Catatan Aksi Masyarakat 1 Ilir Korban PT PUSRI Jum'at 27 April 2001, sekitar 80-an warga Kelurahan 1 Ilir mulai pukul 07.00 WIB berjalan menuju PT PUSRI, melalui jalan Arafuru. Kira-kira setengah jam kemudian warga yang menamakan diri sebagai "WARGA I ILIR KORBAN PENCEMARAN PT PUSRI" tiba di Gedung Utma PT PUSRI dan langsung digiring keruang pengamananan oleh pihak security perusahaan. Di ruangan pengamanan massa diajak untuk berdialog oleh perusahaan. Salah satu perwakilan perusahaan adalah Bambang Subiyanto (Humas PT PUSRI), pihak kepolisian dan Koramil. Dalam dialog terjadi jalan buntu, karena warga meminta kehadiran direksi untuk berdialog. Sementara Pihak PUSRI tidak bisa menghadirkan pihak direksi karena tidak ada ditempat. Tetapi perusahaan bersedia menghadirkan pihak PT Sucopindo yang sedang melakukan audit managemen pengelolaan lingkungan di PT PUSRI. Sampai kira-kira pukul 11.15 WIB pertemuan diskors untuk menunggu pihak Sucopindo. Sekitar sepuluh menit kemudian dialog dilanjutkan dengan hadirnya Agus Pranawa (PT Sucopindo), dan A. Muchtar (Bina Lingkungan PT PUSRI). Agus Pranawa memaparkan mekanisme audit untuk proses pembaruan sertifikat yang dilakuka di PT PUSRI. Menurutnya auditor akan objektif menilai kinerja dan mangemen lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tidak akan terpengaruh oleh beberapa faktor di luar. Artinya yang direncanakan akan diaudit oleh Sucopindo hanya pada tataran internal perusahaan.Meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi programperbaikan lingkungan di internalperusahaan. Sebaliknya warga mendesakkan bahwa audit terhadap PT PUSRI juga harus menjaring masukan dari masyarakat atas dampak yang dirasakan oleh warga akibat pencemaran PT PUSRI. Beberapa dampak yang dirasakan oleh warga adalah penurunan pendapatan ikan di Sungai Musi akibat pembuangan limbah cair. Kedua, gangguan pernafasan, diantaranya adalah peristiwa 29 September 2000 yang mengakibatkan 92 warga mengalami gangguan kesehatan (mata perih, muntah-muntah, dan pusing). Warga juga mendesakkan bahwa hasil audit ini dibeberkan kepada masyarakat umum (publik). Menyambung lontaran Agus Pranawa bahwa audit ini juga meihat apakah perusahaan telah memiliki progra untuk penyelesaian masalah dengan masyarakat disekitar pabrik, Walhi Sumsel memandang bahawa pendekatan ini dilakukan dengan tidak transparan dan masih menggunakan pendekatan-pendekatan kebaikan hati (karitatif) semata. Contoh kasus 29 September 2000 pihak perusahaan mati-matian bahwa memang benar ada beberapa warga yang mabuk tetapi bukan karena kebocoran amoniak (dilansir beberapa media massa), dan keluhan yang diderita warga adalah penyakit biasa sakit kepala (chepalgia) dan pharingitis. Tanpa pernah mengakui bahwa kejadian terganggunya kesehatan tersebut skala masal dan dalam waktu bersamaan dengn didahului kebocoran amoniak dari PUSRI IV sekitar 1 jam sebelumnya. Kedua, bahwa akar masalah adalah pencemaran disikapi dengan paket-paket bantuan tanpa pernah dengan serius memperbaiki sistem dan instalasi pengelolaa limbah. Pertemuan sempat diskors mengingat waktu shalat jum'at. Diakhir pertemuan ini setelah Rusli, warga 1 Ilir mempertanyakan apakah PUSRI mengakui telah melakukan pencemaran, A. Rahman tidak dapat mengelak bahwasanya PT PUSRI menimbulkan pencemaran. Dan pertemuan dilanjutkan untuk membahas lebih lanjut mengenai pertangungjawaban perusahaan terhadap permasalahan lingkungan, gantirugi dan jaminan kesehatan, serta fasilitas sosial. Pertemuan akan diikuti oleh perwakilan warga sebanyak 11 orang dan pihak direksi PT PUSRI. Palembang, 27 April 2001 Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan Syamsul Asinar K.P Polusi & Perkotaan