Aya jalma "getihna" lain turunan Sunda, manehna ngaku kalahiran Jakarta sedengkeun kolotna asalna ti Jawa Tengah + Bengkulu, nu istimewana manehna ngaku "tigejebur" kana kasundaan. Nyanggakeun tulisanana meunang copy-paste ti Kompasiana:
Mempertanyakan Kesundaanku OPINI Cechgentong| 10 Desember 2009 | 10:33 Tanpa terasa sudah hampir 12 tahun, saya bersinggungan langsung dengan segala hal yang berhubungan dengan kata "SUNDA". Kata-kata seperti Prabu Siliwangi, Galeuh Pakuan, Pajajaran, Maung, Cepot sampai pada kalimat Si Mbah Dalem Lancingan sekalipun hehehehehe. Memang sungguh aneh dan sering menimbulkan tandsa tanya kenapa saya sampai cebur ke dalam hal-hal kesundaan. tapi sudahlah memang ini sudah menjadi jalan hidup saya di dunia. Sebelum saya menguraikan lebih lanjut mengenai judul diatas. Saya akan menceritakan asal-usul keluarga saya. Saya lahir di Jakarta, peranakan campuran 2 suku besar di tanah air ini yaitu Jawa Tengah (Bapak) dan Bengkulu (Ibu). Mungkin inilah yang membuat banyak orang termasuk keluarga besar, teman-teman dan orang yang baru kenal bertanya-tanya kenapa saya bisa tercebur kedalam kesundaan. Saya pun tidak tahu dan tidak mau tahu karena dari lubuk hati yang paling dalam saya mengalami kepuasaan batin dan menyenangi atas apa yang telah diperbuat selama ini. 12 tahun yang lalu saya berkenalan dengan seorang yang katanya orang tua/sepuh Sumedang. Awalnya saya menganggap ini hanya sebuah perkenalan biasa yang terjadi sesaat dan tidak menduga kalau saya bisa berhubungan erat dengan orang tua ini sampai 12 tahun. Banyak orang cerita tentang kesaktian beliau tapi saya selalu menganggapnya itu sebagai suatu hal yang kebetulan saja. Orang-orang yang berkata itu hanya mengalami halusinasi atau ekstasi berlebihan atas kesaktian Beliau. Saya orang yang sangat rasional dan logika berpikir selalu dikedepankan. Tapi semua itu rontok satu persatu setelah saya mengalami langsung ketika selama beberapa tahun jalan bersama lewat suatu pembuktian yang selalu saya istilah "BUKTIKAN DAN NYATAKAN" Tanpa diduga beliau lewat laku lampahnya atau perbuatan sehari-hari menjabarkan apa yang dimaksud "Buktikan dan Nyatakan" tersebut tanpa perlu demo/atraksi/circus/sulap/ debus/pertunjukkan kesaktian. Tetapi saya diajarkan tentang pengenalan diri, lingkungan dan lain-lain dengan memanfaatkan "IQRA" seperti yang diajarkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak pernah memberikan suatu amalan berupa ayat-ayat yang jelimet tapi cukup dengan "Al Fatihah" terutama untuk mendoakan diri sendiri dan orang tua yang telah meninggal dunia. Dari situlah dimulai pengenalan tentang kesundaan. Pengenalan kesundaan yang dilakukan adalah dengan sering melakukan ziarah ke makam-makam karuhun orang Sunda, melakukan tawasulan (mendoakan orang tua sendiri dan para karuhun yang telah meninggal dunia) dan secara tidak langsung dan tidak disengaja akhirnya mengenal seni dan budaya Sunda seperti wayang golek, jaipongan dan lain-lain. Saya merasa lebih mengenal tentang Sunda dibanding dengan budaya asal orang tua terutama budaya Jawa (dari Bapak) dengan segala pernak-perniknya walaupun saya sempat sekolah selama 6 tahun di Yogya. Memang saya masih bisa sedikit-sedikit bicara dalam bahasa Jawa walaupun tidak terlalu fasih bahkan sering ditertawakan oleh teman-teman kuliah dulu sampai sekarang karena bahasa jawa saya yang amburadul atau campur aduk tidak karuan mana ngongko, kromo, bahasa pergaulan tidak jelas hehehehe. Inilah yang sering orang merasa heran kok bisa-bisanya saya bisa bersinggungan dengan hal-hal yang berbau Sunda. Terus terang saya kurang begitu paham dan fasih kalau orang-orang berdialog dalam bahasa Sunda maka itu kadang-kadang saya meminta orang asli Sunda untuk menerangkan maksud pembicaraan tersebut. Tetapi herannya setiap ada acara "Ngancik Karuhun", saya bisa menangkap apa yang diucapkan. Tidak tahu kenapa ???? Oh ya ada satu hal yang didapat oleh saya selama ini yaitu saya bisa bertemu dengan para sepuh orang Sunda baik yang namanya Ajengan, Aki, Uyut dan lain lain seperti Uyut Jenggot, Uyut Jambrong, Uyut Papah, Uyut Papak, Uyut Gelung, Aki Syar'i, Aki Korek, Eyang Sukma Nur Rasa, Mbah Tukiman dan lain-lain. Karena merekalah saya mengerti tentang sejarah karuhun atau orang bilang tentang sejarah Galeuh Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Tetapi inipun membuat saya makin tidak mengerti tentang hal-hal yang berhubungan dengan karuhun dan sejarahnya atapun siloka-siloka yang sering dikeluarkan lewat kitab/serat dan lain-lain. Banyak teman-teman atau orang yang merasa heran dan bertanya-tanya kenapa saya berani-beraninya membuat suatu komunitas yang berhubungan dengan kesundaan terutama sejarah para karuhun. Saya pun tidak tahu juga kenapa dan ini saya lakukan karena amanah yang diberikan oleh para orang tua agar saya memulai untuk membuat apapun yang berhubungan dengan karuhun lewat media apapun termasuk media elektronik atau dunia maya seperti Kompasiana ini. Dengan pikiran yang sederhana yaitu niat yang tulus untuk menjalankan amanah orang tua, saya menjalankan itu semua walaupun menaggung resiko untuk dipertanyakan apa maksud dan tujuannya apalagi dipertanyakan tentang kesundaan yang terdapat di dalam diri saya (dilihat dari asal usul keluarga). Ada satu kejadian yang berhubungan dengan komunitas kesundaan yaitu masalah Situs Jatigede dimana di lokasi situs-situs tersebut akan dibangun Bendungan Jatigede (silahkan KLIK DISINI ). Saya merasa sedih dan menolak bahkan mengutuk apabila pemerintah terus melanjutkan programnya tersebut. Karena apa? Kalau benar dibangun bendungan di areal tersebut maka orang Sunda dan keturunannya terutama Sumedang Larang sebagai cikal bakal Galeuh Pakuan (dari Eyang Wali Aji Putihnya) akan kehilangan asal usulnya dan bukti sejarah yang menyatakan di situs-situs itulah para karuhun atau nenek moyang Sunda pernah mendirikan kerajaan Sunda Buhun (asal usul) sebelum adanya kerajaan-kerajaan yang pernah ada di tataran Sunda. Ironis sekali sementara negeri-negeri Barat terus mencari asal-usulnya dan melestarikan peninggalan nenek moyangnya malah bangsa Indonesia melenyapkan satu per satu peninggalan sejarah nenek moyangnya. Yang lebih mengherankan adalah ketika saya membaca satu komentar di komunitas dimana seseorang yang mengaku orang Sunda dan menggunakan nama Sunda dngan entengnya mengatakan "walaupun kakek-kakek atau nenek moyang saya termasuk di dalam situs jatigede yang akan ditenggelamkan tetapi tidak masalah tuh khan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah apalagi rencananya benda-benda atau segala sesuatu yang berhubungan dengan situs akan dipindahkan juga oleh pemerintah ke suatu daerah tertentu " Miris hati ini setelah membaca komentar tersebut, dipikirnya mudah memindahkan itu semua dan apakah sudah begitu parahkah perhatian generasi penerus saat ini atas peninggalan para karuhun. Apakah semuanya harus dinilai dengan materi atau kebendaan seperti uang sehingga menutup mata tentang asal usul keberadaan orang Sunda sekarang dengan mengatakan itu semua adalah masa lalu ????? Jangan-jangan orang-orang tersebut berasal dari batu (bukan manusia) yang tidak mempunyai rasa dan perasaan. Maaf !!! Itu adalah kata pertama yang saya ucapkan kepada seluruh orang Sunda atau yang merasa keturunan Sunda, apabila selama ini saya banyak cerita tentang Sunda padahal saya tidak fasih berbahasa Sunda apalagi menulis dengan menggunakan aksara Sunda. Inilah yang menyebabkan saya mempertanyakan kembali "Kesundaan" saya karena saya tahu banyak orang sunda yang lebih mumpuni tapi saya berharap jangan sampai kalian melupakan kesundaannya. Saya adalah orang yang tidak tahu apa-apa tentang segala hal yang berhubungan dengan Sunda apalagi kalau bicara tentang "UGA WANGSIT SILIWANGI" tetapi saya punya keyakinan dan ingin melihat/mengalami kejayaan kembali Galeuh Pakuan Pajajaran dengan memimpin negeri tercinta ini. Tahun 2014 saya pikir saat yang tepat untuk PUTERA GALEUH PAKUAN PAJAJARAN menjadi Pemimpin Nusantara sehingga bukan sekedar pemimpin Jawa (dalam hal ini suku Jawa) atau luar Jawa yang mendominasi kepemimpinan nasional tapi Putera Sunda (Galeuh Pakuan Pajajaran) juga bisa menjadi Pemimpin. JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Meninggalkan/Melupakan Sejarah). Lihat kembali sejarah penamaan pulau-pulau di nusantara ini. Kenapa dinamakan Sunda Besar dan Sunda Kecil ? Saya berharap orang Sunda bangkit dan mencari jawaban tentang sejarah penamaan tersebut. Jangan tanya kepada saya karena saya sendiri sedang mempertanyakan "kesundaan" saya.