http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=217791

Jumat, 24 Mar 2006,


Ironi Wakil Rakyat 
Oleh Kacung Marijan 

Kritik terhadap para wakil rakyat kita (DPR/D) sudah sering dilakukan. Yang 
melakukannya bukan hanya para pengamat dan orang kebanyakan. Wakil Presiden 
Jusuf Kalla juga ikut-ikutan menyentil para wakil rakyat ketika berbicara di 
dalam sebuah forum yang diselenggarakan oleh CSIS (Jawa Pos, 23 Maret 2005).

Inti kritikan itu adalah masih lemahnya kemampuan DPR/D sebagai political 
representation, yaitu bertindak dan berjuang di dalam membuat 
kebijakan-kebijakan publik sebagaimana dikehendaki para konstituen. Secara 
lebih spesifik, Jusuf Kalla bahkan terang-terangan menyebut para wakil rakyat 
itu lemah di bidang pembuatan perundang-undangan (legislasi). 

Yang banyak disoroti publik adalah bahwa para wakil rakyat itu acapkali 
memiliki agenda sendiri di dalam memerankan posisinya. Misalnya saja, ketika 
berbicara mengenai kenaikan pendapatan (take home pay), mereka begitu 
bersemangat. Tetapi, ketika berbicara mengenai isu yang sangat penting, seperti 
di dalam pembahasan busung lapar, mereka terkesan ogah-ogahan.

***

Realitas seperti itu merupakan sebuah ironi. Pertama, para wakil rakyat kita 
sekarang ini dipilih melalui proses yang jauh lebih demokratis bila 
dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Asumsi yang sering kita dengar 
selama ini, pemilu yang lebih demokratis itu akan melahirkan wakil rakyat yang 
memiliki tingkat keterwakilan dan akuntabilitas lebih besar. Mengapa itu tidak 
menjadi kenyataan? 

Kedua, wajah para wakil rakyat kita sekarang ini sudah lebih banyak yang 
berlatar belakang pengusaha. Kita berasumsi, para wakil rakyat kita selama ini 
lebih banyak memperjuangkan kepentingannya sendiri karena masih harus 
memikirkan isi perutnya sendiri. Pertanyaannya, mengapa sekarang kita memiliki 
para wakil rakyat yang berlatar belakang pengusaha masih juga memikirkan isi 
perutnya sendiri?

Melalui proses pemilu yang demokratis, para wakil rakyat memang bisa 
memosisikan dirinya sebagai promissory representation sekaligus anticipatory 
representation sebagaimana dikatakan Jane Mansbridge dalam tulisannya 
Rethinking Representation (2003). Di dalam promissory representation, para 
wakil rakyat berusaha membuat janji-janji yang akan diperjuangkan ketika kelak 
menjadi wakil rakyat. Harapannya, para pemilih terpikat untuk memilihnya.

Sementara itu, di dalam anticipatory representation, para wakil rakyat akan 
berusaha melakukan sesuatu sebagai bukti bahwa mereka benar-benar bekerja untuk 
rakyat. Tujuannya, pada pemilu berikutnya, mereka bisa terpilih kembali.

Ketika reformasi digulirkan, terdapat harapan, potret para wakil rakyat kita 
akan bergerak ke arah seperti itu. Bangunan yang diinginkan adalah munculnya 
para wakil rakyat yang bertipe delegates, yakni para wakil rakyat yang 
bertindak berdasar keinginan para pemilih (Andeweg dan Thomassen, 2005).

Di dalam konteks seperti itu, kita tidak lagi menaruh asumsi bahwa para wakil 
rakyat tersebut merupakan orang-orang agung yang layak dipercaya untuk membuat 
keputusan-keputusan berdasar pemikirannya sendiri (trustees). Sejarah 
membuktikan -dan sampai sekarang terbukti- bahwa para wakil rakyat itu tidak 
lepas dari kepentingan-kepentingannya sendiri.

***

Kembali pada pertanyaan mengapa pemilu yang demokratis itu tidak otomatis 
melahirkan para wakil rakyat yang mampu berfungsi sebagai political 
representation? Pertanyaan demikian bukan hanya muncul di Indonesia. Para 
ilmuwan politik yang sering menyoroti sistem perwakilan dan pemilu pun 
melontarkan hal serupa.

Bagi para penganut pendekatan kultural, pertanyaan itu, misalnya, bisa dijawab, 
"karena yang duduk di lembaga perwakilan adalah orang-orang yang tidak 
amanah!". Bagi yang menganut doktrin agama, jawaban demikian dilanjutkan, 
"karena yang duduk di DPR/D itu adalah orang-orang yang tidak beriman!"

Masalahnya, soal keimanan itu sejatinya merupakan sesuatu yang sangat pribadi, 
menyangkut rahasia di dalam relasi antara manusia dan Tuhan. Seseorang yang 
kasat mata kita pandang beriman, bisa jadi kurang beriman di hadapan Tuhan. 
Begitu pula sebaliknya. Konsekuensinya, pandangan penganut pendekatan seperti 
itu masih harus lebih banyak dioperasionalkan ketika hendak dipakai sebagai 
instrumen untuk memperbaiki sistem perwakilan kita.

Bagi para penganut pendekatan kelembagaan, munculnya wajah ironis para wakil 
rakyat itu tidak lepas dari desain kelembagaan yang belum sempurna. Misalnya 
saja, sistem semi open list di dalam sistem pemilu kita memang sudah lebih baik 
daripada sebelumnya. 

Tetapi, di dalam sistem itu, para pemilih tetap saja belum leluasa memilih para 
wakilnya. Pada kenyataannya, calon yang memiliki suara besar tidak bisa 
menduduki jabatan wakil rakyat ketika suaranya belum mencapai Bilangan Pembagi 
Pemilih (BPP) karena berada di urutan belakang. Sebaliknya, calon yang memiliki 
suara kecil bisa terpilih karena berada di urutan paling atas.

Melalui sistem pemilu seperti itu, adanya kombinasi antara promissory 
representation dan anticipatory representation sulit diwujudkan. Hal ini 
terjadi karena masih sangat kuatnya peran partai politik dalam menempatkan 
siapa kader yang layak duduk di lembaga perwakilan. 

Konsekuensinya, relasi antara para wakil rakyat dan konstituen pun mengecil. 
Wajar kalau para wakil rakyat itu melakukan pengingkaran-pengingkaran. Yang 
lebih penting untuk menjadi tujuan pertanggungjawaban bukanlah konstituen, 
melainkan partai politik yang menempatkannya.


Kacung Marijan PhD, dosen FISIP Universitas Airlangga


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke