GUNUNG MERAPI MELETUS, LAHARNYA BERBAU AMIS
   
  Oleh: Ki Jero Martani
   
  Beratus tahun yang lalu, ditandai dengan Candrasengkala Sirna Hilang 
Kertaning Bumi, kerajaan besar Majapahit, pemersatu Nusantara, 
RUNTUH. Konon diakhir jaman majapahit, pemuka agama, penasehat 
negara, wiku, resi, banyak yang hilang kebijakannya. Para cerdik 
cendekia yang mestinya obyektif, hanya menjadi ilmuwan tukang, 
mengeluarkan pendapat bukan karena kebenaran, tapi hanya berdasarkan 
pesanan, bahkan ada pemuka agama jelas-jelas berkhianat menjadi 
corong musuh majapahit. Kaum ningrat gelisah, resah dan susah,  
dikejar-kejar dosa yang telah dibuat. Korupsi, penyelewengan, 
pengkhianatan, permusuhan antar saudara, menjadi cerita dari mulut 
ke mulut di masyarakat saat itu. Carut marut dan ketidak stabilan, 
menyebabkan saudagar berdagang tak pernah untung, dan kesemuanya itu 
menyebabkan rakyat jelata makin menderita. 
   
  Penyebab utamanya, konon kelompok-kelompok penyelenggara negara saat 
itu, kurang melaksanakan swadharma atau kewajibannya sebagai warga 
bangsa. Kelompok-kelompok Ksatriya penanggung jawab subsistem 
pencapaian tujuan (politis), Wesya - subsistem adaptif (ekonomi) 
dan  Brahmana - subsistem sosio-cultural, sibuk dengan 
kepentingannya sendiri. Banyak oknum-oknum yang melakukan cross-
function sehingga terjadi conflict of interest. Kaum Brahmana, 
terjun ke bidang politik sehingga terjadi perpecahaan antara 
pemeluknya. Para Ksatria jadi backing Wesya - kaum pedagang, untuk 
memperkaya diri. Wesya berkolaborasi dengan para Ksatria 
pemberontak, untuk melindungi usaha dagangnya. Keadaan makin tidak 
terkendali, kerusakan makin menjadi-jadi, masalah buntu tanpa 
solusi, sehingga rakyat kehilangan motivasi - kehilangan kepercayaan 
terhadap raja, sehingga negara yang tadinya jaya dan berkuasa, lalu 
ambruk, runtuh tercerai berai. Krisis motivasi juga menghilangkan 
kepercayaan terhadap agama yang dominan saat itu, lalu menumbuh 
suburkan Agama Islam sebagai kepercayaan yang baru.
   
  Hilangnya konsep swadharma, kerja adalah ibadah, ditambah hilangnya 
budi pekerti, maraknya pengkhianatan, perang saudara, menyebabkan 
majapahit jatuh dan runtuh. Tahun kejadian, ditandai dengan 
CandraSengkala – SIRNA HILANG KERTANING BHUMI - (Sirna=0, Hilang=0, 
Kertaning=Kemakmuran=4, Bhumi=1) - 1400 Tahun Jawa atau 1478 tahun 
masehi. Hilang Musnah Kesejahteraan Negara, selama beratus tahun 
kemudian, kita terjajah dan dinistakan bangsa-bangsa lain. 
   
  KRISIS EKONOMI, POLITIK LALU KRISIS LEGITIMASI
   
  500 tahun kemudian, tahun 1978 konsep Eka Prasetya Pancakarsa 
bergaung ke seluruh Nusantara, bangsa Indonesia bangkit, ditoleh 
oleh bangsa-bangsa lain, menyelenggarakan konferensi Asia Afrika, 
swasembada pangan, ekonomi bergeliat, hingga diberi julukan salah 
satu macan asia. Di tangah kejayaan yang dinikmati, bangsa kita 
menjadi tidak "eling" dan kurang "waspada". Oknum-oknum pejabat 
memperkaya diri dengan mem-backing para cukong sang pedagang. Cukong-
cukong bermain mata dengan politikus agar mengeluarkan undang-undang 
untuk memproteksi barang dagangan, sehingga keuntungan berlipat 
ganda, tanpa saingan. 
   
