Kaya Karena Sederhana

Oleh Gede Prama

Menjadi orang kaya, itulah cita-cita banyak sekali orang. Hal yang
sama juga pernah melanda saya. Dulu, ketika masih duduk di bangku SMU,
kemudian menyaksikan ada rumah indah dan besar, dan di depannya duduk
sepasang orang tua lagi menikmati keindahan rumahnya, sering saya
bertanya ke diri sendiri : akankah saya bisa sampai di sana ?. Sekian
tahun setelah semua ini berlalu, setelah berkenalan dengan beberapa
orang pengusaha yang kekayaan perusahaannya bernilai triliunan rupiah,
duduk di kursi tertinggi perusahaan, atau menjadi penasehat tidak
sedikit orang kaya, wajah-wajah hidup yang kaya sudah tidak semenarik
dan seseksi bayangan dulu.

Penyelaman saya secara lebih mendalam bahkan menghasilkan sejumlah
ketakutan untuk menjadi kaya. Ada orang kaya yang memiliki
putera-puteri yang bermata kosong melompong sebagai tanda hidup
yangkering. Ada pengusaha yang menatap semua orang baru dengan tatapan
curiga karena sering ditipu orang, untuk kemudian sedikit-sedikit
marah dan memaki. Ada sahabat yang berganti mobil termewah dalam
ukuran bulanan, namun harus meminum pil tidur kalau ingin tidur
nyenyak. Ada yang memiliki anak tanpa Ibu karena bercerai, dan masih
banyak lagi wajah-wajah kekayaan yang membuat saya jadi takut pada
kekayaan materi.

Dalam tataran pencaharian seperti ini, tiba-tiba saja saya membaca
karya Shakti Gawain dalam jurnal Personal Excellence edisi September
2001 yang menulis : `If we have too many things we don't truly need or
want, our live become overly complicated'. Siapa saja yang memiliki
terlalu banyak hal yang tidak betul-betul dibutuhkan, kehidupannya
akan berwajah sangat rumit dan kompleks.

Rupanya saya tidak sendiri dalam hal ketakutan bertemu hidup yang amat
rumit karena memiliki terlalu banyak hal yang tidak betul-betul
diperlukan. Shakti Gawain juga serupa. Lebih dari sekadar takut, di
tingkatan materi yang amat berlebihan, ketakutan, kecemasan, dan
bahkan keterikatan berlebihan mulai muncul.

Masih segar dalam ingatan, bagaimana tidur saya amat terganggu di hari
pertama ketika baru bisa membeli mobil. Sebentar-sebentar bangun
sambil melihat garasi. Demikian juga ketika baru duduk di kursi orang
nomer satu di perusahaan. Keterikatan agar duduk di sana selamanya
membuat saya hampir jadi paranoid. Setiap orang datang dipandang oleh
mata secara mencurigakan. Benang merahnya, kekayaan materi memang
menghadirkan kegembiraan (kendati hanya sesaat), namun sulit diingkari
kalau ia juga menghadirkan keterikatan, ketakutan dan kekhawatiran.

Kemerdekaan, kebebasan, keheningan semuanya diperkosa habis oleh
kekayaan materi.

Disamping merampok kebebasan dan keheningan, kekayaan materi juga
menghasilkan harapan-harapan baru yang bergerak maju. Lebih tinggi,
lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Demikianlah kekayaan dengan amat
rajin mendorong manusia untuk memproduksi harapan yang lebih tinggi.

Tidak ada yang salah dengan memiliki harapan yang lebih tinggi, sejauh
seseorang bisa menyeimbangkannya dengan rasa syukur. Apa lagi kalau
harapan bisa mendorong orang bekerja amat keras, plus keikhlasan untuk
bersyukur pada sang hidup. Celakanya, dalam banyak hal terjadi,
harapan ini terbang dan berlari liar. Dan kemudian membuat kehidupan
berlari seperti kucing yang mengejar ekornya sendiri.

Berefleksi dan bercermin dari sinilah, saya sudah teramat lama
meninggalkan kehidupan yang demikian ngotot mengejar kekayaan materi.

Demikian tidak ngototnya, sampai-sampai ada rekan yang menyebut saya
bodoh, tidak mengerti bisnis, malah ada yang menyebut teramat lugu.
Untungnya, badan kehidupan saya sudah demikian licin oleh
sebutan-sebutan. Sehingga setiap sebutan, lewat saja tanpa memberikan
bekas yang berarti.

Ada sahabat yang bertanya, bagaimana saya bisa sampai di sana ? Entah
benar entah tidak, dalam banyak keadaan terbukti kalau saya bisa
berada di waktu yang tepat, tempat yang tepat, dengan kemampuan yang
tepat. Ketika ada perusahaan yang membutuhkan seseorang sebagai
pemimpin yang cinta kedamaian, saya ada di sana. Tatkala banyak
perusahaan kehilangan orientasi untuk kemudian mencari bahasa-bahasa
hati, pada saat yang sama saya suka sekali berbicara dan menulis
dengan bahasa-bahasa hati. Dikala sejumlah kalangan di pemerintahan
mencari-cari orang muda yang siap untuk diajak bekerja dengan
kejujuran, mereka mengenal dan mengingat nama saya. Sebagai akibatnya,
terbanglah kehidupan saya dengan tenang dan ringan. Herannya, bisa
sampai di situ dengan energi kengototan yang di bawah rata-rata
kebanyakan orang. Mungkin tepat apa yang pernah ditulis Rabin Dranath
Tagore dalam The Heart of God : `let this be my last word, that I
trust in Your Love'. Keyakinan dan keikhlasan di depan Tuhan, mungkin
itu yang menjadi kendaraan kehidupan yang paling banyak membantu hidup
saya.

Karena keyakinan seperti inilah, maka dalam setiap doa saya senantiasa
memohon agar seluruh permohonan saya dalam doa diganti dengan
keikhlasan, keikhlasan dan hanya keikhlasan. Tidak hanya dalam doa,
dalam keseharian hidup juga demikian. Ada yang mau menggeser dan
memberhentikan, saya tidak melawan. Ada yang mengancam dengan
kata-kata kasar, saya imbangi secukupnya saja. Ada sahabat yang
menyebut kehidupan demikian sebagai kehidupan yang terlalu sederhana
dan jauh dari kerumitan. Namun saya meyakini, dengan cara demikian
kita bisa kaya dengan jalan sederhana (Gede Prama) 







--
--------------------------------------------------
Berhenti (Quit):  [EMAIL PROTECTED]
Arsip milis:  http://groups.yahoo.com/group/smun65
Arsip Files:  http://groups.yahoo.com/group/smun65/files
Website: http://smun65.blogspot.com
Friendster: [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/smun65/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke