Republika 11 Agustus 2005 RESONANSI PREMAN BERJUBAH Tanggapan dari FPI Oleh : Al Habib Muhammad Rizieq Syihab Ketua Umum Majelis Tanfidz DPP FPI
Ini adalah tanggapan terhadap Resonansi yang ditulis Prof DR Syafii Maarif berjudul ''Preman Berjubah'' (Republika, Selasa 9 Agustus 2005), sebagai hak jawab umat. Tatkala Revolusi Islam Iran meletus pada 1979, banyak yang terhenyak ketika Pemerintahan Revolusioner Islam Iran membuat kebijakan drastis dan perubahan radikal. Di antaranya menutup gedung bioskop, penghentian produksi film, pelarangan wanita dari sekolah dan bekerja. Orang yang tidak mengerti serta merta menganggap Iran kolot, radikal, dan fundamentalis dalam arti negatif. Tapi 20 tahun kemudian, orang pun terbelalak. Ternyata di Iran muncul produksi film dalam negeri yang mampu menembus pasar internasional. Cerita-cerita rakyat yang menggugah, penampilan peran yang kuat, keindahan artistik pengambilan gambar, bersih dari unsur eksploitasi maksiat, menjadi ciri Islami film-film Iran. Wanita pun bukan saja mulai kembali ke bangku sekolah dan ke tempat pekerjaan, bahkan tampil di panggung politik, bertarung untuk merebut kursi kepresidenan. Begitu pula di Afghanistan. Tatkala Taliban berhasil menggulirkan Revolusi Islamnya, sebelum diserang oleh musuh Islam. Jadi, perubahan radikal dalam awal suatu revolusi adalah hal yang wajar, bahkan harus. Bukankah di awal revolusi Kemerdekaan RI, Bung Karno pernah melarang lagu-lagu cengeng percintaan karena dianggap tidak sesuai dengan semangat perjuangan '45? Bahkan ada sebuah grup band terpaksa dipenjara untuk menjaga semangat revolusi. Ketegasan sikap Iran dan Afghanistan seperti di atas jangan diartikan sebagai radikalisme atau fundamentalisme yang berpaham sempit dan kaku. Itu merupakan proses dari suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Begitu pula ketegasan umat Islam Indonesia akhir-akhir ini terhadap berbagai aliran sesat berlabelkan Islam, jangan diartikan sebagai gerakan ''Preman Berjubah'' yang berpaham radikalis dan fundamentalis. Andaikan sejak dini pihak legislatif, eksekutif, maupun yudikatif mau memahami keresahan umat Islam terhadap aliran sesat berlabelkan Islam, lalu segera mengakomodir aspirasi mereka dengan mengambil tindakan tegas terhadap para perusak dan penoda ajaran Islam, sesuai dengan Perundang-undangan --seperti KUHP pasal 156a tentang penistaan suatu agama-- maka tidak akan terjadi gerakan umat yang dituduh sebagai aksi radikal dan anarkis. Apabila harta benda dan jiwa raga seseorang terancam, maka ia berhak melakukan ''bela-paksa'' (overmacht/noodweer). Apalagi jika yang terancam akidah dan keyakinannya, yang jauh lebih berharga daripada harta benda dan jiwa raga. Kekecewaan umat Islam yang bertumpuk-tumpuk telah mencapai klimaksnya, sehingga tanpa dikomando pihak mana pun, mereka bergerak sesuai dengan nurani, untuk menjaga kemurnian dan kesucian agama Islam. Sikap tegas umat Islam bukan tidak berdasar. Sejumlah ayat Al Quran menjadi Hujjah mereka, seperti: QS 9 at-Taubah ayat 73 dan 123, serta QS 66 at-Tahrim ayat 9, begitu pula QS 48, aAl-Fath ayat 29, yang semuanya berintikan sikap tegas terhadap kekafiran, kesesatan, dan kemunafikan. Selain itu berbagai contoh sikap dan tindakan tegas Rasulullah SAW menjadi teladan, antara lain: Memotong tangan pencuri, mencambuk pemabuk, merajam pezina yang muhshon, memerangi kafir harbi, mengerasi kaum munafiqin, membasmi nabi palsu dan pengikutnya, membakar masjid dhiror, dan lain-lain. Karenanya, ada atau tidak fatwa MUI tentang kesesatan Ahmadiyah, Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme dan Perdukunan, serta aliran-aliran sesat lainnya, maka gerakan umat Islam melawan kesesatan tetap akan muncul ke permukaan, karena itu sudah merupakan panggilan nurani dan kewajiban agama. Jadi, jangan mengkambing hitamkan Fatwa MUI sebagai provokator bagi kemarahan umat Islam. Bahwa Fatwa MUI tersebut harus dilihat sebagai jawaban bagi keresahan umat Islam selama ini. Al Habib Muhammad Rizieq Syihab Ketua Umum Majelis Tanfidz DPP FPI SURAT TERSEBUT DIATAS MERUPAKAN TANGGAPAN ATAS TULISAN KH. AHMAD SYAFII MAARIF DI KOLOM RESONANSI HARIAN REPUBLIKA 9 AGUSTUS 2005, SEPERTI DIBAWAH INI : Republika, Selasa, 09 Agustus 2005 Preman Berjubah Oleh : Ahmad Syafii Maarif Pada saat tersiar berita bahwa saya dan teman-teman dari lintas agama mau bertemu dengan Presiden Bush pada 22 Oktober 2003 di Bali, dalam masyarakat telah terjadi polarisasi penilaian. Ada yang menuduh bahwa kami akan menjadi