Salam Silat, lanjutan dari tulisan yang lalu, dari teman saya, Pak Sutono. Semoga bermanfaat.
wassalam, Dedy ============================== Allahuma shali ala Muhammad wa ala ali Muhammad wa salam. Al Fatiha. 4 Sutono Belajar Shalat Menurut legendanya gerakan ini berasal dari satu peristiwa bertemunya 4 orang ahli silat, yang juga da’i, penyebar agama Islam. Dalam pengenbaraan mereka, suatu hari mereka saling bertemu. Maka saling berbicaralah mereka tentang pengalaman masing masing. Lalu pembicaraan mengarah kepada fakta bahwa dalam tugasnya sambil mengembara itu mereka merasa perlu memiliki ilmu bela diri yang cukup untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami. Pembicaraan makin menghangat, sehingga akhirnya mereka sepakat untuk saling menjajal ilmu. Terjadilah pertempuran acak antara ke empat orang itu. Rupanya kahlian mereka setanding, sehingga tidak dapat saling mengalahkan. Setelah menyadari situasinya, mereka berhenti bertempur dan memutuskan untuk menggabungkan jurus jurus mereka masing masing untuk menciptakan jurus jurus gabungan yang lebih baik dari milik masing masing. Jadilah sepuluh jurus ini. Sayangnya mereka juga seperti saya. Tidak bersyukur atas situasi itu, dan tidak membuat catatan yang otentik tentang kapan dan di mana peristiwa itu terjadi. Sehingga sekarang hanya menjadi semacam legenda. Karena memang saya sedang ingin tahu lebih jauh tentang shalat, saya mencoba mencermati lebih jauh jurus jurus itu. Apa benar itu semua dapat diturunkan (derived) dari gerakan orang shalat. Maka kalau urutan jurus itu di rubah menjadi 1, 4, 6, 3, 2, 5 (gerak putar pertama), 7 (gerakan putar kedua), 8, 9, dan 10 ditutup lagi dengan 1, gerakan itu menggambarkan orang berdoa (menengadahkan kedua tangan ke atas) membersihkan diri, lalu berdiri iftitah, ruku’, tegak kembali, lalu sujud pertama, lalau duduk antara dua sujud, lalu sujud kedu. Itu adalah satu raka’at. Lalu gerak putar pertama (telapak tangan menghadap ke bawah) menggambarkan raka’at wajib. Untuk shalat wajib maka raka’at pertama tadi diulangi sekali lagi, menjadi shalat subuh. Diulang sekali lagi menjadi 3 raka’at shalat maghrib, dan diulang sekali lagi menjadi 4 raka’at shalat dhuhur, asyar dan isa. Sedang gerak putar kedua (telapak tangan menghadap ke atas) menggambarkan shalat sunnat, mulai dari hanya satu raka’at yaitu shalat witir, sampai shalat banyak raka’at yaitu shalat tarawih (20 raka’at) sampai shalat sunnat Rajab (100 raka’at). Kemudian jurus 8 adalah duduk tahiyyat. Dan jurus 9 adalah salam tanda selesainya shalat. Jurus 10 menggambarkan mengolah bumi atau bertebaran di muka bumi untuk mencari rizki. Ditutup dengan doa membersihkan diri lagi, karena itu hal yang esensial dalam hidup kita. Deskripsi / uraian dengan kata kata dari gerakan atau jurus jurus ini akan diberikan terpisah. Insya Allah. Tentu saja shalat tidak menghasilkan dampak fisik seperti silatnya, karena silatnya terdiri atas gerakan yang jauh lebih keras dibanding dengan gerak shalat. Namun dengan melihat silat itu, kita bisa memberikan umpan balik (feed back) agar gerak shalat bisa memberikan dampak kepada pemeliharaan kesehatan. Ada beberapa peserta latihan ini yang sengaja memeriksakan benda benda yang ada dalam muntahan. Ada yang melaporkan bahwa muntahan itu berbentuk seperti mie, padahal dia tidak makan mie dalam 24 jam terakhir. Ada yang melaporkan