Pendek saja ana punya comment. Dinamika masyarakat dihadapi secara dialektis 
dalam batas-baras terkendali seperti digariskan dalam usul fiqh. Dalam hal 
mu'amalaat semua boleh kecuali yang dilarang oleh nash. Kalau ada realitas 
dalam masyarakat yang menyimpang dari penggarisan nash tidak boleh ngotot 
memakai pendekatan kontekstual (melanggar penggarisan nash), melainkan dipakai 
pendekatan social engineering (mengubah realitas menjadi sesuai dengan nash).  
Pendekatan kontekstual hanya dipakai dalam hal yang zhanni.
Wassalam,
HMNA

  ----- Original Message ----- 
  From: Aman FatHa 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, August 10, 2005 16:35
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Suara Hati (perkenalan)


  Tulisan yang betul-betul menyuarakan hati melihat realitas hiruk pikuk 
  kehidupan yang sedang berlangsung. Mungkin karena itulah kalau kemudian 
  beberapa bagian di antaranya menjadi bias subyektif tergeneralisir. Apakah 
  saya termasuk orang yang berfaham liberal ketika mengatakan ini? apapun 
  jawabannya tidak terlalu penting. Apalah artinya seorang saya. Dalam 
  perjalanan hidup hingga kini saya mengalami pertemanan dan persahabatan 
  dengan berbagai manusia macam ragamnya. Lebih lagi pada dua kelompok yang 
  kita sebut saja kelompok fundamentalis dan kelompok liberal sebagai 
  penyebutan sederhana untuk mewakili unsur-unsur bagian-bagiannya. Dulu 
  sering saya utarakan kedekatan saya dengan para Murabbi dan kelompok usrah.. 
  dengan beberapa bagian kesimpulan yang saya kemukakan; ada yang baik.. 
  lurus.. dan ada juga yang buruk. (Mas Ari Condro nih canggih 
  dokumentasinya). Pada bagian lain saya juga berinteraksi sangat dekat dengan 
  mereka yang berhaluan liberal. Sebut saja misalnya, Zuhairi Misrawi yang 
  sama-sama satu angkatan berbeda fakultas. Taufik Damas yang sekarang 
  berjuang dalam realitas keseharian menjadi editor di salah satu penerbit 
  kanan, katanya menjelaskan sambil tersenyum kecut. Novriantoni yang juga 
  sekarang sering muncul dalam wawancara dan tulisan. M. Hasibullah Satrawi, 
  sekjen PKB Mesir yang harus menanggalkan jabatan karena harus pulang. Dan 
  beberapa teman lainnya. Uniknya lagi mereka ini semua adalah Mantan kru dan 
  menjadi Keluarga Besar Terobosan, sebuah buletin terkenal di kalangan 
  mahasiswa Cairo, di mana saya sendiri termasuk anggota Keluarganya. Selain 
  interaksi keseharian, kita juga terkadang terlibat diskusi lepas yang 
  mengalir begitu saja tentang masalah-masalah faham liberal. Apakah saya ini 
  termasuk berfaham liberal? Ah itu tidak penting. Apalagi saya sendiri 
  mendukung kebebasan berfikir, tapi yang lebih penting lagi saya keras 
  memegang prinsip kemandirian berfikir. Saya tidak perlu mengikat diri harus 
  ikut siapa-siapa; kelompok ini, kelompok itu, faham ini, faham itu.

  Tidak perlu saya kisahkan panjang lebar apa saja ide-ide dan gagasan yang 
  mengalir. Singkatnya, saya setuju sebagian dan tidak setuju sebagian yang 
  lain, dan yang pasti saya tetap pada prinsip menghormati. Mungkin inilah 
  yang mendorong saya mengamati lebih jauh. Dari fenomena yang saya tangkap 
  dan saya coba pahami secara obyektif tanpa mengkonfontasikannya dengan 
  pendapat saya pribadi, segala wacana dan gagasan yang mereka lontarkan 
  adalah bagian dari proses pencarian yang berlangsung secara terus menerus 
  tanpa ada pembumian yang bersifat final permanen. Mereka menginginkan Islam 
  yang tanggap zaman, bukan bermakna bahwa al-Qur`an harus diubah atau 
  dieliminasi secara total sesuai dengan kebutuhan zaman. Dulu jargon yang 
  selalu dibawa Zuhairi kemana-mana, adalah "Shalihun likulli zaman wa makan" 
  ini. Kalau kita ingin menelaahnya dari sudut lebih jauh, jargon ini 
  memunculkan dialektika dalam diri mereka antara teks-teks yang pada dasarnya 
  bersifat mapan dan zaman yang terus berubah (Tsawabit wal Mutagayyirat). 
  Dosen saya yang memang penganut sekularisme ekstrim selalu mengajukan 
  pertanyaan yang cukup menohok, "Al-Qur`an itu mapan (tetap) sedangkan zaman 
  ini berubah-berubah. Apakah mungkin sesuatu yang tetap mengatur yang 
  berubah-rubah?" Pertanyaan ini tidak penting dijawab di tulisan ini. Saya 
  hanya ingin menggambarkan bagaimana dialektika itu muncul dan terjadi. 
  Apalagi dosen saya itu sendiri memang sedari awal sudah menolak. Tapi yang 
  saya temukan pada kawan-kawan saya ini, bukan penolakan tapi pencarian terus 
  menerus yang bersifat dialektis. Makanya muncul istilah-istilah penafsiran 
  ulang (Reinterpretation) bahkan pendekatan hermeneutis pun coba ditelaah dan 
  teliti, penolakan terhadap monopoli penafsiran, dan istilah-istilah lain.

  Dialektika ini juga sebenarnya yang saya lihat pada kelompok fundamentalis. 
  Tapi mereka sudah menuntaskan dialektika itu dengan mengambil jalan bahwa 
  al-Mutagayyirat itu harus tunduk pada al-Qur`an yang tsabit. Dan pada sisi 
  praksis juga beragam bentuknya karena memang pada dasarnya terjadi 
  dialektika. Sehingga pada bagian-bagian kelompok tertentu mengadopsinya 
  secara literal tulen yang digambarkan oleh pihak liberal sebagai orang-orang 
  yang ingin mengembalikan Islam ke zaman onta dan melupakan fakta perubahan 
  zaman yang terjadi secara menerus di depan mata. Tentu saja penuntasan 
  dialektika dengan mengambil kesimpulan seperti itu sangat diterima secara 
  mudah oleh akal dan iman kalau persoalan yang disodorkan adalah semisal 
  hukum zina yang sudah pasti haram, hukum shalat lima waktu, dan 
  masalah-masalah fundamental lainnya yang sudah bersifat tetap dari segi 
  konsepnya. Namun bagaimanapun juga, al-Qur`an itu sendiri mencapai 6000 ayat 
  lebih ditambah hadits-hadits yang sangat banyak. Begitu juga realitas 
  kehidupan berjalan sangat dinamis bahkan di antaranya seringkali terjadi di 
  luar kontrol atau kehendak manusia itu sendiri (Ikhtiyariyah - 
  Idhthirariyah; dalam konsep Tauhid). Dan dialektika itupun akan terus 
  terjadi, masing-masing menuju ke arah mana hati nurani, data-data, 
  informasi, daya tangkap, daya akliyah, dan faktor-faktor internal dan 
  eksternal, berperan mempengaruhinya.

  Namun sekali lagi, pada kawan-kawan saya yang liberal ini bisa saya tangkap 
  wujud pencarian yang terus berproses. Dulu misalnya, mereka sangat 
  mengagung-agungkan mu'tazilah yang rasional. Salah satu tokoh yang menjadi 
  gandrungan mereka misalnya adalah Muhammad Imarah. Tapi akhir-akhir ini 
  tenggelam dari pemikiran-pemikiran mereka. Seperti yang pernah saya 
  sampaikan ketika itu dan juga pernah saya kemukakan di milist ini, 
  mu'tazilah yang rasional dan mengedepankan suatu bentuk kebebasan berfikir 
  ketika berkuasa juga tidak konsukuen dengan ide dan gagasan mereka. Dalam 
  contoh, menurut mereka pemimpin harus dipilih oleh rakyat tapi nyatanya 
  sistem monarki tetap berjalan ketika mereka berkuasa. Penodaan yang mereka 
  lakukan kepada Imam Ahmad karena tidak sependapat dengan faham mereka, dll.

  Persoalan yang sedang terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan dengan 
  mengkristalnya kelompok-kelompok ini dalam dua kubu yang saling 
  berseberangan, disebabkan tertariknya beberapa bagian yang semestinya tetap 
  pada tempatnya yang khusus (atau katakanlah akademik) ke wilayah publik yang 
  lebih luas. Sehingga bercampur-aduklah segala macam mana yang sudah bersifat 
  tsabit (tetap permanen) atau gagasan final secara konsep tapi belum 
  ditemukan cara yang tepat untuk merealisasikannya secara adil, mana yang 
  prinsipil, mana yang prioritas, mana yang berupa gagasan belum final. 
  Mungkin karena masing-masing pihak terdorong semangat "yang menggebu" untuk 
  membumikannya sekarang juga. Lebih dari itu, pembumian itu sendiri juga 
  ditarik keinginan pencarian dukungan untuk memperkuat barisan. Sesuatu hal 
  yang dalam tradisi ilmiah sama sekali tidak pernah dikenal sebelumnya, 
  adanya pada tradisi politik dan kekuasaan. Karena secara prinsip, 
  perbincangan lebih mendalam pada masalah-masalah seperti ini (saya sebut 
  saja, ilmiah. dan interaksi dengannya sebagai tradisi ilmiah) untuk level 
  flying-field (minjam istilah yang sering digunakan Mbak Mia) adalah 
  seharusnya bersifat netral.
  Dua kelompok tersebut sama-sama bertanggung jawab terhadap realitas 
  Indonesia sekarang.

  Dulu saya pernah melemparkan masalah ketika memberikan komentar kepada 
  Dadang, bahwa nafkah suami yang kurang dari yang seharusnya itu adalah utang 
  dan istri berhak menuntutnya dan istri berhak menuntut cerai kepada hakim 
  karena hal itu. Tentu saja tidak ada masalah karena di sini memang wilayah 
  diskusi. Bagaimana kalau itu saya lemparkan begitu saja ke tengah 
  masyarakat.. publik? Bukan mustahil malah akan menambah runyam kehidupan 
  keluarga yang sangat dinamis dan tidak sama rata antara satu dengan yang 
  lain. Ini baru berupa pelemparan masalah, belum lagi dipengaruhi pencarian 
  dukungan.

  Sekali lagi dua kelompok ini sama-sama bertanggung-jawab. Sama apakah 
  pendapat Abd. Muqsith (seperti dalam suara hati ini) itu sendiri yang 
  keliru, atau memang ada dalam pendapat yang diklaimnya, tapi terlanjur 
  tertarik dalam ruang publik yang luas dengan bentuknya yang seperti itu 
  (dengan rekaman-rekaman VCD yang--secara suuzzhan :)--bukan untuk 
  mematangkan dalam tradisi ilmiah tapi untuk konsumsi umum yang secara 
  sengaja disebarluaskan...), atau dia sendiri sedang melakukan pembumian yang 
  kebablasan, dimana seharusnya masalah seperti itu harus dimatangkan dalam 
  perdebatan tradisi ilmiah.

  Sekedar terbawa dan atau membawanya ke ruang publik yang luas begitu saja 
  tanpa pematangan dan tanpa memperhatikan hal-hal lain, entah apa jadinya. 
  Padahal dalam fiqh saja, masih banyak pendapat-pendapat lain yang 
  "kontroversial" yang bagi saya sendiri tidak mungkin saya jadikan makanan 
  publik. Sebut saja sebagai salah satu misal, tidak wajibnya shalat jum'at 
  bagi laki-laki yang baru kawin dengan istri kedua, menurut pendapat sebagian 
  Syafi'iyah dan sebagian lagi menisbatkannya kepada pendapat Imam Syafi'i 
  sendiri dalam al-Um. Dalam contoh lain, perdebatan antara Ghazali dan Ibnu 
  Ruysd. Materi yang mereka perdebatkan tentu saja berada dalam tataran 
  tradisi ilmiah yang menurut saya sangat susah untuk diketengahkan sebagai 
  konsumsi publik. Dan Ghazali sendiri ketika melontarkan Tahafut itu bukan 
  untuk mencari kekuatan dukungan untuk berada di belakangnya, sebagaimana 
  juga Ibnu Rusyd yang menjawab dengan Tahafut-Tahafutnya. Masing-masing orang 
  baik berada dipihak Ghazali atau Ibnu Rusyd atau yang menganalisa keduanya 
  dalam perdebatan itu, juga berada dalam tradisi ilmiah bersama kemandirian 
  berfikirnya sendiri. Kalaupun perdebatan itu kita ungkap kepada publik 
  secara luas begitu saja, maka pada biasanya yang kita ambil adalah 
  substansi/nilai dari perdebatan itu seperti misalnya kita sampaikan "bahwa 
  perdebatan itu menunjukkan kedewasaan sikap sekaligus kematangan tradisi 
  ilmiah di mana ketika mereka berbeda mereka mengajukan pendapat dan 
  argumennya masing-masing, tanpa ada kekerasan untuk menghancurkan pihak lain 
  hanya karena berbeda pendapat dengan kita."

  Itulah sebagian dari suara hati saya,
  Terima Kasih

  Aman
  http://aman.kinana.or.id


  ----- Original Message ----- 
  From: "ahmad yakub sulaiman" <[EMAIL PROTECTED]>
  To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  Sent: Tuesday, August 09, 2005 2:20 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Suara Hati (perkenalan)


  > Ass. wr. wb
  > Saya termasuk anggota baru dalam milis WM, seru juga membaca diskusi lewat 
  > milis, secara keseluruhan saya ingin berpendapat
  > tentang apa yang selama ini saya amati mengenai gerakan JIL dan organisasi 
  > lainnya yang mungkin sama visinya (liberalisasi,
  > pluralisasi dll), meskipun mungkin pengamatan saya terlalu minim 
  > sumbernya, tetapi dari sini dapat saya prediksikan, kalo
  > organisasi2/gerakan2 tersebut di masa mendatang akan makin banyak 
  > simpatisannya,
  > Mengapa? jelas sekali, pandangan mereka dalam beragama ini sangatlah bebas 
  > (akal diatas segalanya),
  > so manusia kebanyakan yang pada dasarnya mempunyai syahwat untuk hidup 
  > bebas, lebih tertarik untuk
  > memilih faham ini, daripada harus pusing2 mengikuti pihak fundamentalis, 
  > salafi, wahabi, partai islam, dll
  > (atau apapun namanya) yang meletakkan Qur'an dan Sunnah diatas segala2nya 
  > dan harus taat dan patuh pada keduanya.
  > Saya baca di Kaijan Utan Kayu (INDO POS Minggu, saya lupa tgl berapa), 
  > salah seorang aktivis JIL mengatakan bahwa jika ada
  > aturan agama yang bertentangan dengan kondisi jaman, maka dapat 
  > dikesampingkan demi terciptanya perdamaian.
  > Dari kutipan tersebut, dapat saya contohkan, misalnya Islam mewajibkan 
  > untuk berjilbab dan menutup aurat,
  > tetapi kalo saya amati kondisi jaman sekarang, dimana banyak wanita 
  > berpakaian memperlihatkan dada, pusar atau pakaian ketat
  > adalah sesuatu hal sudah wajar dan jika aturan jilbab tersebut diwajibkan, 
  > maka akan terjadi penolakan besar2an,
  > dan akan menimbulkan gejolak (tidak damai), maka mungkin menurut faham 
  > liberal, aturan berjilbab dapat ditolelir,
  > dan para wanita (yang juga manusia) mungkin akan lebih tertarik ke faham 
  > liberal, daripada pusing2 mengikuti
  > faham2 yg mewajibkan jilbab (aturan Islam)
  > Hal itulah yang terlintas dalam pikiran saya, tentang berbagai faham 
  > liberal, pluralis yang sekarang mulai semakin menjamur
  > dan menjadi idola. Bahkan mungkin faham liberal menggunakan label Islam 
  > untuk menghalalkan sesuatu yang jelas2 haram,
  > Contoh nyata, saya pernah melihat VCD Debat Buku "Ada Pemurtadan di IAIN", 
  > disitu jelas2 Abd Muqsith (aktivis JIL),
  > mengatakan bahwa aurat Wanita menurut pendapat Imam Ahmad, aurat wanita 
  > itu hanyalah qubul dan dubur
  > (kemaluan depan dan belakang), dan bukan zina jika kemaluan lelaki ditekuk
  > (dari kitab I'anatut Tholibin terbitan Toha Putra Semarang).Saya sebagai 
  > seorang lelaki normal
  > (yang punya syahwat terhadap wanita), tentunya akan merasa tertarik dengan 
  > pendapat yang dikemukan oleh Abd Muqsith tersebut,
  > dan saya yakin pendapat tersebut mungkin akan banyak diikuti oleh kaum 
  > muda sekarang (lebih bebas dalam mengumbar hawa nafsu).
  > Ketika saya akan memposisikan pihak yang membela faham ini (liberalisme, 
  > pluralisme dll), tiba2 nurani saya tergerak
  > dan mulai berpikir, berarti saya harus konsekuen dalam melaksanakan 
  > pendapat2 (fatwa2) yang dikemukakan oleh faham ini (liberal dll)
  > Contohnya, jika saya memiliki seorang istri, saudara ataupun anak 
  > perempuan, saya harus rela mereka memakai celana dalam saja
  > (dan menjadi tontonan kaum lelaki), dan mereka bisa bebas melakukan zina 
  > (asal si lelaki kemaluannya ditekuk).
  > Saya sebagai manusia yang masih memiliki nurani (masih normal, meskipun 
  > iman masih tipis), tidak sanggup menerima pendapat tersebut
  > (saya juga yakin, pengikut2 faham liberal kebanyakan, dalam hati nurani 
  > mereka, juga berpikiran sama)
  > Ini adalah salah satu contoh sederhana saja dalam mengutip pendapat2 
  > mereka, dari sekian banyaknya pendapat2 mereka,
  > yang menurut saya, jangankan dilihat dari sisi Qur'an dan Sunnah, dilihat 
  > dengan hati nurani saya saja
  > sudah sangat bertentangan (padahal Iman saya masih sangat tipis)
  > Saya pernah membaca wawancara Ulil (aktivis JIL) di INDO POS (lagi2 saya 
  > lupa tanggal edisinya),
  > Beliau mengatakan "mana solusi agama Islam dalam mengatasi korupsi, 
  > illegal logging, kasus TKI",
  > Yang bisa tangkap dari pendapat tersebut (kalo saya gak keliru lho) : 
  > daripada ngurusi masalah jilbab,
  > sesatnya ahmadiyah, masalah zina dll, lebih baik kita ngurusi masalah yang 
  > lebih urgen tersebut
  > (korupsi, kasus TKI, ilegal logging, perdamaian dunia dll) (mungkin begitu 
  > ya Pak Ulil).
  > Mungkin Pak Ulil menganggap aktivis2 islam sekarang yang membahas masalah 
  > jilbab, UU Pornografi, sesatnya ahmadiyah dll,
  > mengesampingkan masalah2 yang menurut Pak Ulil sangat penting. Ternyata 
  > anggapan tersebut sangatlah keliru.
  > Justru aktivis2 islam itulah (yang dianggap fundamentalis, garis keras, 
  > salafi, wahabi, eksklusif dll)
  > yang terdepan dalam menyuarakan anti korupsi, membela kaum2 tertindas dan 
  > menciptakan kedamaian.
  > Contoh nyata, ada salah satu partai islam (yang saya yakin mereka 
  > menegakkan Qur'an dan SUnnah)
  > sangat inten dalam menyuarakan hidup bersih dan anti korupsi, terjun 
  > langsung dalam kegiatan sosial,
  > dan selalu menyuarakan perdamaian. Malah mereka lebih santun dan damai 
  > dalam melakukan unjuk rasa
  > (sampai2 dipuji oleh Dubes AS yang nyata2 adalah non muslim), dan mereka 
  > (aktivis partai islam tsb)
  > juga aktif dalam berdakwah, meyuarakan syiar2 Islam, dan beribadah.
  > Disini yang saya lihat adalah sebuah keseimbangan dalam beraktivitas.
  > Dan ajaran Islam yang sesungguhnya memang tidak hanya mengatur 
  > Hablumminallah, tetapi juga Hablumminannas.
  > Hal itulah yang mungkin kurang dipahami oleh para pengikut faham liberal 
  > (kurang paham atau memang tak mau tahu)
  > Mereka (faham liberal)  mungkin menganggap ajaran Islam hanya mengatur 
  > hubungan manusia dengan Tuhan,
  > sehingga ketika masalah sosial dikaitkan dengan agama, mereka (faham 
  > liberal) tidak setuju,
  > padahal (sekali lagi) justru dalam kehidupan sehari2 orang yang berpegang 
  > teguh pada Qur'an dan Sunnah,
  > yang lebih santun dalam beraktivitas (yang oleh kaum liberal sering 
  > disudutkan dengan sebutan Islam garis keras,
  > fundamentalisme, wahabi, salafi ataupun nama2 lainnya yang berkesan garang 
  > dan eksklusif).
  > Justru dari merekalah (kaum fundamentalisme dll), saya memperoleh contoh 
  > kehidupan yang damai, tentram, penuh toleransi
  > dan menghormati agama lain, serta santun dalam bertingkah laku, anti KKN, 
  > anti penindasan dll
  > (yang hal tersebut semua, seringkali didengung-dengungkan oleh kaum 
  > liberalis),
  > dan mereka (kaum fundamentalis dll) tetap mempunyai prinsip yang teguh 
  > dalam memegang akidah
  > dan meletakkan Qur'an dan Sunnah dalam bertindak (hal inilah yang mungkin 
  > tidak terlintas dalam kaum Liberal).
  > Jadi prediksi saya tentang akan semakin maju dan berkembangnya faham2 
  > liberalisme, pluralisme, mungkin tidak akan terbukti,
  > berdasarkan kenyataan2 yang saya amati tersebut.
  >
  > Kesimpulannya :
  > faham liberalisme (yang mendewakan kebebasan dan akal pikiran) akan banyak 
  > diminati oleh kebanyakan manusia saat ini,
  > tetapi jika kebanyakan manusia tersebut, mau bertanya pada hati nuraninya 
  > yang paling dalam,
  > maka Insya Allah mereka sesegera mungkin, akan meninggalkan faham 
  > liberalisme tersebut.
  > Wass
  >
  > from Ahmad (mantan pengagum faham liberalisme dan pluralisme)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hjfdaaj/M=364397.6958316.7892810.4764722/D=groups/S=1705076250:TM/Y=YAHOO/EXP=1123687428/A=2915264/R=0/SIG=11t7isiiv/*http://us.rd.yahoo.com/evt=34443/*http://www.yahoo.com/r/hs";>Get
 fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home 
page</a></font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke