Pada hari Minggu, tanggal 13/11/2005 pukul 03:51 +0700, Oskar Syahbana
menulis:

> Nyambung dikit ah :-). Kalau dilihat dari jaman nenek moyang Indonesia
> sampe yang dulu - dulu, maka potret kebudayaan kita:
>      1. Makan bangsa sendiri. Ya itu, mandor - mandor tanah yang
>         biasanya nilep duit pengolahan tanah, padahal duitnya sendiri
>         udah dikit. Belum lagi bangsawan - bangsawan tukang tanah yang
>         menerapkan rodi buat memenuhi target sang kompeni.
>      2. Penjilat. Masih ada hubungannya sama yang di atas, rodi supaya
>         hasilnya banyak, jadi anak emasnya kompeni.
>      3. Individualistis. Penjajahan yang ada di Sumatra, ya bukan
>         urusan orang di pulau Jawa. Makanya bisa sampe 3,5 abad
>         dijajah...
>      4. Rendah diri. Menganggap kaum kulit putih bak dewa... makanya,
>         bisa dijajah 3,5 abad.

Bener, sakit hati kalau baca buku2 sejarah. Coba baca serial bukti-bukti
sejarah jakarta karya Adolf Heuken. Bisa dilihat betapa pusingnya dari
jaman dahulu, mulai dari Kerajaan X yang jual diri ke Portugis demi
mendapat sokongan militer hingga laporan sogok-sogokan di tingkat
bangsawan. 

Kebanggaan ternyata cuma sampai di betapa indahnya pemandangan alamnya
saja. Namun demikian dari berderet kesan negatif ada juga hal yang baik
dari nenek moyang. Misalnya konon orang-orang Makassar merupakan
orang-orang yang paling cerdas (bukan, bukan orang India loh). Itu kata
Tome Pires yang mengarang buku Suma Oriental (tulisan abad 16). Tome
Pires ini merantau jauh-jauh dari Portugis ke arabia lalu lewat pesisir
terus hingga ke nusantara.

Entah kalau buku ini dibaca lagi atau diterbitkan di Indonesia akan
tersandung SARA atau tidak, karena banyak cerita2 lucu, misalnya Suku Z
merupakan suku tersadis di antara daerah2 kunjungan beliau atau Raja Y
yang akan mengeksekusi setiap rakyat dewasa yang kelihatan batang
hidungnya saat Raja sedang jalan2. (Untung saya masih punya rekaman
lawakan Warkop thn 1979 yang penuh dengan lelucon berbau SARA)

> Itu kalo mau dilihat nenek moyang. Mending kita ngelihat realita
> sekarang:
>      1. Tahan banting. Tukang jualan nasi goreng di deket rumah saya
>         dari 
>      2. Pekerja Keras. Coba deh ke pasar... itu biasanya mereka tutup 
>      3. Suka berbagi. Ada seseorang penjaga masjid (juga deket rumah
>         ini) 

Ya, udah gitu harus punya sifat wajib: penyabar dan rela berkoban. Harus
bersabar dan rela berkorban karena harga minyak naik. Tidak peduli jurus
apa yang harus dikeluarkan supaya nanti sore masih bisa napas.

> Oskar Syahbana
> http://www.permagnus.com/
> http://blog.permagnus.com/

Kirim email ke