Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
------------------------------

BONGKAR ULANG KASUS MARSINAH

(POLITIK): Kasus Marsinah dijanjikan akan diungkit kembali. Sejumlah bukti
dan nama jenderal AD telah temukan. Beranikah lembaga peradilan bertindak jujur?

KSUM (Komite Solidaritas untuk Marsinah) meminta aparat penyidik agar segera
memeriksa 27 oknum TNI AD dan Polri yang ditenga-rai terlibat langsung dalam
skenario penga-buran tewasnya Marsinah tahun 1993 itu. Koordinator KSUM,
Yudha Prastanto mengakui Bahwa ke-27 oknum tersebut terlibat secara langsung
terhadap kasus perburuhan yang hingga kini masih jadi agenda ILO (organisasi
perburuhan internasional). "Kalau para oknum aparat itu mau jujur dan
terbuka mengakui, saya kira misteri kasus Marsinah ini akan terungkap. Oleh
karena itu, saya berharap POM  bisa kerja optimal karena persoalan ini juga
menyangkut kepercayaan  rakyat terhadap aparat," ujar Yudha yang intensif
melakukan advokasi kasus Marsinah, Senin (31/1).

Diperolehnya nama oknum aparat yang ditengarai terlibat itu  berdasarkan
pengakuan mantan terdakwa kasus Marsinah. Bambang Wuryanto sudah siap
di-cross-check dengan yang lain. "Hanya dari situlah peluang untuk membuka
kembali kasus yang telah menjadi salah satu keprihatinan dunia perburuhan",
tambahnya. Ke-27 oknum tersebut yang bertanggung jawab terhadap proses
skenario tahap kedua setelah Marsinah meninggal. Mereka, masing-masing 6
dari oknum TNI (Den Intel Kodam dan Kopassus), 20 lainnya dari oknum Polri,
dan satu orang lagi dari kejaksaan. Di antara bentuk keterlibatan mereka
adalah memukul sembilan orang yang dikorbankan menjadi terdakwa, menendang,
menyetrum, menyuruh berbohong, menginjak dengan kaki meja, menyuruh
merangkak dan sebagainya. 

Selain memeriksa mereka, KSUM juga meminta agar tiga anggota Polres Nganjuk
yang pertama kali menemukan Marsinah ikut diperiksa. Sebab, sewaktu mereka
menemukan tubuh Marsinah yang tengah sekarat itu, ternyata menerima perintah
melalui HT (handy talky).

Tidak kalah pentingnya, kata Yudha, adalah pemeriksaan terhadap Komandan Den
Intel Kodam V/Brawijaya waktu itu. Sebab tempat penyiksaan terhadap para
terdakwa itu awalnya di Detasemen Intel. Selain Komandan Intel, juga Kasdam
(waktu itu) Brigjen Farid Zainuddin, Danrem Kolonel Soetarto, dan Pangdam
Mayjen Haris Sudarno juga perlu diperiksa. Sebab, ketiga perwira ini
merupakan penanggung jawab secara struktural. Farid Zainuddin, ketika
Marsinah dibunuh menjabat Kepala Staf Kodam  V/Brawijaya. Ia diduga keras
terlibat, atau setidak-tidaknya mengetahui terjadinya pembunuhan Marsinah.
Namun, selama pemeriksaan kasus Marsinah, Farid tak tersentuh, sebaliknya
malah naik pangkat menjadi mayor jendral dan menjabat posisi penting di
tubuh ABRI, yakni Kepala BIA dan selanjutnya dipromosikan jadi anggota
Fraksi ABRI di DPR-RI periode 1998-2003.

Pencarian terlebih dahulu siapa yang menyusun skenario palsu terjadinya
pembunuhan Marsinah, tampaknya memang menjadi kunci keberhasilan
pengungkapan kasus Marsinah ini. Karena pada kenyataannya, skenario palsu
itu dipaksakan agar diakui terdakwa dengan cara menculik dan menyiksa
mereka. Marsinah, adalah buruh pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS),
ditemukan tewas tanggal 8 Mei 1993 dalam keadaan amat menyedihkan. Mayatnya
ditemukan di sebuah gubuk di pinggir sawah di Desa Jegong, Nganjuk.
Sebelumnya, tanggal 4-5 Mei 1993, Marsinah memimpin unjuk rasa buruh.
Didahului penculikan dan penyiksaan, delapan terdakwa diadili di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya. Pada tingkat PN dan Pengadilan Tinggi (PT) mereka
dinyatakan terbukti bersalah, namun pada tingkat kasasi mereka dibebaskan
oleh majelis hakim agung yang diketuai Adi Andojo Soetjipto. Tewasnya
Marsinah menjadi isu nasional. Upaya penyidikan terus dilakukan, namun tak
pernah bisa mengungkap kasus tersebut. Sampai akhirnya Presiden Abdurrahman
Wahid memerintahkan agar  kasus pembunuhan Marsinah yang terjadi tujuh tahun
lalu itu bisa dituntaskan.

Menanggapi gencarnya permintaan untuk membuka kembali kasus tersebut,
Kapendam V/Brawijaya Letkol Djoko Agus yang dihubungi secara terpisah
mengaku tidak keberatan. Sebelumnya KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto dan
Pangdam Brawijaya Mayjen TNI Sudi Silalahi juga berjanji tak akan
mengintervensi. Nah pengungkapan kembali kasus Marsinah tampaknya tengah
diuji publik. Artinya, peluang sudah ada dan tinggal apakah para penegak
hukum mau bertindak jujur dan adil. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke