Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
------------------------------

MENYUSURI JEJAK SEPATU INTELDAM

(POLITIK): Marsinah dibunuh tujuh tahun lalu. MA membebaskan para terdakwa
pembunuhnya. Saksi kunci yang melihat Marsinah di kantor Kodim hilang tak
tentu rimbanya.

Kasus pembunuhan aktifis buruh Surabaya: Marsinah dibuka kembali. Polisi
tengah menyusur kembali kasus yang melibatkan para aparat Angkatan Darat di
jajaran Kodam V/Brawijaya itu.

Tewasnya Marsinah menghebohkan banyak pihak. Terutama setelah sejumlah
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang concern terhadap perjuangan nasib
buruh angkat bicara. Maghrib, 5 Mei 1993. Seperti biasanya, Marsinah
berpamitan kepada Asiyem, kawannya, untuk membeli makanan di warung kaki
lima, kawasan Tugu Kuning, sebelah barat Desa Siring. Ternyata, itulah
pamitan Marsinah untuk yang terakhir kalinya, karena sejak itu ia
menghilang, sampai akhirnya ditemukan tak bernyawa pada 9 Mei 1993 di sebuah
gubuk di pinggiran sawah, di Desa Wilangan.

Tak pelak lagi, kasus ini menjadi perbincangan hangat di banyak media massa
nasional, dan bahkan di organisasi buruh sedunia (ILO/International Labour
Organization) pun kasus ini hingga kini masih terdaftar dengan nomor 1173.
Mengapa kasus Marsinah itu dirasa demikian penting hingga pada akhir Januari
lalu, Gus Dur pun memerintahkan Menaker Bomer Pasaribu untuk kembali
membongkar dan menemukan pembunuh Marsinah sebenarnya.

Memang, meskipun putusan pengadilannya sudah ada, tapi ada yang janggal dari
putusan hukum tersebut. Sejak di tingkat Pengadilan Negeri, lalu banding ke
Pengadilan Tinggi, ke-9 terdakwa pembunuh Marsinah, yakni Judi Susanto dan
kawan-kawan divonis bersalah. Tapi ketika di tingkat kasasi, di Mahkamah
Agung (MA), ke-9 terdakwa justru dinyatakan bebas murni. Jika demikian,
siapakah pelaku pembunuh Marsinah sebenarnya?

Ke-9 terdakwa, Judi Susanto dan kawan-kawan adalah karyawan PT Catur Putra
Surya (CPS) di mana Marsinah bekerja sebagai buruh. Mereka, termasuk mantan
Danramil Porong Kapten Inf Kusairi didakwa bersekongkol untuk membunuh
Marsinah. Pasalnya, pada 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah memimpin buruh
perusahaan arloji itu berdemonstrasi menuntut perbaikan upah kerja.

Belakangan terbongkar, bahwa skenario berita acara pemeriksaan (BAP) ke-9
terdakwa yang dijadikan dasar dakwaan kejaksaan merupakan versi aparat
ekstra judisial, yakni pihak Den Intel Kodam V/Brawijaya. Pihak kepolisian
hanya menerima limpahannya. Dan -ini yang mengerikan- seperti testimoni para
terdakwa, bahwa proses pembuatan BAP dilakukan penuh rekayasa dengan
sejumlah siksaan fisik yang mendera mereka. Apalagi, ke-9 terdakwa telah
menyatakan mencabut kembali BAP tersebut di sidang pengadilan.

Sebenarnya sudah banyak bukti-bukti yang mengarah kepada keterlibatan
instansi militer dalam kasus Marsinah. Tampaknya Makodim Sidoarjo, serta
Markas Den Intel Kodam V/Brawijaya merupakan instansi militer yang paling
sering disebut-sebut di dalam berbagai hasil investigasi berbagai LSM.

Misalnya seperti dapat dibaca pada seri laporan kasus YLBHI, Kekerasan
Penyidikan Dalam Kasus Marsinah, Catatan Bagi Revisi KUHAP yang dikeluarkan
pada 1995. Bahkan belum lama ini, Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM)
yaitu kumpulan beberapa LSM se-Jatim yang aktif melakukan advokasi dalam
kasus Marsinah, membeberkan sejumlah nama aparat di Den Intel Kodam
V/Brawijaya, di samping aparat kepolisian Polda Jatim, yang melakukan
penyiksaan terhadap ke-9 terdakwa kasus Marsinah. Bahkan disebut-sebut pula
nama Letnan Koestamadji dari kesatuan Kopassus sebagai pelaku penyiksanya.

Keterlibatan aparat militer ini diperkuat pula oleh hasil investigasi Tim
Kecil Marsinah (TKM) DPRD Jatim yang melakukan cross check terhadap hasil
pemeriksaan Kusaeri dan Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten TNI Sugeng dengan
para tersangka, serta tim panasihat hukumnya. Kesimpulan tim ini adalah
telah terjadi "kesalahan prosedur" dalam penyusunan BAP yang dilakukan di
Bakorstanasda (Kodam V/Brawijaya), bukan di kepolisian. Juga
direkomendasikan agar Sistem Intelejen Sidoarjo (SIS) segera dibubarkan,
karena keberadaannya menjadi "biang kerumitan" (istilah yang dipergunakan
tim tersebut, Red.) dalam penanganan dan penyelesaian kasus Marsinah.

Mungkin hasil investigasi tim penasihat hukum Judi Astono, salah satu
terdakwa, dapat juga dijadikan sebagai langkah awal untuk membongkar kembali
kasus tersebut. Menurut mereka, Marsinah terakhir kali diantar ke Makodim
Sidoarjo menjelang Maghrib, 5 Mei 1993. Pengantarnya adalah Yudo Prakoso.
Tapi saat persidangan kasus tersebut, Yudo tidak sempat ditampilkan sebagai
saksi, karena tiba-tiba saja menghilang bak ditelan bumi. Sampai hari ini
pun tidak jelas keberadaannya. Bahkan, Rianto, seorang saksi lainnya yang
melihat Marsinah datang bersama Yudo ke kantor Kodim hingga sekarang pun tak
jelas rimbanya. Ketika, persidangan dulu, tim penasihat hukum ingin
menghadirkan Rianto, hal ini pun ditolak oleh majelis hakim.

Jadi, jika ingin memulai kembali mengusut kasus Marsinah, jawabnya: mulailah
dari Kodim Sidoarjo. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke