Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
------------------------------

RITUAL UTANG MASIH MENJERAT

(EKONOMI): Consultative Group on Indonesia (CGI) tetap memberikan utang
US$4,73 miliar. Lebih besar dari kebutuhan APBN 2000. Sisanya, belum jelas
akan dialokasikan ke mana.

Setelah lama tak diguncang demonstrasi besar-besaran, Jakarta kembali
diwarnai demonstrasi besar saat perundingan antara pemerintah Indonesia dan
negara donor yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI),
Selasa (2/2). Demonstrasi yang dimotori 146 NGO (Non Government
Organisastion atau LSM) itu diikuti sekitar 2.000 orang. Mereka memadati
jalan di sekitar gedung Bank Indonesia (BI) yang menjadi tempat
berlangsungnya pertemuan tersebut.

Meski tidak menggagalkan jalannya perundingan, namun aksi unjuk rasa itu
sempat menghambat kelancaran perundingan. Hal ini terjadi karena perwakilan
CGI dan pemerintah Indonesia terpaksa harus beberapa kali melakukan
perundingan dengan mereka. Keinginan mereka, Koalisi Anti Utang untuk
membacakan pernyataan sikapnya di depan sidang. Namun permintaan tersebut
ditolak mentah-mentah. Alasannya, pelaksanaan sidang akan terganggu karena
sudah diatur berdasarkan jadwal yang ketat. Begitu pula permintaan berdialog
dengan wakil dari negara-negara donor yang tergabung dalam CGI, juga ditolak.

Koalisi Anti Utang yang terdiri dari 124 LSM tersebut mengajukan beberapa
tuntutan kepada pemerintah Indonesia, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional
(IMF), Bank Pembangunan Asia, dan donor-donor bilateral lain. Tuntutan itu
antara lain, penghapusan seluruh utang luar negeri yang lama di bawah
pemerintahan Orde Baru, menolak penggeseran utang swasta menjadi utang
publik, melakukan penyelidikan atas seluruh penggunaan utang luar negeri dan
meminta agar negara donor tidak memberikan utang baru kepada Indonesia.
Namun, tuntutan para demonstran tersebut tidak ada satu pun yang diterima.
Karena akhirnya CGI tetap memberikan utang US$4,73 miliar.

Arif Arryman, pengamat dari Econit, berpendapat pemerintah seharusnya
menekan jumlah utang yang diberikan CGI. Alasannya utang yang besar belum
tentu mampu memacu pertumbuhan ekonomi. "Untuk apa terima US$4,73 miliar
kalau APBN 2000 tidak mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi secara nyata?"
tukasnya. Arif mengkhawatirkan pinjaman CGI justru menjadi beban bagi
rakyat. Kemungkinan ini bisa terjadi karena anggota kabinet pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid, khususnya tim ekuin, tidak punya agenda dan visi
yang jelas tentang pemulihan ekonomi. Publik, bahkan menangkap kesan anggota
kabinet berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan tidak saling
mendukung. Dalam 100 hari pemerintahan Gus Dur, yang terjadi hanya rebutan
posisi dan jabatan birokrasi. "Pinjaman CGI akan percuma jika masih ada
intervensi partai politik tanpa mempertimbangkan profesionalisme," tandas Arif.

Sementara Faisal Basri, menilai pemerintah seharusnya tidak menerima
pinjaman CGI terlalu besar. Untuk mengatasi kekurangan APBN tahun 2000
pemerintah bisa memperbesar target restrukturisasi perusahaan di BPPN dan
meningkatkan laba privatisasi BUMN. "Utang luar negeri yang kita peroleh
dari CGI sebenarnya warisan Orde Baru yang seharusnya tidak kita andalkan
untuk membiayai pembangunan," kata Sekjen PAN ini.

Sidang ke-9 Consultative Group on Indonesia (CGI) memutuskan pinjaman bagi
Indonesia sebesar US$4,7 miliar (sekitar Rp32,9 triliun dengan kurs Rp
7.000). Jumlah tersebut termasuk hibah senilai US$520 juta (Rp3,6 triliun).
Pinjaman itu juga sudah termasuk komitmen CGI untuk 1999/2000 yang belum
sempat dicairkan. Sidang yang dipimpin Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia
Timur Jean Michel Severino ini dihadiri 21 negara anggota CGI dan 14 lembaga
internasional. Hadir pula Portugal dan dua LSM yakni INFID dan Koalisi
Perempuan sebagai peninjau.

Dalam penjelasannnya kepada pers di Jakarta, kemarin, Severino menjelaskan
bahwa pinjaman tersebut merupakan wujud dukungan dunia internasional
terhadap program reformasi yang dijalankan pemerintah. "Kami mendukung
sepenuhnya program reformasi yang dijalankan pemerintah saat ini. Selain itu
dunia internasional juga mengisyaratkan niatnya untuk mendukung program
pemulihan ekonomi yang tengah dijalankan," ujar Severino.

Negara yang sudah memberikan komitmen pinjamannya adalah Jepang terbesar
US$1,56 miliar, AS US$145 juta, Jerman US$102 juta, Spanyol US$59 juta,
Australia US$59 juta, Inggris US$33 juta, Austria US$15 juta, Kanada US$11
juta, Republik Korea US$9 juta, Denmark US$5 juta, Italia US$1 juta,
Selandia Baru US$3 juta, Swedia US$4 juta, dan Swiss US$4 juta. Bank Dunia
menyatakan komitmen bantuan sebesar US$1,5 miliar, Bank Pembangunan Asia
(ADB) US$1,06 miliar, PBB US$106 juta, Uni Eropa termasuk Bank Investasi
Eropa (EIB) US$40 juta dan Bank Investasi Nordic (NIB) sebesar US$10 juta.

Total pinjaman sebesar US$4,7 miliar itu menurut Menkeu Bambang Sudibyo
melebihi kebutuhan APBN 2000 yang hanya mencapai US$ 4,1 hingga 4,2 miliar.
Sedang alokasi kelebihan dana tersebut digunakan untuk mendukung program
pembangunan yang sedang berjalan. Pinjaman kali ini lebih kecil ketimbang
1999 sebesar US$5,9 miliar. Dibanding Orde Soeharto, pemerintahan Gus Dur
punya nilai positif. Paling tidak mau mengurangi utang. Indonesia saat ini
sedang lumpuh karena warisan utang pemerintahan lalu. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke