Kanggo abdi pribados oge...tos teu aya deui rasa kareueus kanu namina
dokter...dimata abdi profesi dokter ngan ukur profesi milarian artos alias
kasab teu beda jeung tukang dagang. Euweuh nilai 'amal sholeh'-na dina eta
pagawean, 100% didamel sapertos abdi didamel milarian artos, heup sakitu.
Padahal zaman kapungkur zaman artos lain raja, profesi eta kacida muliana,
pinuh ku amal sholeh, pinuh ku tutulung nu butuh, tatalang nu susah, deudeuh
teuing dokter...setan geus sukses mangpalerkeun kaalusan profesi maraneh,
padahal Kangjeng Nabi kantos muji profesi maraneh...hanjakal dunia geus
mangpalerkeun maraneh.



-----Original Message-----
From: urangsunda@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Gunawan Yusuf
Sent: Monday, January 06, 2003 9:26 AM
To: "Undisclosed-Recipient:;"@scandium.telkom.co.id
Subject: [Urang Sunda] HATI2x IMUNISASI ANAK

> >
> >
> >  Dari milis tetangga,
> >
> >  Mungkin bermanfaat..
> >
> >
> >
> >  -----
> >
> >
> >  From : Istriyanto
> >  Sent: Tuesday, April 26, 2005 4:29 PM
> >  Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA
> >
> >
> >  Ini kisah  nyata  yang saya  alami, sebagai  informasi / pelajaran
bagi
> >  Rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang
saya
> >  alami.
> >
> >  Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya 
> > menikah pada  pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri  
> > "I"  yang
dulunya
> > juga adalah
> >  karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk 
> > mematuhi  peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama 
> > Karyawan), Istri  saya mengundurkan diri dari Perusahaan.
> >
> >  Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali 
> > keguguran, yang  pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan 
> > yang kedua sempat di  Operasi "Kuretase" karena usia 
> > kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.
> >
> >  Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS 
> > "A" Panglima Polim/Jakarta ,  karena Istri saya 
> > "kecapaian"  (Istri saya bekerja di Perusahaan lain  
> > setelah pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah".
> > Dokter memeriksa
> >  hasil Lab. komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat 
> > penyakit yang  menyebabkan Istri saya keguguran. Jadi secara medis 
> > memang penyebabnya hanya  "Kecapaian" dan 
> > "Kandungannya lemah". Jadi jika
suatu
> > saat Istri saya hamil
> >  lagi, dokter menyarankan harus extra hati-hati dalam merawatnya.
> >
> >  Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah 
> > terlambat
> > bulan)
> >  ke dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri 
> > saya kembali dinyatakan Hamil,  keluarga kami begitu bahagia 
> > mendengar berita ini. Lalu saya dan Istri  dengan sangat hati-hati 
> > merawat kehamilan ini. Segala saran-saran
dokter
> >  kami laksanakan dengan baik, minum penguat janin, vitamin-vitamin, 
> > susu ibu  hamil, menjaga kesehatan makanan, makan makanan bergizi, 
> > menjaga  pantangan-pantangan ketika Hamil, dan bahkan untuk menjaga 
> > kehamilannya  (pada saat itu berumur 5 bulan), Istri saya rela 
> > kembali keluar dari tempat  kerjanya (saat itu masih bekerja pada 
> > Bank "B") dengan tujuan ingin  benar-benar konsentrasi 
> > dalam merawat/menyusui anak.
> >
> >  Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik 
> > (walau  dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu 
> > apapun, beratnya  3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami 
> > sangat bahagia atas  peristiwa ini.  Kembali Segala saran-saran 
> > dokter (Dokter Anak: Prof.
> > "R" di
> >  RS "A") kami laksanakan dengan baik, minum 
> > vitamin-vitamin, susu ibu  menyusui, menjaga kesehatan 
> > makanan/perlengkapan makan, makan makanan  bergizi, menjaga 
> > pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin melakukan  
> > Imunisasi.