corong Bush, tetapi ada pula yang menilainya positif. Jawaban saya waktu itu adalah: "Mana yang lebih kesatria, berhadapan langsung dengan musuh atau mengepalkan tinju dari balik gunung?" Setelah apa yang kami sampaikan yang kemudian disiarkan media massa, barulah kelompok yang skeptik paham bahwa kami yang memilih opsi pertama berada di jalan yang benar. Pada waktu saya bacakan pernyataan yang sudah disiapkan, Bush mendengar dengan baik, sekalipun menghantam politik imperialistiknya. Bagi saya pertemuan semacam itu penting, sebab kita punya kesempatan emas untuk menyampaikan apa yang terasa secara sopan tetapi tajam. Tidak seperti cara-cara sementara pihak yang menyerbu suatu tempat yang mereka nilai "berbahaya" bagi Islam seperti yang mereka pahami. Ada pula fatwa MUI yang dijadikan dasar. Cara semacam ini adalah cara preman yang berjubah, jauh dari sifat seorang ksatria. Kelompok inilah yang saya kategorikan sebagai mereka yang berani mati, tetapi tidak berani hidup, karena mereka tidak punya sesuatu, kecuali kekerasan, untuk ditawarkan bagi kepentingan kemanusiaan. Di otak belakang mereka sudah lama menggebu syahwat ingin berkuasa melalui cara-cara yang tidak beradab dan antidemokrasi. Mereka tidak segan-segan "membajak" Tuhan untuk meraih kekuasaan itu di balik dalil-dalil agama yang digunakan. Dan tidak jarang mereka dengan mudah dijadikan mangsa oleh pihak tertentu dengan diberi upah materi. Cara-cara almarhum Ali Moertopo menjinakkan bekas-bekas anggota DI adalah di antara contoh yang masih segar dalam ingatan kita. Cara itu pasti berulang, apalagi masyarakat kita sekarang sangat labil karena serba ketidakpastian menghadang masa depan. Sudah berapa kali saya lontarkan bahwa ujung sekularisme dan fundamentalisme hampir setali tiga uang. Sekularisme mengusir Tuhan dari lingkungan manusia karena dianggap sudah mati, sebagaimana Nietzsche pernah mengatakan, sementara fundamentalisme membajak Tuhan untuk kepentingan kekuasaan. Bedanya, sekularisme memberhalakan manusia dalam mencapai tujuannya yang serba duniawi, fundamentalisme berlindung di belakang jargon-jargon religius untuk membunuh peradaban. Rezim Taliban di Afghanistan adalah contoh yang dekat dengan masa kita yang ingin memutar jarum jam ke belakang. Mereka ingin membangun sebuah dunia cita-cita yang akal sehat tidak dapat memahaminya. Perempuan misalnya tidak perlu sekolah dan harus tinggal di rumah. Kesalahan fatal Amerika dan sekutunya adalah melakukan invasi ke negeri ini, sebuah tindakan biadab yang berlawanan dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip demokrasi. Tindakan serupa juga kemudian dilakukan di Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah massal, tetapi ternyata bohong belaka. Bahwa, Saddam Hussein kejam terhadap lawan-lawan politiknya, sudah diketahui umum. Tetapi, apa hak negara lain untuk menghukumnya? Doktrin pre-emptive strike (pukul dulu) berlawanan secara diametral dengan etika dan hukum internasional. Tetapi, etika dan hukum itu sudah tidak diabaikan oleh negara-negara kuat tetapi mengklaim sebagai benteng demokrasi. Sebuah kebohongan publik mereka bungkus dengan cara-cara manis, tetapi penuh bisa yang mematikan. Konstelasi politik global sekarang memang sangat pelik dan melelahkan, sementara dunia Islam seperti tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Suasana serba tidak menentu ini menjadi salah satu sebab mengapa kekuatan-kekuatan radikal mendapat lahan subur untuk melancarkan aksinya, apakah itu melalui teror, dan tidak jarang pula berlindung di balik dalil-dalil agama. Pesan Alquran sebagai rahmat bagi alam semesta telah lama dicampakkan entah ke mana. Tragis memang. Tetapi, inilah realitas getir yang harus dihadapi dengan sabar tetapi cerdas, sambil bekerja keras mencari solusi. Kemanusiaan tidak akan bisa tahan lama berada dalam lingkungan global yang serba hipokrit ini. Oleh sebab itu, kita yang masih siuman tidak boleh kehilangan perspektif dalam keadaan yang bagaimanapun. Akal sehat jangan dibiarkan mati dengan meniru cara-cara radikal dan senang dengan serba kekerasan yang risikonya hanya tunggal: menghancurkan peradaban dan diri sendiri, lambat atau cepat. Ya Allah, tunjukilah kami jalan-Mu yang benar dan lurus, jalan yang Engkau ridhai, bukan jalan yang Engkau benci, dan bukan pula jalan yang sesat. Tanpa petunjuk-Mu ya Allah, kami tentu akan bertualang tanpa arah, tidak tahu lagi ke mana langkah ini harus diayunkan. Amin! [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/