Gelombang Baru Gempur Operator Kabel

Moch S Hendrowijono

Masyarakat maju menuntut penyediaan sarana telekomunikasi yang canggih,
makin bersifat pribadi dan bergerak. Akibatnya, layanan telepon tetap
kabel (fixed wireline) cenderung ditinggalkan jika hanya menyediakan
POTS (plain only telephone service), menyalurkan suara saja.

Kecenderungan ini membuat operator telepon kabel terbesar, PT Telkom,
mau tak mau harus mengubah paradigmanya. Utamanya dari pemain tunggal
menjadi pemain yang siap berkompetisi dengan memanfaatkan jaringan yang
ada.

Ketika tidak punya pesaing, sikap Telkom terhadap calon pelanggan
sangatlah arogan, leave it or take it. Kalau calon pelanggan minta
layanan yang tidak disediakan Telkom, pilihannya hanya dua: ambil atau
tidak ambil, Telkom tak peduli, antrean masih panjang.

Penggunaan telepon untuk percakapan (voice) turun 8 persen per tahun,
ketika industri telekomunikasi mulai liberal. Pemain, terutama nirkabel,
banyak dan produknya cocok dengan kebutuhan pelanggan yang ingin
bergerak (mobile). ARPU (average revenue per user/rata-rata pendapatan
dari tiap pelanggan) Telkom makin turun, dari Rp 250.000 per bulan lima
tahun lalu kini di kisaran Rp 100.000.

Walau punya telepon kabel, orang lebih suka ponsel yang sangat pribadi
dan dimiliki setiap anggota keluarga, bahkan sudah sampai ke jajaran
pembantu, tukang sayur dan juga pemulung. Era telepon kabel untuk
layanan suara mulai menyusut meski tidak berarti kabel telepon tidak
lagi dibutuhkan.

Telkom tidak punya pilihan, harus mencari layanan baru berbasis kabel
tetapi memenuhi kebutuhan masyarakat maju, yang lebih ke gaya hidup
(life style), tidak sekadar memenuhi standar ISO, iso muni (bisa bunyi).
Dari penyedia jasa POTS yang tunggal, PT Telkom harus mampu menyediakan
layanan beragam, triple play berupa data, video dan suara, yang beranjak
ke multiplay jika ditambah kemampuan bergerak.

Ke depan layanan itu akan diberikan dalam satu paket dan bukan tidak
mungkin layanan suara malah jadi bonus, bukan layanan utama yang
dihargai mahal oleh operator. Kelak jika seorang calon pelanggan minta
sambungan telepon kabel, ia sudah sekaligus mendapat paket video
televisi, internet kecepatan tinggi dan suara. Pelanggan bisa memesan
film (video on demand), tayangan olahraga, permainan (game) dan acara
interaktif, tidak hanya menerima jatah yang dipancarkan stasiun TV.

Ketika seisi rumah menonton tayangan komedi situasi, sang ayah sibuk
mengunduh berbagai data dan laporan lewat komputernya, si sulung sedang
kirim email lewat internet, si embok pembantu tetap bisa menelepon
pedagang ayam minta dikirimi ceker yang disukai si bungsu. Semua lewat
satu kabel yang sama, tidak saling ganggu.

Dirut PT Telkom Rinaldi Firmansyah Maret lalu pulang kampung karena
orangtuanya wafat. Ia mampir ke satu sentral telepon kecil di
kampungnya, lalu bercakap-cakap dengan orang setempat. Ia katakan, tak
lama lagi pelanggan PT Telkom akan bisa melihat lawan bicaranya, tidak
hanya mendengar suaranya saja.

Orang di kampungnya itu sangat antusias. Dalam pandangan sederhana
mereka itu berarti memperpendek jarak dan waktu, bisa menatap kerabat
yang diajak bicara. Sehingga tanpa ucapan pun, komunikasi mata
menyempurnakan silaturahim.

Layanan yang dikatakan Rinaldi tadi itu yang mereka sebut TIME,
telekomunikasi, informasi, media dan entertainment (hiburan). Kemampuan
multiplay inilah yang tidak dimiliki oleh telepon nirkabel.

British Telecom (BT) yang bukan operator seluler tidak pernah surut
walau jasa voice sudah ditinggalkan karena mampu memberi jasa multiplay.
Operator seluler Verizon di Amerika mengakuisisi operator kabel untuk
melengkapi layanannya.

Gelombang baru, new wave, menuntut Telkom mengoptimalkan jaringan
kabelnya tanpa meninggalkan layanan suara. Di sisi lain, efisiensi juga
harus dilakukan dengan melangsingkan portofolio anak perusahaan dan
mengurangi duplikasi. Misalnya dengan menyelaraskan jasa PT Telkom
dengan anak perusahaannya, PT Telkomsel, memanfaatkan keahlian dan
prasarana bersama untuk layanan nirkabel FWA (fixed wireless access)
Flexi.

Pengembangan gelombang baru ditandai dengan layanan pita lebar
(broadband) lewat Speedy, juga merambah ke layanan TI, bisnis portal dan
solusi terpadu yang sangat dibutuhkan kalangan korporasi. Pelanggan
Speedy sudah mencapai 250.000 dan ditargetkan jadi 1,5 juta pelanggan
hingga akhir tahun ini lewat penggelaran jaringan serat optik dan
penguatan jaringan tulang punggung (backbone) nasional.

Insync2014 jadi kendaraan Telkom untuk menjadikannya operator multiplay
yang semula ditargetkan akan terwujud pada 2016, namun diyakini sudah
tercapai pada tahun 2014. Pada tahun ini, pelanggan bisa mendapat
layanan pita lebar yang menyediakan layanan triple play dengan mutu
layanan di atas 2 Mbps, juga virtual private network (VPN) instan dan
jasa lain yang dibutuhkan manusia modern ke depan.

Tetapi agak sulit dicerna awam jika Telkom menggelar layanan tanpa
sosialisasi dan promosi kepada masyarakat yang sebetulnya membutuhkan.
Sosialisasi pun harus dilakukan sejak layanan masih dalam uji coba
karena butuh waktu untuk mengajak masyarakat menuju pemahaman.

Moch S Hendrowijono Wartawan, Bermukim di Cisarua, Bandung

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke