BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHITM WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 438. Syari'at dan Fiqh
Seri ini sesungguhnya masih lanjutan dari Seri 437, yaitu dalam hal sosialisasi Piagam Jakarta. Supaya ada kesinambungan akan dikutip bagian awal dari paragaraf akhir dari Seri 437. Masuknya 7 kata dalam Pasal 29 menimbulkan sikap pro dan kontra dalam kalangan ummat Islam sendiri, bahkan ditanggapi secara emosional. Untuk menghindarkan hal ini perlu sosialisasi Piagam Jakarta secara intensif. Pada waktu Orde Baru kebebasan mengeluarkan pendapat terpasung. AlhamduliLah Presiden Habibie berhasil melepaskan pasungan itu, sehingga orang bebas mengeluarkan pendapat. Dalam alam demokrasi sekarang ini orang sudah leluasa mensosialisasikan Piagam Jakarta. Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, yang telah dikukuhkan oleh Tap MPR No.V/MPR/1973, telah menetapkan Dekrit 5 Juli 1960 sebagai sumber hukum, di samping sumber-sumber hukum yang lain seperti Proklamasi 1945, UUD-1945 dan seterusnya. Dekrit 5 Juli 1960 tersebut menyatakan Piagam Jakarta menjiwai UUD-1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD-1945. Jadi secara konstitusional bukanlah hal yang "aneh", jika ke-7 kata dari Piagam Jakarta dijabarkan secara konkrit dalam Pasal 29 Batang Tubuh UUD-1945. Bahkan yang "aneh" adalah adanya anggota Kaigun yang menyebabkan ke-7 kata itu dicoret/dikeluarkan dari alinea ke-4 Piagam Jakarta yang disahkan menjadi Pembukaan UUD-1945 dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Seperti telah dijelaskan dalam Seri 437 yang lalu, keanehan anggota Kaigun itu spb: pada 17 Agustus 1945 petang hari itu juga sudah ada anggota Kaigun di Jakarta yang membawa aspirasi mencoret 7 kata dari kawasan Indonesia bagian timur, yang pada waktu itu alat komunikasi dan transportasi tidak secanggih sekarang ini. Dalam kalangan ummat Islam sendiri ada yang begitu khawatir, apabila Kewajiban Menjalankan Syari'at Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya masuk ke dalam Pasal 29 Batang Tubuh UUD-1945, situasi akan menjadi runyam dalam kalangan ummat Islam sendiri dalam menetapkan hukum agama bagi pemeluk-pemeluknya, oleh beragamnya aliran fiqh yang ada. Ini adalah antara lain tanggapan dalam kalangan ummat Islam sendiri yang "terpelajar" yang kontra ke-7 kata dari Piagam Jakarta dimasukkan ke dalam Batang Tubuh UUD-1945, Pasal 29. Kalau dalam kalangan yang "terpelajar" sudah demikian pendapatnya, apatah pula bagi kalangan awwam, lebih-lebih pula dalam kalangan yang non-Muslim. Syari'at berbeda dengan fiqh. Kedua kata itu adalah bahasa AL Quran. Syari'at dalam arti luas adalah aqidah, jalannya hukum dan akhlaq, sedangkan fiqh bermakna kecerdasan dalam memikirkan, mempelajari, atau menyadari jalannya hukum. Mengenai pengertian syari'at, demikianlah Firman Allah SWT: -- TSM J'ALNK 'ALY SYRY'AT MN ALAMR FATB'AHA WLA TTB'A AHWA^ ALDZYN LA Y'ALMWN (S. ALJATSYT, 18), dibaca: tsumma ja'alna-ka 'ala- syari-'atim minal amri fattabi'ha- wala- tattabi' ahwa-al ladzi-na la- ya'lamu-n (s. alja-tsiyah), artinya: kemudian Kami jadikan engkau (hai Muhammad) atas syari'at di antara urusan, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah engkau turut hawa-nafsu orang-orang yang tidak berilmu (45:18). Sedangkan mengenai pengertian fiqh, Allah SWT berfirman: -- WMA KAN ALMW^MNWN LYNFRWA KAFT FLWLA NFR MN KL FRQT MNHM THA^FT LYTFQHWA FY ALDYN WLYNDZRWA QWMHM ADZA RJ'AWA ALYHM L'ALHM YHDZRWN (S ALTWBT, 122), dibaca: wama- ka-nal mu'minu-na liyanfiru- ka-ffatan falawla- nafara ming kulli firqatim minhum tha-ifatal liyatafaqqahu- fid di-ni waliyundziru- idza- rajau- ilayhim la'allahum yahdzuru-n (s. attaubah), artinya: tidaklah patut orang-orang beriman keluar semuanya (ke medan perang), mengapakah tidak sebagian di antara mereka yang tinggal berfiqh (memahami) addin (syari'at) dan memberi peringatan kepada kaumnya, supaya mereka itu waspada (9:22). (S. Attaubah ini ayat-ayatnya banyak mengemukakan tentang situasi perang). Dari kedua ayat di atas itu jelas bahwa syari'at antara lain ialah ketentuan hukum menurut Al Quran, para penegak syari'at tidak diperbolehkan mengikuti hawa-nafsu/pendapat orang-orang yang tidak berilmu. Sedangkan fiqh berhubungan dengan pemikiran tentang syari'at itu bagaimana diaplikasikan sesuai dengan kondisi masyarakat. Itulah sebabnya dalam menentukan hukum Imam Syafi'i berbeda waktu di Baghdad, yang dikenal dengan qawlulqadim (kata-kata terdahulu), dengan pada waktu di Qahirah (Cairo), yang dikenal dengan qawluljadid (kata-kata terkemudian). Sebuah contoh populer yang sering dikemukakan: si Fulan meminjam sebuah barang dari si Fulanah, lalu dihilangkan oleh si Fulan. Menurut syari'at, si Fulan wajib menebus barang si Fulanah yang dihilangkannya itu, sebab Firman Allah: -- .....FAN AMN B'ADHKM B'ADHA FLYW^D ALDZY AW^TMN AMANTH WLYTQ ALLH RBH .....(S. ALBQRT, 283), dibaca: fain amina ba'dhukum ba'dhan falyuaddil ladzi' tumina ama-natahu- walyattaqiLla-ha rabbahu- (s. albaqarah) ,artinya: jika seorang dari kamu mempercayai orang lain (dengan meminjamkan sesuatu barang), maka hendaklah orang yang diserahi amanat itu menunaikan amanat (barang yang dipinjamkan) padanya dan hendaklah ia takut kepada Allah, Maha Pengaturnya (2:283). Begitulah menurut hukum syari'at, namun timbul pertanyaan, bagaimana caranya menebus barang yang dihilangkan si Fulan itu. Pemikiran tentang bagaimana cara menebus barang itu, itulah fiqh. Mazhab Hanafi berpendapat, tebuslah barang itu dengan harga tatkala barang itu dipinjam. Mazhab Hambali berpendapat tebuslah barang itu menurut harga tatkala barang itu ditebus. Menurut Mazhab Syafi'i, tebuslah barang itu dengan harga yang paling menguntungkan bagi yang empunya barang. Jadi dari contoh yang sederhana tersebut jelaslah, bahwa kewajiban menebus barang yang dihilangkan adalah urusan hukum syari'at, sedangkan bagaimana cara menebusnya adalah urusan fiqh. Ketentuan syari'at tidak boleh dimusyawarakan, namun dalam wawasan fiqh dapat dimusyawarakan. Maka tidak usahlah ummat Islam menjadi alergi dengan ke-7 kata itu, sehingga sangat khawatir situasi akan menjadi runyam dalam menetapkan ketentuan fiqh, jika ke dalam Batang Tubuh UUD-1945, Pasal 29 dimasukkan ke-7 kata dari Piagam Jakarta. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b. *** Makassar, 27 Agustus 2000 [H.Muh.Nur Abdurrahman] ----- Original Message ----- From: Dadang Fahmi (QA) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, July 05, 2005 14:25 Subject: RE: [wanita-muslimah] Re: Fw: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Hukum Allah itu satu, syari'at itu satu. Anda jangan campur adukan dengan fiqih, beda fiqih dengan syari'at itu. Hukum poko dalam islam itu hanya 2 yaitu Al Quran dan Sunnah. Cukup jelas. Jadi jangan disamakan dengan fiqih. -----Original Message----- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Angga Karim Sent: 04 Juli 2005 10:45 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: RE: [wanita-muslimah] Re: Fw: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? dang.. hukum Allah yang mana dulu? apakah yang qanuni atau yang sunnatullah, kalau yang qanuni yang lebih dikenal dengan syariat itu banyak interpretasi lalu interpretasi yang mana? ini kerepotan para sarjana islamic law, tapi kalau yang sunnatullah atau yang saya sebut dengan law of nature itu lebih pada hukum alam yang terkadang indah bahkan juga sangat romantiiiiiiiiiiis tis tiis tiiiiisss tiiiiiiiiiiiiiisss..ha..ha.. "Dadang Fahmi (QA)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Orang yg menolak dengan penuh kebencianlah yang menurut saya tidak pake otak, hukum Islam tentang penghalalan darah itu sudah sangat rasional, hal ini bisa dibuktikan dengan kehidupan sekarang yang semakin kusut, manusia tak ubahnya seperti binatang karena hukum Allah diabaikan. Wallahu'alam -----Original Message----- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of He-Man Sent: 28 Juni 2005 18:23 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? Ya saya setuju sekali memang orang yang menghalalkan darah saudaranya sendiri seagama itu tidak pakai otak. ----- Original Message ----- From: "Amrios Amsyar" <[EMAIL PROTECTED]> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> Sent: Monday, June 27, 2005 8:59 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? > Ente He-man jangan semua masalah yg ada anda gunakan otak melulu, harus > diingat bahwa agama tidak semuanya menggunakan kekuatan otak, ada > aturannya. Jangan otak anda itu melebihi semua yg ada. > > > ----- Original Message ----- > From: "He-Man" <[EMAIL PROTECTED]> > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> > Sent: Monday, June 27, 2005 5:41 PM > Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw: Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? > > > > > > Ente ini makin melindur aja , pantas aja doyan ikutan mazhab yang melarang > > orang menggunakan otaknya. > > > > Seperti saya katakan dari awal inti thread ini adalah hukuman mati > > terhadap > > seseorang karena keyakinannya yang ente katakan boleh. > > > > Dalam hukum ada dua hal yang menyebabkan seseorang dapat dihukum > > yaitu melakukan kejahatan (crime) dan melakukan pelanggaran.Nah kelompok > > macam JIL misalnya anda masukkan dalam golongan mana sehingga darahnya > > dianggap halal. [Non-text portions of this message have been removed] WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/