Christanto Suryadarma, Arek Porong Yang Jadi Petinggi Microsoft Asia
Pasifik

Lulus Insinyur dari UKSW, Mengajar di ITB

Hobi membawa berkah. Itu yang dirasakan Christanto Suryadarma yang sejak
muda gemar mengotak-atik komputer. Kini kegemaran itu mengantarkan Chris
menduduki posisi puncak Microsoft wilayah Asia Pasifik.

AGUS WIRAWAN, Jakarta

Tepat menjelang buka puasa, seorang pria perlente berjas hitam datang
menemui Jawa Pos yang sudah menunggu di lobby Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Tak memakan waktu lama, pria itu langsung mengajak berbuka puasa di
Grand Club Restaurant yang ada di hotel itu.

"Maaf tadi macet sekali. Saya baru datang dari Singapura karena besok
ada meeting dengan Microsot Indonesia. Silahkan berbuka puasa dulu,"
ujar Chris yang menjabat regional director OEM (original equipment
manufacturer) Microsoft Asia Pasifik.

Sambil makan kurma dan hidangan kecil lainnya, Chris mulai menceritakan
perjalanan hidupnya hingga menjadi salah satu orang penting di
Microsoft. Pria berusia 44 tahun asal Porong, Sidoarjo, itu mengaku
mulai bekerja di bidang IT (information technology) sejak tahun 1989
setelah lulus dari Fakultas Teknik Elektro Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) Salatiga.

"Saya ikut seleksi Astra Graphia. Masuk ke divisi komputer jadi tukang
instal komputer di perusahaan-perusahaan seperti Caltex dan Inco,"
ujarnya.

Selama bekerja di Astra Graphia itu, Chris mengaku juga sering diminta
memberikan kuliah tambahan bagi para mahasiswa Institut Teknologi
Bandung (ITB) yang ingin mendalami bidang komputer. Dia aktif memberikan
bantuan pemikiran di PIKSI (Pusat Ilmu Komputer dan teknologi Informasi
ITB) yang dipimpin Kusmayanto Kadiman-sekarang Menristek.

"Saya kenal Pak Kus cukup lama, saya diminta ngajar jaringan waktu itu
di PIKSI," lanjutnya.

Sekitar enam tahun kerja di Astra Graphia, Chris dipercaya menjadi
support manager yang membawahi semua sistem dan mengatasi permasalahan
seluruh pelanggan se-Indonesia. Tapi kemudian, dia juga dipercaya
memegang posisi sales. "Jadi dikasih dua jabatan, yang satu teknik
satunya jualan. ?Saya juga diminta beresin banyak proyek komputerisasi
di Group Astra. Waktu itu saya mulai kenalkan solusi IT baru seperti
SAP, " tukasnya.

Delapan tahun berkecimpung di bidang IT, Chris akhirnya memutuskan untuk
break dari IT. Dia akhirnya bergabung dengan Keris Group, sebuah
perusahaan produsen batik, tekstil, benang, garmen dan retail. Di
perusahaan itu Chris menjadi Asisten Presdir (almarhum) Handiman
Tjokrosaputro. "Beliau yang ngajarin saya bisnis. Saya diminta
menganalisis prospek dan financing ekspansi bisnis. Tapi juga bawa
tasnya Bapak kemana-mana. Kacunglah," ujarnya sambil tertawa.

Setelah dua tahun berada di Grup Keris, ternyata roh IT masih menantang
jiwa Christanto. Dia kemudian menerima lamaran perusahaan micro
processor -Intel yang akan membuka cabang di Indonesia pada tahun 1996.
Dua tahun di Intel Indonesia, Chris dirujuk bekerja ke Intel Australia.

"Saya dikasih waktu percobaan tiga bulan tapi ternyata malah sampai
empat tahun di sana. Saya nggak nyangka juga, karena awalnya saya cuma
bilang ingin belajar keluar negeri," tuturnya.

Bekerja di Australia tidak membuat Chris bimbang. Asalkan profesional
dan mampu berkomunkasi dalam bahasa Inggris dengan baik maka tidak akan
ada masalah. "Saya sebelumnya belum pernah ke Australia waktu itu. Jadi
benar-benar orang baru. Mulai dari bawah. Tapi dengan bantuan
teman-teman saya bisa pegang posisi group manager," cetusnya.

Di Negeri Kanguru itulah, Chris pertama kali memiliki anak buah bule.
Saat itu, Chris adalah satu-satunya orang Asia yang pegang posisi
marketing dan sales, ada juga orang Asia lain tapi kebanyakan di
engineering. Selama empat tahun di sana, Chris dipercaya menangani klien
dari perusahaan-perusahaan besar di Australia di bidang telekomunikasi,
airlines, banking, dan finance. "Dari Australia saya dipindah ke kantor
pusat Intel Asia Pacific Singapura," jelasnya

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke