Medical Tourism Index 2020-2021 mencatat hanya beberapa negara Asia 
Tenggara yang masuk dalam peringkat wisata medis unggulan. Antara lain, 
Singapura (nomor 2), Thailand (nomor 17), dan Filipina (nomor 24). 
Sedangkan Indonesia belum berhasil masuk 46 besar. Hal ini sangat ironis, 
mengingat riset Patients Beyond Borders memperlihatkan warga Indonesia 
sangat gemar berobat ke luar negeri.
Mengapa Berobat di Indonesia Sangat Mahal

*Download* https://shurll.com/2wHU6z


Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, 
dan Keamanan ini menjelaskan, selain karena biayanya yang lebih murah dan 
pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri 
karena alat kesehatannya yang sangat lengkap. Padahal dengan sumber daya 
manusia dan sumber daya rumah sakit yang dimiliki, Indonesia sebetulnya 
bisa menjadi tuan rumah bagi warganya dalam berobat. Bahkan Indonesia 
seharusnya bisa menjadi pemain utama dalam wisata medis, menjadi tempat 
yang nyaman bagi warga dunia berobat.

"Sebagai tahap awal, pemerintah bisa mengkaji agar pajak terhadap alat 
kesehatan tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah. Khususnya terhadap 
alat kesehatan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Sehingga bisa 
meringankan beban operasional rumah sakit yang pada akhirnya meringankan 
rakyat jika ingin berobat. Begitupun terhadap pajak bahan baku obat, dan 
beban pembiayaan lainnya yang membuat biaya pengobatan menjadi mahal. 
Sebagai gambaran, di Malaysia saja, pajak untuk beberapa alat kesehatan 
sudah hampir nol persen, sehingga biaya berobat di sana jauh lebih murah 
dibanding Indonesia," jelas Bamsoet.

Mendengar kata rumah sakit saja, mungkin bagi sebagian besar masyarakat di 
Indonesia sudah membuat mereka takut. Lantaran, biaya pengobatan di rumah 
sakit terbilang sangat mahal. Belum lagi, adanya inflasi yang membuat biaya 
kesehatan setiap tahun semakin mahal saja.

Biaya kesehatan tahun 2023 diperkirakan akan mengalami kenaikan di 
Indonesia. Prediksi kenaikan inflasi biaya kesehatan ini tentunya lebih 
tinggi dibanding kenaikan rata-rata gaji karyawan di Indonesia. Hal ini 
pula yang menjadi alasan mengapa biaya kesehatan di Indonesia terbilang 
mahal.

*Suara.com - *Biaya berobat di tanah air yang sangat tinggi masih menjadi 
pekerjaan rumah bagi pemerintah, salah satu pemicu mahalnya biaya berobat 
adalah pengenaan pajak bagi alat kesehatan (alkes) yang cukup mahal.

"Influenser lebih memilih berobat ke Penang (Malaysia), karena murah. 
Dokter bilang mengapa mahal karena di Indonesia itu masih ada pajak alat 
kesehatan, dan masih tinggi di banding Malaysia," kata Sri Mulyani di 
Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Tidak dapat dipungkiri jika perawatan ke dokter gigi mempunyai tarif yang 
mahal. Walaupun memang mahal itu adalah suatu hal yang relatif yang tidak 
sama pada semua orang, namun yang biasanya menjadi pembanding adalah 
mengapa tarif dokter gigi sering lebih mahal daripada tarif dokter umum. 
Bahkan sebagian masyarakat yang sudah sadar pentingnya kesehatan gigi dan 
mulut pun terkadang menunda pergi ke dokter gigi karena mahalnya biaya.

Selain itu, biaya obat-obatan di Indonesia juga mahal. Kondisi ini tidak 
seperti di Malaysia yang jauh lebih murah karena pemerintahnya sangat 
mendukung kesehatan. "Obat-obatan juga belum seperti Malaysia. Banyak obat 
kanker lebih murah di Malaysia," ungkapnya.

PENYAKIT jantung koroner masih jadi salah satu pembunuh nomor satu di 
Indonesia. Di sisi lain, metode pengobatan yang dilakukan saat ini masih 
terbatas dan terbilang sangat mahal bagi kalangan menengah ke bawah.

Sebagaimana diketahui untuk menyatakan suatu produk dapat diterima sebagai 
obat, memerlukan penelitian panjang dan mahal. Bagaimana dunia kedokteran 
menyikapi pengobatan alternatif yang telah menjadi bagian dari kultur 
Indonesia? Tidak dapat dipungkiri pengobatan tradisional harus dirangkul 
bukannya ditolak ataupun dipinggirkan. Salah satu sumbangsih dunia 
kedokteran adalah dengan mengamati dampak klinis pasien yang datang berobat 
setelah mendapat pengobatan tradisional.

Penggunaan ARV di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama, yaitu sejak 1990. 
Hanya saja waktu itu penggunaanya masih mono terapi atau duo terapi. 
Penggunaan terapi tiga kombinasi obat ARV baru dapat dilaksanakan pada 
November 1999, ketika Pokdisus AIDS FKUI mulai melaksanakan Program Akses 
Diagnosis dan Terapi. Melalui program ini Pokdisus melakukan negosiasi 
kepada perusahaan farmasi paten (obat & reagen laboratorium). Upaya 
tersebut berhasil menurunkan harga obat sebayak 30% dari harga obat pada 
umumnya. Meskipun harganya telah berhasil diturunkan 30%, namun penggunaan 
ARV angkanya tidak banyak berubah. Hal ini dikarenakan untuk harganya untuk 
kebanyakan masyarakat Indonesia dirasakan masih sangat mahal .

Mengenai mengkonsumsi bisa ular sebagai obat, penjelasannya sama dengan 
yang di atas. Namun dengan penekanan harus sangat berhati-hati. Jangan 
sampai terjadi, ingin berobat dengan menggunakan bisa ular, tetapi malah 
mengundang bahaya yang berlipat-ganda. Yakni bahaya penyakit yang belum 
tentu dapat sembuh, ditambah lagi dengan bahaya bisa ular sebagai racun 
yang sejatinya memang harus dihindarkan.
eebf2c3492

-- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"TiddlyWikiDev" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to tiddlywikidev+unsubscr...@googlegroups.com.
To view this discussion on the web visit 
https://groups.google.com/d/msgid/tiddlywikidev/fe2c63d3-3828-4b35-8ad7-1496a5ccafd7n%40googlegroups.com.

Reply via email to