bahwa muntahan itu adalah karang ginjal, karena sebelum latihan dia menderita batu ginjal, dan setelah muntah2 karena latihan itu, diperiksa lagi batu ginjalnya sudah hilang. Dan hal hal yang tidak sejalan dengan pengetahuan tentang anatomi atau metabolisme, hanya bisa dimengerti sebagai kemurahan Allah saja. Dan latihan ini bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik saja. Ada seorang peserta yang melaporkan bahwa setelah mengikuti latihan ini dia menjadi jauh lebih kalem, shabar. Tidak lagi pemarah seperti ketika belum latihan. Pernyataan itu didukung juga oleh keluarganya. Data ini merupakan konfirmasi, bahwa definisi sehat itu memang harus mencakup unsur dalam (batin) maupun luar (raga). Dan bahwa memang ada kaitan tertentu antara sifat/emosi dengan organ pendukung hidup (life support organ) di dalam tubuh kita, yaitu jantung-api-riang, lambung-tanah-cinta, paru-mineral-sedih, ginjal-air-takut, hati-kayu-marah. Itu tadi nama2 organ, diikuti nama unsur sifat yang terkait dan nama emosi yang terkait dengan masing masing organ. Ini adalah ilmu dari Timur. Saya mendengar bahwa Nabi s.a.w. menyatakan bahwa bila menemukan ilmu hikmah dalam perjalanan hidup, itu adalah milik Islam dan boleh dipungut. Atau sesuatu yang seperti itu. Dzahirnya Shalat Berdiri menghadap Kiblat dengan kaki direnggangkan. Sisi kaki sebelah dalam diletakkan saling sejajar dengan jarak antara keduanya sepanjang antara ujung ibu jari kaki ke bagian belakang tumit. Kalau tidak salah dalam petunjuk shalat yang umum, juga harus renggang. Di sini digunakan rincian jarak renggangnya itu agar pas dengan bentuk tubuh masing masing orang. Desain kaki yang mengecil ke bawah untuk efisiensi harus dihormati juga dengan berdiri yang efisien. Jika jarak antara kedua kaki itu lebih dari panjang telapak kaki, maka berdirinya stabil namun kurang lincah. Jika jarak itu kurang dari panjang telapak kaki, maka berdirinya lincah namun kurang stabil. Dengan jarak sama dengan panjang telapak kaki, maka sisi dalam telapak kaki itu membentuk bujursangkar, jika dibuat garis penghubung antara kedua jempol dan kedua sisi luar tumit. Setelah takbir, letakkan kedua tangan yang saling tindih (tangan kiri di dalam, lalu ditumpangi tangan kanan) itu pas pada garis letak selaput batas antara rongga paru dengan rongga perut. Mata melihat ke titik di mana nanti kita meletakkan dahi. Ketika takbir mengangkat tangan jangan terlalu rendah, jangan terlalu tinggi, jangan mengganggu orang sekitar. Ketika ruku’ usahakan tulang punggung, leher dan kepala membentuk garis datar, rata air. Dan mata tetap menatap titik tadi itu. Kedua tangan menekan lutut, sambil lutut dibuat longgar (relaks), sehingga belakang betis, belakang paha dan otot belakang terasa diregangkan secara maksimal. Ketika sujud, dahi dan ujung hidung menyentuh lantai. Juga kedua lutut, kedua ujung kaki dan kedua tangan menyentuh lantai. Tangan diletakkan pada kiri kanan muka di arah depan lutut. Secara pelan tangan dan lengan atas dan lengan bawah dibebaskan dari menumpu tubuh, sehingga beban tubuh beralih ke tekanan pada dahi. Paha berbagi beban tubuh. Kedua telapak kaki dirapatkan dalam posisi sejajar. Sekitar leher dan bahu dibuat relaks, sehingga pada posisi ini ruas pertama leher tertekuk, serasa mau menembus ke otak kecil. Gerakan ini seperti merangsang fungsi kelenjar pituary, yang terletak di antara otak besar dan otak kecil. Mungkin para dokter bisa mengkoreksi keterangan tadi. Ketika duduk di antara dua sujud, mata tetap memandang titik yang sama. Pantat bertumpu pada kaki kiri, yang telapaknya dilipat ke dalam. Sedang telapak kaki kanan berdiri vertikal, sehingga kelima jari kakinya tertekuk. Posisi ini dari segi ilmu gerak, membuat berdiri kembali lebih cepat, karena kaki kanan itu dihitung masih menapak lantai pada jari jarinya. Setelah sujud kedua, sebelum berdiri kedua telapak kaki direnggangkan kembali, sehingga sewaktu berdiri, jarak antara kedua telapak kaki masih seperti semula, yaitu sepanjang satu kaki itu. Ketika duduk tahiyyat, sebelum salam, usahakan telapak kaki kanan seperti tadi, namun tumit kaki kiri diletakkan persis di antara “dua lubang” dan sebagian telapak kaki kiri berada di bawah tulang kering kaki kanan. Titik antara “dua lubang” itu disebut samudera Yin. Jika ini banyak ditekan, ada banyak faedahnya, yang diketahui oleh para ahli akupunktur, minimal menghambat ambeien, dan memudahkan ketika malaikat maut datang menjemput. Ketika duduk antara dua sujud, kedua tangan diletakkan pada kedua pangkal paha dengan telapak tangan menghadap ke bawah. Dan pada waktu awal duduk tahiyyat, jari tangan kanan mengepal, kecuali telunjuk yang dibiarkan “menggantung”. Begitu membaca kalimat syahadat telunjuk diluruskan menunjuk ke depan. Pada waktu ruku’ dan sujud hendaknya posisi itu “dinikmati” sejenak, setelah itu barulah gerak dilanjutkan. Jadi shalat adalah thawaf atau ulangan raka’at. Saat ruku’ adalah saat mengagungkan Allah, dan saat sujud adalah saat memohon sebanyak banyaknya, seperti yang dimaksud dalam al Qur’an “Mintalah dengan shalat dan shabar”. Jadi setiap raka’at kita mendapat dua kesempatan untuk memohon,yaitu pada waktu sujud pertama dan sujud kedua. Begitulah kira kira pakemnya bentuk shalat yang bisa dilihat. Kita masing masing perlu mencermati apa kiranya makna dari gerak yang bisa dilihat ini. Siapa tahu dari situ Allah akan memberi kita ilmu yang bermanfa’at. Yang harus diulang ulang, agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfa’at. Waktu Shalat Saat shalat fardhu yang lima kali, telah ditetapkan waktunya, yang ternyata adalah bertepatan dengan titik terendah dalam bio-riithme manusia. Pada saat saat itu energi hidup manusia ada pada titik terendah dalam lintasan grafiknya. Lalu bagaimana dengan shalat shalat sunnat, baik yang diadakan di sekitar waktu (baik sebelum atau sesudah) shalat fardhu, maupun yang tidak terkait dengan waktu shalat fardhu? Saya berpendapat bahwa shalat sunnat demikian hendaknya kita niatkan untuk menunjukkan cinta kita kepada Guru, kepada Nabi s.a.w. dan kepada Allah S.W.T. Artinya shalat fardhu juga menunjukkan cinta kita kepada Guru, Nabi s.a.w. dan Allah S.W.T. tetapi itu adalah kewajiban. Jadi komponen cintanya tidak banyak. Beda dengan shalat sunnat, yang tidak diwajibkan. Tentunya komponen cintanya jauh lebih menonjol dibanding dengan shalat fardhu. Kalau shalat fardhu jelas manfa’atnya minimal untuk charging tenaga hidup, maka shalat sunnat manfa’atnya tergantung sepenuhnya kepada kehendak Allah semata. Ya Allah ampunkan kami yang telah mendzolimi diri kami sendiri. Bi hurmati habib. Al Fatiha. Alhamdulillah. Astaghfirullah. Jakarta, 20 Agustus 2010 Sutono Saimun Joyosuparto [Non-text portions of this message have been removed]