Note: forwarded message attached.


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Get email alerts & NEW webcam video instant messaging with Yahoo! Messenger
http://im.yahoo.com


Title: Siapkah menghadapi AFTA2003

 

Pemimpin Sejati dan Seni Mendengarkan
Oleh Priatna Agus Setiawan (WM-7) *)

Pada suatu kesempatan, saya bertemu teman lama di kota Bandung nan sejuk yang mulai memudar keramahannya. Setelah berbincang kesana kemari tentang pengalaman masing-masing, akhirnya ceritera bermuara tentang permasalahan yang terjadi di tempat kerjanya. Teman saya ini mempunyai seorang atasan yang memiliki sarana komunikasi begitu lengkap untuk melakukan komunikasi dengan bawahannya, mulai dari telepon genggam, pager, email dengan tiga alamat dan satu diantaranya khusus digunakan atasannya berkunjung ke luar negeri, mobil communication (komunikasi untuk jarak jauh), dan tentunya telepon kantor dan telepon di rumahnya beserta mesin faksimilinya. Dengan sarana yang lengkap tersebut, sang atasan saya berharap agar semua bawahannya tidak mengalami kesulitan dalam menyampaikan berbagai informasi yang terjadi di perusahaan yang dipimpinnya. Untuk melengkapi itu semua, seminggu sekali selalu diadakan rapat dengan semua bawahan yang berada di bawah tanggung jawabnya.

Cukup beralasan, jika atasan rekan saya ini memiliki begitu banyak sarana komunikasi, karena pada saat yang bersamaan, sang atasan ini menangani tiga perusahaan dengan menduduki jabatan setingkat direksi. Di tempat rekan saya bekerja, disamping sebagai pimpinan tertinggi, ia juga sekaligus sebagai salah satu pemiliknya. Namun, kesehariannya ia lebih aktif dan lebih senang memimpin salah satu dari dua perusahaan lainnya sebagai profesional sejati. Dengan tiga jabatan tersebut, tidak heran jika setiap harinya minimal 20 inbox email hadir di komputernya yang selalu dibawa serta kemana pun ia pergi.

"Kalian harus aktif memberikan informasi kepada saya. Kejar selalu saya, jika ada masalah yang harus segera diputuskan. Hubungi saya di hand phone, telepon kantor atau rumah, pager, faksimili, lewat email, atau mengirim langsung berkas-berkas yang harus saya baca ke rumah. Pasti saya akan baca laporan kalian". Demikian pesan yang selalu disampaikan dalam setiap kesempatan rapat mingguan yang diadakannya. Namun, dari sekian banyak sarana komunikasi yang disediakan, ternyata semua bawahannya lebih senang menggunakan sarana selain HP dan telepon. Semua informasi, apakah menyangkut masalah yang penting dan segera untuk diputuskan atau hanya sekedar informasi saja, semuanya menggunakan sarana yang bersifat one way communication. Jika ada masalah yang harus segera diputuskan, sang atasan ini justru yang menggunakan HP dan telepon untuk menghubungi bawahannya sebagai sarana untuk menjawab semua permasalahan yang terjadi.

"Saya malas telepon sama bos", begitu selalu jawabannya jika ditanya mengapa para bawahannya tidak mau langsung berkomunikasi dengan atasannya. "Tidak pernah saya diberi kesempatan untuk beradu argumen. Jadi, kalau saya terima telepon dari bos, saya harus siap menjadi pendengar yang baik", demikian jawaban rekan saya tersebut. "Demikian pula halnya yang terjadi dalam rapat mingguan, kami semua seakan  akan berperan sebagai pendengar radio yang setia", ceritera rekan bersemangat. "Masa sih selalu begitu? Apakah tidak pernah sama sekali bawahannya punya ide atau kesempatan untuk bicara?" sela saya keheranan. "Pernah dan dapat dikatakan sering juga sih menyampaikan ide  idenya, tetapi belum selesai saya bicara dan menjelaskan inti masalahnya, selalu saja dia memotong dan langsung menjawab atau menjelaskan apa yang kami maksud. Seakan  akan dia tahu persis apa isi hati kami masing-masing. Pokoknya, semua teman saya pun punya masalah yang sama dalam hal komunikasi ini. Makanya, saya lebih suka mengirim informasi atau laporan melalui email. Capai saya jika berhadapan dengan dia. Lebih banyak ngomelnya daripada memberikan pengarahan".

Kisah selanjutnya, rekan saya mengatakan bahwa setiap instruksi atau pengarahan yang disampaikan atasannya selalu saja keliru dan hampir tidak pernah sesuai dengan apa yang diharapkan dari instruksinya. Sehingga setiap pertemuan, selalu saja yang terjadi adalah omelan dan cacian dari sang atasan.

