RUU Antipornografi dan Pornoaksi Ditolak Jakarta, Kompas - Memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, perempuan-perempuan di Jakarta, Banda Aceh, Yogyakarta, dan Makassar melakukan aksi damai menuntut pemerintah dan DPR menyelesaikan masalah besar bangsa.
Masalah yang ditekankan kemarin adalah kemiskinan, korupsi, pendidikan, dan kesehatan rakyat. Mereka juga menolak berbagai peraturan yang membatasi ruang gerak perempuan. Di Jakarta ratusan perempuan dari berbagai kelompok serta kelompok yang menaruh perhatian pada pembangunan dan kemiskinan menuntut pemerintah dan anggota DPR tidak mengalihkan perhatian dari masalah bangsa yang mendesak dengan menggunakan isu perempuan. Di Banda Aceh ratusan perempuan dari puluhan lembaga perempuan yang sebagian besar korban tsunami melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD dan Kantor Infokom Banda Aceh. Mereka menuntut agar pemberlakuan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam tidak hanya mempersoalkan pakaian perempuan, tetapi juga pemberantasan korupsi. Di Yogyakarta ratusan perempuan dari berbagai elemen berjalan kaki melakukan aksi damai, menolak Rancangan Undang- Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Di Makassar ratusan perempuan buruh dari berbagai perusahaan dan bekas buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mengecam kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat. Mereka menyebut kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, hingga PHK sebagai bentuk ketidakpekaan pemerintah terhadap kehidupan rakyat. Koordinator Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta Ratna Batara Munti mengatakan, aksi dengan berjalan kaki dari Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pada pukul 10.45 menuju Gedung Bappenas dan dilanjutkan di depan Istana Merdeka itu untuk menuntut hak dasar warga negara. Pemerintah tidak dapat memenuhi hak dasar atas kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Namun, pada saat bersamaan perempuan yang bekerja malam hari dibatasi dengan berbagai peraturan daerah. Aksi ini, menurut Ratna, bertujuan menolak politisasi tubuh perempuan untuk politik kekuasaan. Yang kami tolak adalah dagangan politik untuk memperoleh massa dengan mendiskriminasi perempuan. Ketidakmampuan pemerintah dan DPR memenuhi hak-hak dasar yang lebih mendesak saat ini dialihkan dengan melakukan politisasi terhadap tubuh perempuan, kata Ratna. Koordinator Srikandi Demokrasi Indonesia Nuraini menyebutkan, pemerintah secara tidak sadar terus memojokkan perempuan. Di satu sisi, kenaikan harga bahan bakar minyak dan rencana kenaikan tarif dasar listrik menyebabkan perempuan harus bekerja lebih keras menyiasati pembiayaan rumah tangga. Di sisi lain, ketika bekerja di luar rumah, perempuan dihadang aturan yang membatasi gerak. RUU APP yang sedang dibahas di DPR dengan pasal-pasal multitafsirnya akan membuat perempuan tidak bebas beraktivitas di luar rumah. Menolak RUU APP Sementara itu, dari kediamannya di Ciganjur, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan istrinya, Ny Sinta Nuriyah Wahid, menyatakan secara pribadi tidak melihat perlu adanya UU APP. Menurut Gus Dur, persoalan terpenting dalam RUU APP adalah harus ada kejelasan siapa yang menetapkan soal hak, mana yang dapat dianggap sebagai pornografi. Selain itu, pornografi juga sudah diatur melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Kok merasa bisa menentukan moralitas masyarakat. Cukup dengan kesopanan, bukan moralitas, kata Gus Dur. Ny Sinta Wahid yang merayakan ulang tahun ke-58 mengatakan terjadi silang sengketa di masyarakat seolah-olah mereka yang menolak RUU APP setuju pornografi. Ungkapan itu pembodohan karena tindakan apa pun yang merendahkan martabat manusia melalui eksploitasi tubuh dan seksualitasnya merupakan kejahatan dan harus dilawan, katanya. Dia menyatakan kecewa kepada tokoh-tokoh masyarakat, mereka yang mewakili konstituennya, karena melakukan pembodohan tersebut. Ny Sinta meminta negara dan pengambil keputusan membatalkan RUU APP. Alasannya, antara lain, RUU ini berangkat dari prasangka bahwa moral perempuan menyebabkan kerusakan moral negeri ini. Alih-alih negara menyejahterakan rakyat, yang terjadi malah kontrol terhadap perilaku perempuan yang dianggap obat mujarab atas kebobrokan moral negeri. Di Yogyakarta penolakan terhadap RUU APP disebabkan RUU itu bukannya melindungi perempuan dari eksploitasi seksual, tetapi malah menempatkan seksualitas perempuan sebagai yang bersalah. Menurut Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Ani Setiawati, aturan itu berpotensi meningkatkan kekerasan terhadap perempuan. Selain RUU APP, aksi damai perempuan yang berlangsung kemarin juga menolak peraturan daerah yang mendiskriminasi perempuan. Di Aceh, seorang nenek membawa poster bertuliskan Bukan perempuan yang berbaju ketat yang sama dengan setan, tetapi koruptorlah yang setan. Kalau bisa syariat Islam juga berlaku untuk koruptor dan pemakan uang rakyat, jangan hanya terhadap perempuan, kata Nafsiah, seorang peserta aksi. Tuntut cabut perda Di Jakarta Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan berbagai organisasi perempuan menolak ideologi konservatisme yang kini disinyalir mulai melanda sejumlah organisasi massa berbasis agama. Jangan sampai ada politisasi moral dan agama karena ini membahayakan kedaulatan perempuan dan tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada kata Komisioner Komnas Perempuan Tati Krisnawati dalam jumpa pers kemarin. Mereka menuntut pencabutan peraturan daerah (perda) yang melanggar hak asasi perempuan dan membatasi kedaulatan perempuan, seperti di Kabupaten Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Bulukumba, Enrekang, Maros, dan Tangerang. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, lanjut Tati, seharusnya proaktif meninjau kembali berbagai produk kebijakan daerah yang cacat hukum karena bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi. Secara terpisah, dalam jumpa pers di Gedung DPR, Ketua DPR Agung Laksono mengatakan jangan sampai RUU APP menimbulkan perpecahan bangsa. Maka, isinya harus dapat diterima semua elemen bangsa dan jangan sampai ada yang dirugikan. Menurut Agung, relief di candi yang banyak tanpa busana tidak dapat dianggap pornografi atau erotisme. Begitu juga masyarakat Papua yang biasa mengenakan koteka. Saya setuju RUU APP diteruskan, tetapi jangan sampai menimbulkan perpecahan bangsa, katanya. Karena itu, sebelum RUU APP diundangkan, kata Agung, berbagai aspirasi harus ditampung. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono dalam pernyataannya kemarin mengatakan, meskipun dia setuju adanya pengaturan tentang pornografi, RUU APP harus terus disempurnakan dengan mendengarkan seluruh komponen masyarakat. (AIK/ITA/REN/EVY/MH/ TRI/SUT/NMP) http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0603/09/utama/2495909.htm Click: http://www.mediacare.biz or http://mediacare.blogspot.com or http://indonesiana.multiply.com Mailing List: http://www.yahoogroups.com/group/mediacare/join --------------------------------- Yahoo! Mail Bring photos to life! New PhotoMail makes sharing a breeze. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/