacara lebih untuk mencari popularitas. Misalnya begini, setiap datang ke kantor Komnas HAM, dalam rangka mendampingi para perwira, Ruhut selalu datang dengan mobil yang berganti-ganti (Jaguar, Mercy Boxer, Range Rover). Memang boleh-boleh saja Ruhut berlagak seperti itu, karena itu memang mobilnya. Namun perilaku Ruhut itu menunjukkan, bahwa Ruhut tidak memiliki empati terhadap perwira-perwira yang didampinginya, yang sedang dalam suasana prihatin. Seperi Lettu Inf Sugito (Danramil Suai) misalnya, yang sampai menderita stres berat, akibat pemanggilan KPP HAM. Begitu teganya Ruhut bergaya, sementara Letnan Sugito sedang menderita. Selain itu, tim pembela perwira TNI pimpinan Bang Buyung itu, yang terlihat gemerlap (seperti ditunjukkan oleh gaya Ruhut), sebenarnya kedodoran juga. Tim pimpinan Bang Buyung sempat kurang koordinasi dengan Front Pembela Islam (FPI), yakni sebuah ormas partisan yang dikenal dekat dengan TNI. Karena tim Bang Buyung tidak memberitahukan secara jelas, agama apa yang dianut oleh perwira-perwira tersebut, kepada Kordinator Lapangan FPI. Maka sebuah kejadian janggal sempat terjadi ketika pemeriksaan terhadap Brigjen TNI Tono Suratman berlangsung. Ketika Brigjen Tono Suratman memasuki halaman Komnas HAM, kedatangannya diiringi serombongan anggota FPI. Anggota FPI tersebut, dengan setia menunggu selama Brigjen Tono Suratman diperiksa. Adakah yang aneh? Yang aneh adalah, anggota FPI mendukung Brigjen Tono Suratman yang menganut agama Katolik (nama Baptis Tono adalah Fransiscus Xaverius). Selidik punya selidik, rupanya anggota FPI tersebut tidak tahu, bahwa Tono beragama Nasrani. Kordinator FPI terlihat pucat, ketika diberitahu salah seorang anggota KPP, bahwa Tono itu beragama Katolik. Kemudian dengan wajah lesu rombongan FPI itu meninggalkan Komnas HAM. *** ________________ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html