Dengan raut muka yang nampak dibebani berbagai kemelut, rekan saya ini bertanya: "Apakah pemimpin diperusahaan lain pun memiliki sifat atau karakter seperti tu?" "Tentu saja tidak", jawab saya dengan cepat dan tegas, jika pemimpin tersebut mengikuti apa yang ditulis oleh J. Donald Walters dalam bukunya The Art of Supportive Leadership. Dalam bukunya, Walters menyatakan bahwauntuk menjadi seorang pemimpin yang baik, maka ia harus terlebih dulu menjadi pengikut yang baik pula. Namun, begitu banyak pengikut yang baik tidak bisa menjadi pemimpin yang baik, hanya diakibatkan karena mereka tak punya keberanian memikul tanggung jawab pribadi atas kegagalan sebuah proyek. Maka, lebih tepat lagi jika dikatakan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah juga seorang pendengar yang baik. Dia harus termotivasi untuk mencari hal yang benar dan tepat, dan dengan demikian mau mendengar serta  jika memang meyakinkan  mengadopsi sudut pandang orang lain, kendati pada mulanya terkesan bertentangan dengan sudut pandangnya sendiri.

Penulis buku lainnya,
Stephanie Barrat-Godefroy, menguraikan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin sejati adalah harus mampu mempengaruhi orang lain. Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ini, senjata ampuhnya adalah harus memiliki seni mendengarkan. Mengapa harus mendengarkan? Memang, kebanyakan orang senang berbicara mengenai diri sendiri, baik mengenai keberhasilan maupun masalah mereka. Padahal, jika ingin menjadi seorang pemimpin sejati ia harus pandai mendengarkan. Jika seorang teman atau bawahan ingin menyampaikan masalah yang dihadapinya, pergunakanlah telinga dengan penuh simpati dan perhatian. Jika dia minta nasehat, berikan beberapa anjuran. Jangan sekali- kali membicarakan masalah Anda sendiri. Orang tersebut tidak ingin mendengarkan apa yang Anda katakan. Tetapi jika Anda ingin mempengaruhi orang itu supaya melakukan sesuatu untuk Anda, maka dengarkanlah apa yang mereka sampaikan.

Belajar dari ceritera rekan saya di atas, ternyata sangatlah sederhana permasalahannya. Untuk menjadi seorang pemimpin yang sejati dan disegani salah satu kemampuan yang diperlukan adalah mendengarkan. Tetapi, mangapa banyak orang yang kemampuan mendengarkannya begitu rendah. Padahal, sejak lahir kita dianugerahkan Tuhan dua telinga dan satu mulut. Dua telinga berfungsi sebagai alat pendengaran, dan mulut berfungsi sebagai sarana untuk berbicara. Tuhan menghendaki bahwa kita, sebagai hambanya, harus pandai mendengarkan dua kali lipat dibandingkan dengan berbicara. Untuk memanfaatkan anugerah Tuhan ini, berikut diuraikan lima kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan. Kiat pertama adalah berhenti berbicara. Tahan keinginan Anda untuk berbicara atau hanya sekedar memberi komentar dengan mengendalikan emosi Anda saat rekan atau bawahan Anda menyampaikan pendapatnya. Kedua, tunjukan minat terhadap topik pembicaraan orang lain dengan cara mengajukan pertanyaan. Ketiga, ciptakan suasana tentram bagi pembicara dengan cara menampakkan raut wajah yang bersahabat dan senyuman yang ramah. Keempat, berempatilah dengan pembicara. Seandainya Anda sebagai orang yang hendak menyampaikan pendapatnya kepada orang lain atau atasan Anda, apa yang Anda harapkan dari mereka? Posisikan diri anda sebagai orang lain yang sedang berbicara. Kelima, jadilah orang sabar agar dapat melaksanakan keempat kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan tersebut. Menjadi orang sabar tentunya memerlukan waktu dan perjalanan waktu akan menuntun Anda menjadi seorang pemimpin yang sejati.


Priatna Agus Setiawan (WM-7) adalah pengamat bidang pengembangan manajemen SDM.
 


 

Sponsor Advertisement


Mailing List SMA Negeri 1 Jember
Untuk mengirim imel : [EMAIL PROTECTED]
Untuk unsubscribe   : [EMAIL PROTECTED]
Untuk subscribe     : [EMAIL PROTECTED]

JANGAN LUPA PULANG KE JEMBER


Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.


Kirim email ke