> >
> >  Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami, pada saat 
> > anak/bayi kami  berusia +/- 7 bulan, untuk kesekian kalinya kami 
> > datang untuk
imunisasi,
> >  pada saat itu kami datang ke dr Anak kami Prof. "R" di RS 
> > "A" , namun pada  saat itu beliau tidak masuk, diganti 
> > oleh dokter pengganti/wanita yang masih  muda/mungkin dokter baru 
> > (namun saya lupa namanya). Begitu melihat
jadwal
> >  pada buku RS anak saya, dokter tersebut langsung siap melakukan
imunisasi
> >  terhadap anak saya, "hari ini imunisasi HIB ya ?!" , saya
&
> > istri tahu bahwa
> >  imunisasi HIB tersebut salah satunya untuk mencegah radang Otak,
makanya
> >  Istri saya sempat bertanya, "dok, seandainya imunisasi ini 
> > tidak dilakukan  bagaimana ya ?!", lalu dokter pengganti 
> > tersebut menjawab dengan nada agak  ketus, "apakah ibu mau, 
> > anak ibu jadi Idiot?! (sambil memperagakan tampang  muka orang yang 
> > idiot dengan lidah dijulurkan keluar)" . Karena begitu  
> > sayangnya kami dengan anak kami, sudah ba rang tentu kami tidak mau
anak
> >  kami idiot, lagi pula saya saat itu berfikir demi kesehatan anak 
> > kami  tentulah kami menuruti apa kata dokter yang lebih 
> > tahu/berpengalaman dengan  imunisasi tersebut. Lalu tanpa memeriksa 
> > dengan seksama kondisi anak
kami
> >  dalam keadaan fit/tidak, dan perlu tidaknya imunisasi tersebut 
> > kembali  diberikan kepada anak saya (karena sebelumnya pada saat 
> > berumur +/-  5 bulan  anak kami telah pernah diberikan imunisasi HIB 
> > I) dokter pengganti tersebut  langsung memberikan suntikan imunisasi 
> > HIB II kepada anak saya.
> >
> >  Dua hari setelah pemberian imunisasi HIB yang kedua tersebut anak 
> > kami  mengalami panas, lalu turun, panas lagi lalu turun ( 2 atau 3 
> > hari
sekali
> >  pasti mengalami panas ) dan anehnya panasnya hanya dikepala dan di  
> > pundak/leher serta di ketiak saja, badan/tangan dan kakinya tidak. 
> > Hal ini  berlangsung +/- selama dua minggu, jika sedang panas, 
> > panasnya pernah sampai
> >  40,6 derajat C.
> >
> >  Sewaktu di kantor saya sempat bertanya kepada rekan-rekan yang 
> > masih/pernah  punya anak kecil mengenai panas anak saya, banyak 
> > diantara mereka yang  bilang panas setinggi itu berbahaya, malah 
> > sebagian teman bilang
anaknya
> >  panas "cuma" 38 derajat C saja sudah Step/kejang-kejang,
namun
> > sampai hari
> >  itu anak saya belum pernah Step/kejang-kejang, padahal panasnya
beberapa
> >  kali sampai 40 derajat C, dan biasanya akan turun dengan 
> > sendirinya,  paling-paling hanya rewel, susah tidur. Saya mulai 
> > Panik dan khawatir, takut  jika anak saya tiba-tiba kejang/step di 
> > rumah.
> >
> >  Dan Saya mulai ke dokter, kebetulan di dekat rumah ada dokter Umum 
> > di
RS.
> >  "D" ( Berhubung waktu itu hari minggu tidak ada dokter 
> > Spesialis anak yang  Buka ). Dokter tersebut memberikan beberapa 
> > macam obat, ada yang syrup, ada  yang serbuk. Setelah memakan 
> > obat-obatan tersebut selama 3 hari, anak kami  masih belum membaik ( 
> > panasnya masih naik turun ), lalu kami ke RS "A"  tempat 
> > dokter anak saya Prof. "R" dimana selain diberi obat-obatn 
> > juga  disarankan untuk memeriksakan darah anak saya ke Lab. (waktu 
> > itu saya  langsung periksakan anak saya ke Lab. "P" yang 
> > sudah berpengalaman), Karena  setelah kami ketahui hasilnya 
> > "negatif/tidak ada penyakit"
dan
> > obat dari
> >  Prof. "R" di RS "A" juga belum efektif 
> > menyembuhkan panas anak saya,  akhirnya saya membawa anak saya ke RS 
> > "B" Cikini ( karena
saya
> > tahu di RS
> >  "B" ada ruang perawatan anak, jika memang anak saya perlu 
> > di rawat).
> >
> >  Di sinilah ketabahan/kesabaran kami di uji. Saya datang pertama 
> > kali ke RS  "B" cikini, Kamis 17 Maret 2005 pagi +/- jam 
> > 7.00 Wib, dan setelah bertanya  kesana-kemari saya langsung membawa 
> > anak saya ke UGD (Unit Gawat
Darurat)
> >  karena masih pagi, dan disana ada dokter jaga, setelah dilakukan
beberapa
> >  tindakan lalu +/- jam 08.30 saya bawa anak saya ke dokter Spesialis
anak
> > dr.
> >  "N", baru kemudian diminta untuk di bawa ke ruang 
> > perawatan untuk di rawat.
> >
> >  Pintarnya RS, setiap mereka akan melakukan tindakan medis terhadap 
> > anak  kami, kami/orang tua harus menyetujui terlebih dahulu tindakan
tersebut,
> >  dengan catatan apabila orang tua pasien tidak menyetujui suatu 
> > tindakan  medis, kami juga disodorkan surat penolakan tindakan 
> > medis, yang didalamnya  tertera apabila terjadi apa-apa terhadap 
> > anak saya, maka pihak RS tidak  bertanggung jawab karena tindakan 
> > medis yang akan mereka lakukan tidak  disetujui. Itu artinya 
> > kami/pasien bagai memakan buah simalakama, dan  tentunya harus 
> > mengikuti semua langkah-langkah medis yang dilakukan
oleh
> >  pihak RS, karena memang tidak ada pilihan lain.
> >
> >  Anak saya langsung di infus dan diambil darahnya untuk pengecekan
(karena
> >  hasil cek darah yang saya bawa dari Lab "P" sebelumnya
menurut
> > pihak RS bisa
> >  berubah) walaupun akhirnya hasilnya juga masih "negatif"
tidak
> > diketahui
> >  penyebab/penyakit panas anak saya. Kemudian atas anjuran dokter 
> > anak
saya
> >  harus puasa dari jam 15.00 (tiga sore) sampai dengan 21.00 
> > (sembilan
> > malam)
> >  kerena akan diambil darahnya lagi untuk pemeriksaan. Selama waktu 
> > tersebut  kami sedih melihat anak saya, walaupun ada infus di 
> > kakinya, namun anak saya  tampak ingin makan/minum, namun kami tidak 
> > berikan walau mulutnya
seperti
> >  orang yang kehausan. Kami sangat mengkhawatirkan fisik anak saya.
> >
> >  Benar saja apa yang Saya dan Istri saya khawatirkan terjadi, esokan  
> > hari/Jum'at subuh begitu panas anak saya kembali tinggi sampai lebih
dari
> > 40
> >  derajat C, anak saya langsung kejang/Step (padahal sewaktu di rumah
belum
> >  pernah sekalipun anak saya kejang/Step seperti saat itu), 
> > suster-suster RS  mulai memberikan anak saya Oksigen melalui selang 
> > ke hidung, dan karena  panas/Kejangnya lebih dari 1/2 jam, maka anak 
> > saya pagi itu juga
langsung
> > di
> >  bawa ke ruang ICU/PICU (Pedriatic Intensive Care Unit). Anak saya 
> > di  diagnosa awal "kemungkinan" terkena Radang Otak yang
disebabkan
> > oleh
> >  Virus/bakteri, sehingga mengganggu fungsi pengaturan suhu tubuh. 
> > Dan dokter  bilang kemungkinan sembuhnya hampir tidak ada,  kalaupun 
> > sembuh akan
ada
> >  efek sisa, misalnya jadi Idiot, Lumpuh, dsb. (Pihak RS langsung 
> > Pesimistis  untuk penyembuhan anak saya).
> >
> >  Di ICU anak saya di rawat oleh Tim Dokter, dengan ketua Timnya 
> > yaitu
dr.
> > "Y"
> >  (dokter spesialis anak senior RS "B"), dengan anggota
beberapa
> > dokter
> >  Spesialis THT, Syaraf, Urologi, Bedah, dsb. Ditambah dengan  
> > dr.Konsulen/semacam penasihat, yaitu Prof. "A" dari RS 
> > "C", selain dokter  tim tersebut dibantu oleh beberapa 
> > orang suster yang dalam sehari bekerjanya  dibagi menjadi 3 shift, 
> > suster-suster inilah yang memonitor
perkembangan
> >  kesehatan anak kami tiap saat. Suster juga sama seperti karyawan di 
> > kantor  kita, ada yang teliti, ada yang rajin, ada yang baru/belum
berpengalaman,
> >  ada yang text book, ada yang kurang berani bertindak, dsb.
> >
> >  Sabtu subuh (hari ke dua perawatan) anak saya kembali panas tinggi 
> > dan  kembali kejang, kali ini suster jaga pada saat itu terlihat 
> > kurang  tanggap/cekatan dalam memberi tindakan terhadap anak saya, 
> > malahan pada saat  kejang, karena tenaga medis tidak begitu 
> > "care", Istri saya sendiri yang  harus mengganjal mulut 
> > anak saya dengan alat pengganjal agar lidahnya tidak  tergigit, dan 
> > karena terlalu lama tidak ditangani dengan baik akibatnya anak  saya 
> > semakin lemah, terlihat pada mesin yang memonitor Oksigen dan 
> > Jantung  anak saya saturasinya (istilah mesin tsb) terus menurun. 
> > Pada saat tim  Dokter datang kondisi anak saya sudah memburuk, 
> > bahkan pada layar
monitor
> >  mesin saturasi sempat terlihat "Flat", artinya 
> > paru-paru/oksigen dan jantung  anak saya telah berhenti bergerak. 
> > Saya dan Istri langsung Shock dan lemas  tangis pun tak terbendung. 
> > Beberapa tenaga medis terus berusaha memompa  secara manual nafas 
> > anak saya, lalu mereka segera memasang mesin  Ventilator/alat bant u 
> > pernafasan (mesin yang sama dengan yang
digunakan
> >  Almh. Sukma Ayu) dan menyalakannya. Seperti biasa pihak RS 
> > menyodorkan surat  persetujuan tindakan pemasangan mesin tsb.  Pada 
> > saat itu saya & istri  sangat Shock, sehingga konsentrasi kami 
> > hanya kepada anak kami
tersebut,
> >  oleh karena saya tidak begitu memperdulikan surat persetujuan 
> > melakukan  tindakan yang disodorkan RS, akibatnya pihak RS langsung 
> > mencopot
kembali
> >  selang-selang yang terpasang dan mematikan mesin/listrik Ventilator
tsb.
> >  Kami kesal dan marah (walau hanya di dalam hati), lalu segera 
> > meraih surat  persetujuan tindakan tsb dan menandatanganinya, 
> > barulah alat tersebut  kembali dipasang/dinyalakan, dan selamatlah 
> > nyawa anak saya ketika itu  (padahal menurut hemat saya hitungannya 
> > hanya detik untuk mengambil  keputusan tersebut/terlambat sedikit 
> > mungkin akan berbeda ceritanya).
> >
> >  Kurang lebih dua minggu alat Ventilator itu terpasang, dan dua 
> > minggu
itu
> >  pula kami mengalami pengalaman yang sangat pahit dalam kehidupan 
> > kami, kami  menyaksikan betapa tersiksanya anak yang kami sayangi 
> > yang terus
menerus
> >  dilakukan tindakan medis, diantaranya :
> >  1. Diambil darahnya yang hampir setiap hari (dengan cara disedot 
> > dengan alat  suntik), walaupun hasil Lab.-nya selalu negatif dengan 
> > jumlah
pengambilan
> >  dalam sehari bisa 3X, dan dalam sekali ambil antara 5 - 10 CC 
> > darah, padahal  kondisi anak saya ketika itu sangat lemah/terlihat 
> > kuning seperti
kurang
> >  darah. Diambil sampel Urine, sampel cairan dari perut, Bahkan 
> > sampai diambil  contoh cairan otaknya (melalui penyedotan pada ruas 
> > tulang belakang)  walaupun hasilnya juga negatif.
> >  2. Berganti-ganti tempat untuk memasukan jarum Infus, dari 
> > vena-vena di  kepala, tangan, kaki, selangkangan, malah karena Tim 
> > medis sudah kesulitan  memasukan jarum infus, tim medis melakukan 
> > tindakan Vena Sectio
(operasi
> >  kecil/merobek kulit/daging terluar) untuk dicari pembuluh vena yang 
> > berada  agak ke dalam agar jarum infus dapat memasukan cairan infus 
> > ke tubuh
anak
> >  saya. Kedua pergelangan tangan dan kaki anak saya telah di-Vena Sectio.
> >  3. Bius Total, dengan alasan takut mesin Ventilator tidak berfungsi 
> > dengan  baik apabila anak saya dalam keadaan sadar.
> >  4. Diberi obat-obatan/anti biotik berganti-ganti sesuai 
> > indikasi/kemungkinan  (Baru kemungkinan/seperti coba-coba) 
> > penyakitnya yang kadarnya
tergolong
> >  keras, yang sudah pasti banyak efek sampingnya.
> >  5. Karena sudah tidak ada tempat untuk Infus dan pengambilan darah
(semua
> >  titik venanya telah habis), beberapa kali tindakan 
> > infus/pengambilan darah  tidak berhasil dilakukan, lalu dicoba lagi 
> > dan di coba lagi sehingga  menimbulkan bekas luka 
> > lebam/biru/bekas-bekas jarum suntik yang sangat  banyak.
> >  6. Dilakukan foto Thorax (Rongent) beberapa kali,  Padahal sekali 
> > saja  dilakukan di yakini dapat membunuh banyak sel tubuh )  7. 
> > Timbul efek samping, Paru-paru anak saya meradang/infeksi sehingga
di
> >  penuhi banyak cairan, dan kepala belakang dan samping kiri  
> > memar/luka/lecet/bengkak. Karena terlalu lama dalam posisi tidur/di
bius
> >  (hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau tim medis sering 
> > merubah  posisi tidur anak saya/setelah kami Complain baru hal ini
dilakukan).
> >  8. Masalah Biaya. Sering kali pihak RS (dokter/suster), menanyakan 
> > masalah  biaya, walaupun berkali-kali saya katakan ada surat jaminan 
> > pembayaran dari  Kantor. ( Coba bayangkan seandainya memang kami 
> > tidak punya biaya).
> >  9. Diagnosa penyakit yang tidak didukung bukti yang pasti, tim 
> > Medis hanya  selalu mengatakan "Kemungkinan". Dari +/- 
> > satu bulan di
rawat,
> > anak saya
> >  sudah beberapa kali dikatakan kemungkinan penyakitnya bersumber 
> > dari Radang  Otak karena penyakit/Virus/bakteri: Herpes, berubah 
> > Toxoplasma, berubah  Maningitis, berubah Ensevalitis, sampai 
> > kesimpulan terakhir/dari sampel  darah terakhir anak saya masih 
> > belum mengetahui pasti penyebab penyakitnya  (bukti lab. adanya 
> > virus/bakteri tersebut tidak pernah ada).
> >
> >  Pada masa itu juga kami sempat beberapa kali bersitegang dengan
beberapa
> > Tim
> >  Medis anak saya, namun kami selalu kalah (mengalah) karena posisi 
> > kami  sangat lemah, Ketua tim dokternya "dr.Y" sempat 
> > berujar bahwa mereka  dokter-dokter ahli, " kalau di RS 
> > "C" bapak boleh bilang "begitu", karena  banyak 
> > dokter muda yang sedang belajar disana" (maksudnya
menanggapi
> > guman
> >  saya dengan istri saya, "kok anak kita seperti kelinci 
> > percobaan ya!? dan  kata-kata tersebut didengar Suster, yang lalu 
> > melaporkannya ke ketua
Tim
> >  dokternya) , bahkan dokter itu juga sempat berkata " kalau 
> > bapak tidak puas,  silahkan angkat anak bapak sekarang !!" . 
> > Padahal saat itu, hal tersebut  tidak mungkin kami lakukan karena 
> > seluruh tubuh anak saya terpasang
mesin
> >  (Ada mesin ventilator, ada mesin saturasi Oksigen/Jantung, ada 
> > infus,
ada
> >  selang Sonde/makanan, dsb)
> >
> >  Pernah seorang anggota Tim dokter yang didatangkan dari RS
"C",
> > yaitu dr.
> >  "I" ahli syaraf, setelah memeriksa anak saya mengatakan, 
> > "Penyakitnya malah  dari RS ini semua, ya !!",  Setelah 
> > masa perawatan 2 minggu
tersebut
> > timbul
> >  berbagai komplikasi; mata anak saya buta/tidak bisa melihat 
> > (menurutnya  mungkin bisa sembuh karena anak saya masih bayi), 
> > Infeksi paru, memar
di
> >  kepala, badan kaku/keras, padahal pertama kali masuk RS anak saya 
> > "hanya"  sakit Panas. Kemudian dr "I" juga 
> > bilang " tadi saya
coba
> > lepas alat
> >  Ventilatornya agak lama, anak bapak bagus kok, dia sudah bisa 
> > bernafas  sendiri ". Saya bersyukur berarti ada kemajuan pikir 
> > saya ketika itu.
> >
> >  Awal minggu ke tiga beberapa orang tim medis (ada beberapa dokter 
> > dan  beberapa suster), mencoba melepas alat bantu nafas/Ventilator 
> > (mungkin  setelah diberi masukan oleh dr. "I" dari RS 
> > "C"),
di
> > coba 1 jam, 2 jam, 3
> >  jam dan seterusnya .... rupanya anak saya sudah bisa kembali 
> > bernafas  sendiri/normal. Namun karena Sumber penyakitnya belum 
> > diketahui maka
Tim
> >  medis beberapa kali melakukan penggantian Obat/anti biotik, 
> > diantaranya  Acyclovir, Delantin, Tegatrol, TieNam, Meronem (dua 
> > jenis yang tertulis  dibelakang katanya merupakan anti Biotik yang 
> > paling Ampuh/Mahal/Impor dari  Amerika).
> >
> >  Minggu ketiga dan selanjutnya Panas kepala anak saya relatif stabil 
> > (antara
> >  36 - 38 derajat C), dan kondisinya relatif membaik 
> > "hanya" tinggal matanya  yang Buta dan badannya yang kaku 
> > (sendi-sendinya tidak bisa ditekuk), namun  pengambilan darah masih 
> > dilakukan secara berkala, dan hampir setiap
hari
> >  dilakukan Terapi Fisioteraphy (Penyinaran dan pemijatan). Sehingga
akhir
> >  minggu ke tiga semua Infus telah dicopot, oksigen dicopot, hanya
tinggal
> >  selang Sonde (Selang makanan/di mulut) yang masih terpasang.
> >
> >  Saya dan Istri (serta keluarga besar kami), terus berdoa setiap 
> > hari untuk  kesehatan anak kami satu-satunya, sampai pada 
> > pertengahan minggu ke empat,  dr. "I" (Specialis syaraf 
> > dari RS "C") bilang anak kami boleh di bawa  pulang, namun 
> > minimal harus sehari masuk ke ruang perawatan biasa
dahulu
> >  (sesuai prosedur RS "B"). Dan menurut  dokter 
> > "I" juga, anak kami hanya  cukup rawat jalan ke RS 
> > "C", untuk berobat ke dr.
"I"
> > dan dr. "L" (specialis
> >  tumbuh kembang/penyembuhan tubuh anak saya yang masih kaku-kaku).
Setelah
> >  sehari berada di ruang perawatan biasa, dan tidak ada masalah kami 
> > membawa  anak kami pulang dengan membawa dua macam obat (Anti kejang 
> > dan anti Virus),  dan sebelum pulang, lagi-lagi anak kami diambil 
> > kembali darahnya oleh
RS
> >  untuk pemeriksaan penyebab penyakit anak kami, setelah itu barulah 
> > kami  diperbolehkan pulang.
> >
> >  Namun tidak sampai 2 hari anak kami di Rumah, kami/keluarga lupa 
> > akan luka  dibelakang kepalanya (akibat perawatan yang lalai 
> > sebelumnya) yang
masih
> >  belum sembuh total, lukanya terlihat memar/merah/agak bengkak/dan
mungkin
> >  infeksi, yang mungkin juga membuat anak kami panas lagi/karena 
> > infeksinya,  Panasnya kembali naik sampai 40 derajat C lebih, bahkan 
> > ketika akan
kami
> >  beri obat (yang kami bawa dari RS), anak kami muntah hingga lemas, 
> > lalu  tanpa banyak pikir lagi walaupun pada saat itu jam 02 pagi, 
> > kami
kembali
> >  membawa anak kami ke RS "B" Cikini dan kembali kami 
> > mengalami kekesalan,  anak kami diperlakukan layaknya seperti pasien 
> > yang baru masuk RS. Anak kami  kembali masuk ICU, kembali harus 
> > Infus, puasa, diambil darahnya lagi  (meskipun titik venanya sudah 
> > habis/tidak ada tempat lagi untuk  infus/periksa darah, dan saya 
> > juga telah sampaikan mungkin panasnya akibat  luka dibelakang 
> > kepalanya yang belum sembuh/infeksi), padahal saya
sudah
> >  protes terhadap dr. jaga pada saat itu bahwa anak saya sebelumnya 
> > sudah  dirawat hampir sebulan di RS tersebut, dan hasil lab. 
> > terakhirnya juga baru  kemarin saya ambil dengan hasil 
> > "negatif",  juga saya
kemukakan
> > mengenai
> >  luka dibelakang kepalanya yang harus diprioritaskan pengobatannya.
Namun
> >  karena dr. terus mengemukakan argumennya, akhirnya kami mengalah 
> > dan  menyerahkan sepenuhnya apapun yang akan dilakukan oleh dr. Dan 
> > kembali anak  saya dipakaikan selang Oksigen ke hidungnya , lalu 
> > dengan alasan "saturasi"  nafasnya terus menurun, Tim 
> > medis berencana untuk memasang kembali
mesin
> >  Ventilator pada anak saya, dengan sebelumnya meminta persetujuan 
> > saya lagi  untuk diambil darahnya sebelum pemasangan mesin tersebut 
> > (padahal
ketika
> > itu
> >  kondisinya terlihat pucat/kuning seperti telah kehabisan darah).
Kembali
> >  dengan berat hati dan berharap Tim Medis melakukan tindakan yang 
> > "benar"  untuk anak saya, saya kembali menyetujuinya. 
> > Namun belum sempat mesin
itu
> >  dipasang, belum sempat hasil lab I dan ke II (pengambilan darah 
> > pada
pada
> >  hari itu) ada hasilnya, akhirnya anak saya dipanggil oleh yang Maha
Kuasa
> >  ...... anak saya mengalami Gagal Nafas dan dinyatakan Meninggal 
> > oleh pihak  RS, walau saat itu saya pegang denyut Nadi di 
> > leher/bawah dagunya masih ada  (walau lemah), sewaktu kami minta 
> > untuk terus memompa alat bantu nafas  manualnya, Dokter/suster yang 
> > ada pada saat itu sudah lepas tangan dan tidak  melakukan tindakan 
> > apapun juga. Akhirnya dengan Ikhlas, didepan mata kepala  saya dan 
> > istri saya, anak kami melepaskan nyawanya tanpa kami bisa berbuat  
> > apapun juga ( Selasa 12 April 2005 Jam 23.25 wib). Akhirnya Anak 
> > kami  meninggal dengan sebab bukan karena penyakitnya (Panas),  
> > menurut kami  "kemungkinan" karena gagal nafas/Infeksi 
> > paru atau malah "mungkin" karena  terlalu lemah  kehabisan 
> > darah.
> >
> >  Innalillahi Wa inna illaihi roji'un selamat jalan Permata hatiku, 
> > ........
> >  doa kami 'kan selalu menyertaimu...Amin
> >
> >  Dan tidak lupa saya & keluarga mengucapkan terimakasih yang 
> > sebesar-besarnya  kepada rekan-rekan yang telah memberikan suport 
> > baik moril, materil maupun  spirituil kepada saya dan keluarga, 
> > semoga segala kebaikan rekan-rekan akan  dibalas dengan pahala yang 
> > berlipat-lipat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
> > Amin.
> >
> >  Salam,
> >  Istriyanto & Keluarga
> >
> >
> >
> >  Note :
> >
> >  Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Ilmu Kedokteran dan tenaga
medis,
> >  sesuai dengan pengalaman berharga dan mahal yang telah saya alami, 
> > maka kami  mencoba mengambil kesimpulan (Setelah kami juga mendengar 
> > dari sesama Pasien  RS, rekan/sahabat, tetangga, saudara yang sempat 
> > bezuk dan mengatakan pada  saya, selama dalam perawatan sampai saat 
> > Meninggalnya anak saya) sbb:
> >
> >  1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka
disuntik
> >  imunisasi.
> >      - Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak 
> > saudaranya  sampai dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi 
> > Hepatitis
namun,
> >  setelah ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan di 
> > imunisasi  Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak 
> > saudaranya positif  terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik 
> > berobat ke dokter.
> >      - Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian 
> > malah  terkena campak.
> >      - Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, 
> > namun  fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan, sedangkan anak 
> > keduanya
sama
> >  sekali tidak pernah imunisasi namun malah sehat, hampir tidak 
> > pernah sakit  (kalaupun sakit cepat sembuh/ringan)
> >      - Teman sekolah saya anaknya tidak pernah Imunisasi malah 
> > sehat,
umur
> > 10
> >  bulan sudah lincah berjalan, dan juga boleh dibilang tidak pernah 
> > sakit  (kalaupun sakit hanya ringan saja).
> >      - dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya 
> > tulis satu  persatu.
> >
> >  2. Menurut saya, Jika bisa Hindari Imunisasi, kalaupun 
> > perlu/terpaksa  pilihlah imunisasi yang pokok saja (bukan imunisasi 
> > lanjutan/yang
> > aneh-aneh)
> >  alasannya :
> >      - Kita "Mendzolimi", anak kita sendiri yang memang 
> > sedang masa  pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya masih lemah, malah 
> > kita suntikan  penyakit (walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.
> >      - Kita tidak pernah tahu kondisi anak kita sedang benar-benar 
> > sehat atau  tidak, karena terutama anak yang masih di bawah 1 tahun 
> > biasanya belum bisa  bicara mengenai kondisi badannya, sedangkan 
> > imunisasi harus dilakukan pada  bayi/balita yang sehat (tidak sedang 
> > lemah fisiknya/sakit).
> >      - Sesudah kita memasukan penyakit ke tubuh anak kita, biasanya 
> > kita juga  harus mengeluarkan banyak biaya. (Jasa dokter/RS, harga 
> > imunisasi,
dsb),
> >      - Tidak ada jaminan (Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah 
> > imunisasi anak  kita bebas dari penyakit yang telah dimasukan 
> > ketubuhnya. Contoh nyata yang  terjadi pada anak saya, padahal anak 
> > saya sudah 2 kali imunisasi HIB (  ketika berusia +/- 5 dan 7 bulan 
> > ), padahal sebelumnya dokter bilang  imunisasi HIB untuk menghindari 
> > penyakit Radang Otak, namun nyatanya
anak
> >  saya malah meninggal  akibat penyakit Radang Otak.
> >      - Menurut seorang rekan yang pernah membaca Literatur terbitan 
> > Prancis,  justru Imunisasi sudah tidak populer di Amerika Serikat, 
> > dan terus berusaha  dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi, bahkan 
> > di Israel Imunisasi
telah
> > di
> >  STOP samasekali, padahal kita tahu negara-negara itu merupakan 
> > pelopor  "industri", imunisasi.
> >      - Menurut pengalaman saya jumlah kadar/isi setiap pipet/tabung 
> > imunisasi  semua sama, jadi imunisasi tidak melihat berdasarkan 
> > berat tubuh/perbedaan  Ras/warna kulit, padahal kalau Obat/Imunisasi 
> > itu Impor, tentulah kadarnya  disesuaikan dengan berat/fisik orang 
> > Luar (Barat) yang jelas lebih
basar
> > dan
> >  kuat fisiknya dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama 
> > menggunakan  dengan takaran yang sama. (akibatnya overdosis).
> >
> >  3. Jika tidak "urgent" sekali, hindari rawat inap di RS,
karena
> > banyak
> >  prosedur/step-step pengobatan yang akhirnya akan melemahkan tubuh 
> > pasiennya.
> >  (Contoh: keharusan berpuasa, pemasangan infus, pengambilan darah 
> > yang terus  menerus, foto Rontgen, operasi, kemoteraphy, dsb). 
> > Jikalau perlu coba dulu  dengan cara pengobatan 
> > alternatif/tradisional.
> >
> >  4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak suatu tindakan medis yang 
> > akan  dilakukan RS, jika kita yakini manfaatnya tidak benar-benar 
> > berpengaruh  terhadap kesembuhan pasien.
> >
> >  5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang 
> > setara/lebih  baik.
> >
> >  6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang "bawel", tanyalah
setiap
> > tindakan
> >  medis yang akan dilakukan, mengapa akan di lakukan, 
> > akibat-akibatnya,
ada
> >  tidak cara-cara lain/alternatif lain yang lebih baik/tidak terlalu 
> > menyakiti  pasien.
> >
> >  7. Terus temani pasien (bisa bergantian dengan keluarga yang lain), 
> > karena  setiap saat bisa ada tindakan medis yang memerlukan 
> > persetujuan, dan cermati  semua pekerjaan perawatannya, jika ada 
> > yang habis/kurang jangan sungkan  melaporkan ke tenaga medis yang 
> > ada segera.
> >
> >  8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh 
> > "Yang Maha  Kuasa", manusia hanya bisa ikhtiar dan 
> > berusaha.
> >
> >
> >
> >
> >
> >



Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 
------------------------------------------------------------------
 This Mail was Secured By RisTINet Infrastructure & Security Team 
------------------------------------------------------------------

Kirim email ke