Ini ada tulisan soal novel samurai. Dulu kita punya "Api Di Bukit Menoreh" dan "Nagasasra dan Sabuk Inten". Lantas kapan novel silat bisa berjaya kembali? Mdh2an bisa memotivasi Sahabat Silat yg memiliki bakat/minat penulisan fiksi kreatif utk memasukkan silat sebagai background produk pop culture.
Ruang Baca Koran Tempo, Edisi 29 April 2007 Cerita Sampul Jalan Panjang Samurai Nomor Wahid Judul: Musashi Pengarang: Eiji Yoshikawa Penerbit: Kodansha International Penerbit di Indonesia: Gramedia Tebal: 1.247 halaman Ada yang mengatakannya sebagai Gone with The Wind-nya Jepang. Musashi memang bukan cuma kisah silat atau kisah hidup kesatria samurai bernama Miyamoto Musashi yang diyakini hidup di abad ke-16 (1584-1645). Novel karangan Eiji Yoshikawa ini adalah kisah tentang masyarakat Jepang dan bagaimana generasi modern Jepang---ketika nasionalisme sedang dipompa menjelang Perang Dunia II---melihat masa lalu negerinya. "Kisah ini memberikan kilasan sejarah Jepang dan pemahaman akan idealisasi citra-diri manusia Jepang masa kini," tulis Edwin O. Reischauer, ahli Jepang dari Universitas Harvard, dalam pengantar buku itu. Awalnya novel ini terbit dalam bentuk cerita bersambung di Asahi Shimbun, koran terkemuka negeri itu, pada 1935-1939 dalam 1.009 kali (Di Indonesia, terjemahan awalnya juga dimuat secara bersambug di Kompas). Meski ditulis jauh lebih awal dari novel Shogun (1975) karya James Clavell, Musashi yang terjemahan bahasa Inggrisnya baru terbit pada 1981 seperti ingin memberi sebuah kritik dan jawaban pada Shogun. Keduanya mengambil latar sejarah yang sama, ketika shogun (penguasa militer) sedang jaya berkuasa di abad ke-16 dan ke-17. Berbeda dengan Shogun yang menyoroti kehidupan elit politik, Musashi menyoroti kisah hidup jago pedang yang merangkak dari bawah. Perjalanan anak muda yang kalah dan terbuang menuju kesatria samurai nomor satu di Jepang. Lewat 1.247 halaman novel ini Yoshikawa merekamkan kepada kita secara detil perkembangan kepribadian sang jagoan. Memang, ada dramatisasi dan rekonstruksi detil yang dikarang sendiri oleh Yoshikawa, terutama di awal-awal kehidupan Musashi---saat masih bernama Shinmen Takezo---mengingat minimnya catatan sejarah. Tapi Yoshikawa berusaha sekuat tenaga untuk kembali ke lembar sejarah yang sahih, termasuk saat membuat sejumlah karakter di sekitar Musashi. Ini berbeda dengan novel Shogun yang penuh dengan kesalahan sejarah. Minimnya catatan sejarah juga membuat Yoshikawa terjebak pada banyak kebetulan saat ingin menyambungkan satu potongan dalam kisah hidup Musashi dengan potongan lainnya. Misalnya, bagaimana Musashi, Matahachi (temannya yang disangka sudah dibunuh oleh Musashi) dan kerabat Matachi yang ingin membalas dendam pada Musashi, bertemu dalam satu waktu di Osaka. Ini terjadi setelah tahunan berlalu. Tapi pemilihan Musashi sebagai tokoh yang diangkat dalam novel ini amat tepat. Ia hadir saat kelas keluarga samurai dan rakyat biasa belum terpisah. Ia juga hidup ketika Portugis sudah mulai mengenalkan senjata api, hingga peran pedang dalam pertempuran tak lagi penting. Apalagi penguasa militer sudah mulai meredam perang antara daimyo (tuan tanah). Dalam kondisi damai, pertarungan dengan pedang akhirnya lebih fokus pada seni dan filsafat. Pada pengendalian diri. Maka terciptalah 1.700 lebih aliran permainan pedang. Musashi sendiri mengarang buku berjudul Go Rin No Sho atau Buku Lima Cincin tentang kenjutsu dan seni bela diri. Para pendekar tidak lagi bertarung dalam pertempuran besar, tapi dalam duel-duel perseorangan. Babak final dari pertarungan ini adalah saat Musashi harus berhadapan dengan Kojiro yang membencinya dan sangat ingin membunuhnya dalam duel di Edo (Tokyo). Ia yang hidup dengan darah dan air mata tahu benar, jalan Samurai harus diawali dengan pedang. Tapi dalam pertarungan itu ia sudah amat bijak. Ia tahu, tak mungkin mengalahkan Kojiro hanya dengan pedang saja. "Kojiro meletakkan keyakinannya pada pedang kekuatan dan ketrampilan. Musashi mempercayakannya pada pedang semangat. Itulah satu-satunya beda di antara mereka." Musashi menang, tapi ia tak berniat untuk membunuhnya. Ketika ia meninggalkan Kojiro yang terluka, masih ada sengal nafas dari hidung lawannya. "Ia bersujud satu kali ke bumi, kemudian lari ke batu karang, dan melompat ke dalam perahu. Tidak setetespun darah menodai pedang kayunya." # qaris tajudin === Komunitas Ruang Baca Tempo adalah komunitas pencinta buku yang didirikan oleh PT Tempo Inti Media Tbk, penerbit Majalah Tempo edisi Indonesia, Majalah Tempo edisi Inggris, Koran Tempo dan www.tempointeraktif.com. Visi dari komunitas ini ialah menumbuhkan minat baca masyarakat dengan menampilkan serangkan tulisan soal buku dan penerbitan di Koran Tempo dan merangsang diskusi-diskusi interaktif di website www.ruangbaca.com Edisi April, Ruang Baca menurunkan tema utama "Meniti Jalan Samurai" yang menceritakan serangkaian buku-buku novel tentang samurai yang menghamparkan pelajaran mengenai kontradiksi nilai-nilai, ketidakadilan dan problem kekuasaan pada masa peralihan. Menu lengkap edisi Ruang Baca bisa dilihat dilihat di Koran Tempo, Ahad, 29 April 2007.