Sampai bertemu insya-Allah Jum'at depan. Ini ana kirim tulisannya Abah ttg perbudakan Wassalam Muammar Qaddhafi
MQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQ BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 282. Perbudakan Dari tahun ke tahun ummat Islam senantiasa memperingati Mawlid ataupun Mawlud Nabi Muhammad RasuluLlah SAW. Salah satu thema sentral yang disampaikan dalam pesan-pesan Mawlud adalah: -- WaMa- Arsalnaka Illa- Rahmatan lil'Alamiyna (S. Al Anbiya-i, 107). Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan rahmat untuk banyak alam (21:107). Diterjemahkan kata al'Alamiyn (alam dalam bentuk jama') dengan banyak alam. Dalam bahasa yang lain-lain, bahasa Inggeris misalnya kata nature tidak ada bentuk plural. Alam dalam bentuk jama' dalam ayat (21:107) dapat berarti alam non-hayati seperti batu-batuan, mineral, bumi dengan atmosfernya dll, dan alam hayati seperti: alam nabati, alam hewani, alam manusia. Dapat pula berupa kombinasi yang dikenal dengan alam sekitar sebagai sumber informasi untuk kajian ilmu, sumberdaya alam sebagai barang keperluan masyarakat, lingkungan hidup yang menderita oleh pencemaran ulah tangan-tangan manusia. Alam manusia terdiri pula atas alam masyarakat, alam bangsa-bangsa, dan alam sejarah yang di dalamnya tergolong pula alam perbudakan yang menjadi topik kolom ini. Yaitu dalam rangka menyambut Mawlud Nabi Muhammad RasuluLlah SAW, sebagai Rahmatan lil'Alamiyn dalam konteks menghilangkan alam perbudakan. Perbudakan sudah sangat tua. Pada dasarnya dahulu kala sistem perbudakan tidaklah berbeda antara orang Romawi dengan orang Mesir, Parsi, India, Arab dll. Pemilik budak mempunyai hak penuh atas budaknya, hak membunuh, hak mendera, hak menyiksa, hak menjual dan hak untuk mengekspoitasi tenaga budak tanpa ampun dan tanpa bayaran. Walaupun sistem tidak berbeda namun secara gradual dalam arti intensitas kekejaman terhadap budak, orang Romawilah yang berada di atas puncak. Jang menjadikan orang Romawi menjadi juara dalam hal kekejaman terhadap budak, yaitu orang Romawi membiadabkan (bukan membudayakan) pertunjukan duel gladiator (budak aduan) hingga tewas untuk mereka nikamti. Kebiadaban adu gladiator ini tidak pernah terjadi pada bangsa-bangsa lain. Demikianlah suasana kehidupan bangsa-bangsa, termasuk bangsa Arab, yang memiliki sistem perbudakan yang berurat berakar dalam masyarakat, tatkala Nabi Muhammad SAW datang membawa Risalah. -- Laqad Ja-akum Rasuwlun min Anfusikum 'Aziyzun 'Alayhi Ma- 'Anittum (S. Al Tawbah, 128). Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu, yang amat berat baginya akan penderitaanmu (9:128). Abraham Lincoln (1809 - 1865) Presiden ke-16 berhasil secara formal menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat melalui Civil War (1861 - 1863). Namun ia tidak sempat mempersiapkan mental masyarakat untuk menerima kenyataan suasana kemerdekaan budak-budak. Mantan budak-budak membentuk kelompok-kelompok balas dendam atas mantan tuan-tuannya, sedangkan pada pihak yang lain terbentuk pula organisasi rasial kulit putih Khu Klux Klan. Maka situasi menjadi runyam bahkan Abraham Lincoln sendiri tertembak (14 April 1865) dan meninggal keesokan harinya. Seperti halnya dengan menghentikan kebiasaan minum miras dengan cara bertahap (sudah dibahas dalam Seri 248, 3 November 1996), maka Risalah yang dibawakan Nabi Muhammad SAW menghapuskan perbudakan secara bertahap pula. Langkah pertama yang ditempuh RasuluLlah SAW sebagai Uswatun Hasanah, contoh pemimpin yang baik, adalah persiapan mental bagi kedua belah pihak. Yaitu menghilangkan sikap mental superioritas, ataupun keangkuhan dari pihak pemilik budak atas budaknya, dan pada pihak yang lain memupus dendam dan kebencian dari pihak budak terhadap tuannya. RasuluLlah bersabda: "Budak kalian adalah saudaramu. Kalian yang mempunyai tanggungan saudara hendaklah memberi makan kepadanya apa yang kalian makan, memberi pakaian kepadanya seperti yang kalian pakai. Janganlah membebaninya pekerjaan di atas kemampuannya. Apabila kalian memberikan kepadanya pekerjaan sekira di atas kemampuannya, bantulah ia." Sikap mental tidak membebani budaknya dengan pekerjaan berat memungkinkan budak-budak itu memperoleh penghasilan dengan jalan menjual jasa kepada orang lain. Tahap selanjutnya himbauan untuk memerdekakan budak dengan mengemukakan kenyataan bahwa secara psikologis melepas budak adalah pekerjaan seperti mendaki pendakian terjal. -- WaMa- Adra-ka Ma l'Aqabatu. Fakku Raqabatin. (S. Al Balad, 12-13). Tahukah engkau apa jalan mendaki itu? Memerdekakan budak (90:12-13). Tidaklah semua orang mampu untuk melalui jalan mendaki itu. Maka ada pula sebuah metode yang efektif dalam pembebasan budak, yaitu dengan syari'at memberikan sanksi atas orang yang berbuat dosa. Seperti misalnya menggauli isteri dalam bulan Ramadhan pada siang hari diberikan sanksi membebaskan budak. Demikian pula membunuh orang tidak dengan sengaja sanksinya ialah membebaskan budak. -- Wa Man Ka-na Qatala Mu'minan Khathaan Fatahriyru Raqabatin Mu'minatin (S. An Nisa-i, 92), barang siapa membunuh seorang mu'min tidak dengan sengaja, haruslah memerdekaan seorang hamba yang mu'min (4:92). Dalam tahap permulaan sejumlah sahabat telah memenuhi himbauan untuk membebaskan budaknya secara sukarela. Bahkan Abu Bakar RA membeli sejumlah budak kemudian membebaskannya. Salah seorang diantara budak yang dibeli kemudian dibebaskan olehnya ialah Bilal. Walaupun pada tahap permulaan belum banyak yang bersedia secara sukarela membebaskan budaknya, namun sejarah mencatat kemudian setelah kualitas keimanan ummat Islam merata secara luas, sejumlah besar budak dibebaskan secara suka rela. Ada pula cara menghentikan perbudakan dengan jalan memotong garis keturunan, yaitu menikahi budak-budak perempuannya. Keturunan dari hasil perkawinan itu bukanlah budak lagi. Hal ini telah dikemukakan dalam Seri 279, 29 Juni 1997, berjudul polygami.(*) Yang paling efektif ialah melalui kelembagaan Baytulmal dan Mukatabah (asal katanya KaTaBa artinya menulis). Zakat harta dan dagang yang disimpan dalam Baytulmal sebagian porsinya dipergunakan pemerintah untuk membebaskan budak. Mukatabah adalah perjanjian tertulis secara perdata antara budak dengan tuannya untuk menebus dirinya dengan sejumlah uang yang disepakati bersama dan dapat dibayar secara menyicil. Hal ini dimungkinkan sebab seperti disebutkan di atas budak-budak itu diizinkan oleh tuannya untuk pergi menjual jasa. Budak-budak yang membebaskan diri melalui kelembagaan Mukatabah ini sudah siap mandiri secara sosial ekonomis. Pembebasan secara kelembagaan Mukatabah ini baru diterapkan di Eropah dalam abad ke-14 M. tujuh abad kemudian. WaLlahu A'lamu bi shShawab. *** Makassar, 20 Juli 1997 [H.Muh.Nur Abdurrahman] -------------------------- (*) Dikutip dari Seri 279: Menurut Sunnah RasuluLlah SAW, beliau menikahi budak dengan memerdekakannya sebagai mahar, yaitu Syafiyyah binti Huyay dan Mariyah binti Syam'um Al Qibthiyyah. Shafiyyah binti Huyay adalah bangsawan Yahudi dari Bani Nadhir. Ayahnya yaitu Huyay bin Akhthab adalah salah seorang yang sangat aktif menghasut qabilah-qabilah Arab, sehingga terbentuk pasukan konfederasi yang berkekuatan antara 18.000 hingga 20.000 orang. Pasukan konfederasi tersebut yang mengepung Madinah itu dikenal dalam sejarah dengan Perang Khandaq (parit). Huyay ditunjuk oleh pasukan konfederasi Arab untuk mendatangi benteng Yahudi di lini belakang untuk menghasut Banu Quraizhah pemilik bnteng tersebut supaya berkhianat. Atas hasutan itu Banu Quraizhah bersedia menyerang Madinah dari belakang dan menkhianati Piagam Madinah, di mana dalam piagam tersebut termaktub perjanjian (pakta) di antara beberapa qabilah di Madinah. Di antaranya pakta antara Kaum Muslimin dengan banu Quraizhah yang antara lain berbunyi: Jika ada musuh menyerang Madinah banu Quraizhah bersama-sama kaum Muslimin mempertahankan Madinah. Shafiyyah adalah janda dari Kinanah bin Rabi' bin Abul Haqiq, pemilik benteng Al Qamush, yaitu benteng terbesar di Khaibar. Kinanah terbunuh setelah benteng itu ditaklukkan pasukan Muslim di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib. Shaifyyah ditawan, statusnya menjadi budak. Dahulu belum dikenal kamp konsentrasi tawanan perang. Mereka itu diserahkan kepada para anggota pasukan pemenang sebagai budak. Mariyah binti Syam'um Al Qibthiyyah pada masa remajanya berdiam di istana Muqawqis 'Azhim al Qibth (raja orang-orang Qibthi di Mesir). Mariyah dilahirkan di dataran tinggi Mesir di desa Hifin dekat kota Anshuna yang terletak di pinggir sebelah Timur S. Nil. Mariyah bersama Sirin sudah ada di istana tatkala Hathib bin Abi Balta'ah, utusan dari Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan surat ajakan Nabi SAW kepada Muqawqis untuk memeluk Islam. Hathib pulang meninggalkan Mesir dengan membawa serta Mariyah dan Sirin sebagai "hadiah" untuk mempererat hubungan diplomatik antara Madinah dengan Mesir. Mariyah melahirkan anak laki-laki diberi bernama Ibrahim oleh Nabi SAW. Sayang sekali Ibrahim meninggal dunia dalam umur satu setengah tahun. Rombongan yang mengantar jenazah Ibrahim ke pekuburan Baqi', tatkala mereka kembali ke rumahnya masing-masing, kota Madinah menjadi gelap karena gerhana matahari total. Penduduk Madinah mengatakan bahwa gerhana itu karena wafatnya Ibrahim. Ucapan penduduk Madinah tersebut sampai ke telinga RasuluLlah SAW, lalu beliau bersabda kepada penduduk Madinah: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat kekuasaan Allah. Keduanya mengalami gerhana bukan karena mautnya seseorang, atau karena lahirnya seseorang." ----- Original Message ----- From: kila4tb1roe To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, March 10, 2006 16:34 Subject: [wanita-muslimah] Re: ketika para koki digusur tukang sayur dan tukang sayur pun menjadi koki Pak Wida, Kalau menurut saya pribadi, kita melihat hukum secara realitas dan realitas jelas sesuatu yang dinamis. Hari ini perbudakan bisa dinilai sebagai suatu yang salah tapi pada masa lampau perbudakan dapat dinilai sebagai suatu yang benar mengingat lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya. Perbudakan pada zaman Nabi sangat dibutuhkan untuk menjadi kesatuan umat, dimana para bangsawan menjadi benteng pertahanan bagi keutuhan bani/sukunya masing-masing. Dan menjadi keberadaan status menjadi hak yang mutlak diperlukan untuk itu posisi budak tidak bisa disepelekan dalam aturanya. Dan menurut saya pribadi, memperbaharui hukum sesuai realitas baru disandarkan pada sifat kasih sayang, kesamaan dan keadilan:) --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: > > Terimakasih mas PREND, artikelnya bagus sekali dan banyak yang perlu untuk > direnungkan. Tetapi saya ingin menkomentari satu saja. Tentang budak. > > Saya salinkan keterangan di bawah: > [Karena perbudakan sekarang menjadi sesuatu yang emoh untuk difikirkan, > saya akan menjelaskan sedikit: di dalam fiqih Islam hubungan seksual > antara laki-laki pemilik budak dengan budak perempuan tidak dilarang. > Tidak ada akad nikah, pemberian mas kawin, atau prosesi apa pun sebelum > hubungan seksual itu berlangsung. Jika budak perempuan itu hamil dan > melahirkan anak, maka anak itu statusnya tetap budak, tetapi ibunya naik > status sedikit menjadi ummu walad, tetapi masih tetap budak. ] > > Sekarang fikirkanlah kasus ini. Nabi Muhammad mempunyai sahaya (budak > perempuan) pemberian dari raja Mesir bernama Maria Qibtiyah. Dan memang > nabi mencampurinya. Status Maria memang budak karena ia tidak menempati > kamar bagi Ummul Mukminin. Kemudian Maria hamil dan melahirkan anak bagi > nabi, Ibrahim yang kemudian wafat ketika berumur 1 tahun. Nah, apakah > Ibrahim, putera nabi, statusnya masih m enjadi budak? Apakah Maria ibu > Ibrahim statusnya hanya sebagai Ibunya Ibrahim? Bukan menjadi istri nabi? > > Begitulah jika agama hanya dipahami tanpa kasih sayang. > > Sama kasusnya dengan nabi Ibrahim dan Hagar (Siti Hajar). Saya yakin bahwa > setelah melahirkan Ismail, Hagar telah diangkat statusnya menjadi istri > nabi Ibrahim. Sedangkan umat Yahudi masih ingin mengatakan Hagar masih > tetap sebagai budak. Dan Ismail statusnya adalah tetap anak budak, bukan > anak sah dari Ibrahim. > > Kisah nabi Ibrahim dan Hagar ini adalah kisah favoritnya Maria Qibtiyah. > Karena banyak sekali kemiripannya dengan jalan hidupnya. Sama-sama dari > Mesir. Sama-sama diberikan kepada seorang nabi. Sama-sama dapat memberikan > anak. Sama-sama diangkat derajatnya menjadi istri. > > Inilah pemahaman saya tentang status sahaya setelah melahirkan anak bagi > tuannya. Lebih jauh, ketika seorang tuan berniat menggauli sahayanya, maka > ia harus berniat untuk menjadikannya seorang istri. Oleh karenanya nabi > melarang seorang tuan melakukan azl kepada sahayanya. Agar si sahaya bisa > terangkat martabatnya ketika memberikan anak bagi tuannya. > > Salam, [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/