  Lalu datang krisis ekonomi melanda asia. Oleh penguasa saat itu, 
krisis ekonomi ditanggulangi menggunakan instrumen-instrumen politik 
seperti kebijakan BLBI. Karena upaya politis gagal, maka krisis 
segera berubah bentuk menjadi krisis politik. Gelombang mahasiswa,  
dengan modal garang dan urat leher kencang, tanpa pengetahuan 
tentang topik yang diteriakkan, ditunggangi oknum pengecut, didukung 
organisasi tanpa bentuk dan antek-antek negara asing, mampu 
meruntuhkan kekuasaan Orde Baru.
   
  Orde Reformasi berjalan penuh wacana dan silang sengketa. Budaya 
rukun dan sikap saling hormat menghormati, yang menjadi pedoman 
bathin warga nusantara, terkoyak dan terinjak. Tokoh masyarakat 
mengeluarkan pendapat 'benere dewe' – pagi tempe sore kedele. Atas 
nama demokrasi, sikap rukun dan toleran, yang telah menjadi karakter 
bangsa seakan sirna. Juga sikap saling hormat, seakan lenyap. Bicara 
tak lagi menggunakan 'rasa' dan logika. Anggota legislatif bersuara 
lantang didepan Panglima TNI, atas nama rakyat, tanpa rasa hormat. 
Hilang keinginan untuk rukun, hanya fitnah, tanpa solusi. Pepatah 
mulut-mu harimau-mu, seakan tak berlaku lagi. 
   
  KEHANCURAN POLITIK, EKONOMI DAN BUDAYA
   
  Eksekutif dan Legislatif tidak mampu, menyusun regulasi untuk 
menjaga moral bangsa. Para selebriti di program infotainment, 
memberi toladan buruk pada anak-anak bangsa, dari Sabang sampai 
Jayapura. Tontonan yang menginjak-injak prinsip rukun, toleran dan 
saling hormat-menghormati di tengah keluarga. Kawin cerai, tuding 
menuding antar anak dan orang tua, sumpah serapah, gugat menggugat, 
somasi dan hal-hal buruk lainnya, menjadi tontonan televisi 3 x 
sehari, seperti minum obat saja. Belum lagi sinetron-sinetron, yang 
di produksi oleh sodagar-sodagar keturunan negeri seberang, yang 
mengais berkah di Nusantara, tanpa disertai tanggung jawab, untuk 
ikut membangun jati diri bangsa. Hancur sudah budaya Nusantara, 
hilang sifat rukun, toleransi dan saling hormat menghormati yang 
kita junjung tinggi.
   
  Dibidang ekonomi setali tiga uang. Saudara kita, WNI keturunan, 
selalu ribut tentang hak mendapatkan KTP. Tetapi lupa akan tugas dan 
tanggung jawab, untuk menasehati kerabat-familinya yang menjadi 
sodagar, agar tidak semena-mena menjarah begitu besar kekayaan 
bangsa dan melarikannya keluar negeri. Licik cerdik, jujur bodoh, 
tiada batas. Kelicikan dan kerjasama dengan penguasa serakah, 
ditujukan untuk menjarah hasil bumi, membabat hutan, membuat 
sengsara sebagian besar anak bangsa. Kalau ada berita di televisi 
yang menayangkan oknum-oknum penjarah BLBI, bandar besar narkoba dan 
judi, pembalakan hutan, orang tulipun tahu ras apa yang 
melakukannya. 
   
  Dibidang politik, penuh dengan wacana tanpa karya. Merasa bisa, tapi 
tidak bisa merasa. Media massa pernah memuat tulisan pakar tentang 
konglomerat hitam, bicara lantang tentang berbagai teori, hingga 
terpilih menjadi menteri. Saat diberi tanggung jawab, selama masa 
jabatannya tidak ada hal signifikan yang dibuatnya, memang pakar, 
alias tanpa karya. Diakhir jabatan jadi pengkhianat partai, sekarang 
berkoar lagi, menggurui, pendapat orang ini laksana sepahan tebu, 
hilang manis tiada berguna. Ada lagi yang meraih posisi puncak 
dengan menikam kawan seiring, penggunting dalam lipatan, masih 
seperti jaman Ken Arok dulu. Setiap pergantian kekuasaan selalu 
ada "pembunuhan karakter". Kutuk Empu Gandring belum bisa dihapuskan 
sampai saat ini. Etika berpolitik kita telah hancur. Meraih kuasa 
dengan uang, bukan pengabdian. Hari ini preman terminal, besok bisa 
menjadi anggota legislatif yang terhormat. Kemarin tersangka 
korupsi, sekarang bisa menepuk dada jadi penguasa. Hilang sudah 
prinsip "memayu hayuning buwono", karena investasi yang ditanam saat 
pilkada, minimal harus pulang pokok, bahkan kalau bisa lebih untuk 
pilkada berikutnya.
   
  KRISIS LEGITIMASI
   
  Masyarakat yang berperan dalam sistem perekonomian bangsa, berkurang 
kemampuannya dalam menyediakan barang/jasa kepada sistem sosio 
kultural. Sistem sosio kultural atau masyarakat, kurang mampu 
memberikan kontribusi maksimal, untuk bekerja membantu menggerakkan 
sistem perekonomian. Subsistem politik tidak mampu membangun 
regulasi yang sehat, agar subsistem ekonomi bergerak dengan baik. 
Pajak dari sub sistem ekonomi tak mampu, menyediakan anggaran yang 
cukup bagi penyelenggara negara, sehingga kita harus berhutang 
sepanjang masa. Subsistem politik tak mampu memberikan kesejahteraan 
pada masyarakatnya dan pada akhirnya masyarakat tidak lagi setia 
pada penyelenggara negara. Ditambah peran serta alam semesta, 
tsunami, banjir bandang, tanah longsor, pagebluk seperti flu burung 
dan deman berdarah. Kerusakan laksana tanpa solusi, alam-pun seakan 
meng-"amin"-i.
   
  Para menteri, kualitas akademiknya luar biasa. Presiden, doktor 
pertanian, jenderal, pandai membaca situasi, ahli bicara dan fasih 
mengembangkan wacana. Wakil presiden, anak pedagang sukses dengan 
warisan berlimpah,  menguasai legislatif dan sangat berpengaruh di 
eksekutif. Akan tetapi, mohon maaf, lebih dua tahun janji diucap, 
belum ada tanda, rakyat terlepas dari derita, malah tambah melarat, 
mungkin sebentar lagi sekarat.
   
  Oknum-oknum legislatif, ada yang bilang, seperti murid taman kanak-
kanak. Berbicara semau gue, tanpa data dan pengetahuan yang memadai. 
Kalau berdebat ngotot dan membuat bingung rakyat, terkadang 
memalukan. Melontarkan pendapat, tujuannya Cuma agar dikatakan 
hebat, seolah-olah membela rakyat, kenyataannya, mohon maaf ... dia 
juga bejat. Tak kalah hebat, oknum-oknum yudikatif yang menjadi 
pejabat, menambah waktu berkuasa hanya melalui rapat. Dikritik malah 
semakin nekat, buta tuli untuk memegang kuasa tambah erat. Keadilan 
hanya impian belaka, uang masih bicara.
   
  KRISIS MOTIVASI
   
  Krisis ekonomi, krisis politik, krisis legitimasi jika tidak 
diselesaikan akan menjadi krisis motivasi. Jika telah hilang 
kepercayaan, maka akan terjadi perubahan mendasar terhadap sistem 
sosial-budaya. Perubahan itu menyebabkan disfungsi bagi negara, 
sistem kerja & struktur sosial. 
   
  Bibit krisis motivasi sudah terlihat, antara lain :
   
  (1) Hilangnya kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat untuk 
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Biaya masuk perguruan 
tinggi negeri yang fantastis, hanya dapat dijangkau oleh orang 
berpunya, dan mengurangi kesempatan bagi anak-anak berprestasi dan 
tidak mampu. 
   
  (2) Standar ganda dalam penegakan hukum. Pejabat boleh berkilah apa 
saja, yang jelas konglomerat yang menjarah uang rakyat, tetap 
melenggang tenang, bahkan ada yang diperkenankan masuk istana.
   
  (3) Tidak sinkronnya antara pendidikan dan pekerjaan. Orang yang 
tidak tamat perguruan tinggi, jelas-jelas malas dan kerjanya kebut-
kebutan, bisa menjadi eksekutif perusahaan multinasional, hanya 
karena menjadi anak pejabat. Kasus pemalsuan ijazah di eksekutif dan 
legislatif sangat marak. Tadinya kerja di terminal, ijazah tidak 
jelas, kalau punya modal untuk pilkada, bisa jadi bupati.
   
  (4) Tidak adanya sistem pengukuran prestasi yang jelas. Laporan 
pertanggung jawaban penguasa carut marut dan cenderung di politisir, 
karena tidak ada pengukuran kinerja yang jelas. Bahkan di lingkungan 
pemerintahan ada istilah PGPS, Pintar Goblok Pendapatan Sama. 
Pejabat-pejabat publik diangkat, bukan karena prestasi dan 
profesionalisme, melainkan karena pengaruh modal dan jalur politik.
   
  Usaha untuk mencegah krisis motivasi, sudah pernah dilakukan. Tokoh 
lintas agama melakukan pertemuan untuk merumuskan konsep mengatasi 
keadaan yang diperkirakan bakal terjadi. Tokoh-tokoh nasional dari 
seluruh agama berkumpul menyusun konsep Kerangka Kebersamaan Minimal 
(KKM). Lalu tokoh-tokoh ini berusaha membawa konsep ini, kepada 
kedua calon presiden sebelum pemilihan umum yang baru lalu. KKM 
berupaya untuk mempersatukan lagi sumber daya terakhir yang dimiliki 
bangsa, yakni subsistem sosio kultural. Karena dengan pemilihan 
presiden secara langsung, suara akan terbelah menjadi tiga. Suara 
untuk Pemenang, untuk yang Kalah dan yang tidak memilih.  Melihat 
kompleksnya permasalahan kedepan yang dihadapi, melalui konsep KKM, 
para tokoh lintas agama meminta kepada Calon Presiden, apapun hasil 
pemilihan yang akan datang, agar diutamakan persatuan dan kesatuan. 
Lalu diuraikan sembilan pokok pikiran agar kita tidak terjebak 
kedalam krisis pamungkas yakni krisis motivasi.
   
  Saat itu konsep diterima dengan terbuka oleh Ibu Megawati, Bapak 
Susilo Bambang Yudhoyono dan beberapa pejabat tinggi negara seperti 
Panglima TNI, Kepala Polri dan Ketua Mahkamah Konstitusi. Bahkan 
konsep itu disinggung oleh calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 
saat pidato penajaman visi dan misi calon presiden. Tapi setelah 
terpilih, KKM tak pernah disinggung lagi. Sampai saat ini, dan 
sampai kita telah memasuki pintu gerbang krisis pamungkas yakni 
krisis motivasi.
   
  GUNUNG MERAPI MELETUS, LAHAR BERBAU AMIS
   
  Ada sebuah kitab kuno Sabda Palon, yang menyatakan bahwa 500 tahun 
mendatang, akan ada perubahan masyarakat di Nusantara. Dalam kitab 
itu, dituliskan ciri-ciri perubahan sebagai berikut : permasalahan 
datang, silih berganti, menimpa tanah yang kita cintai. Pemuka agama 
saling berebut pengaruh, para pemimpin negara banyak yang susah, 
pengusaha banyak menderita rugi, sang petani-pun penghasilannya 
banyak hilang akibat bencana. Sekeras-keras sang kuli bekerja, 
upahnya tak seberapa. Bumi sudah berkurang hasilnya, hama dengan 
ganas menyerang, hutan rusak kayu dicuri.
   
  Kerusakan menjadi sangat hebat, sebab orang berebut bahkan rela jadi 
penjarah. Bila malam datang, berkeliaran sang maling, dan bila siang 
hari banyak rampok gentayangan. Wanita hilang kehormatannya. Hukum 
dan pengadilan negara kurang wibawa, perintah berganti-ganti, 
keadilan masih sedang diusahakan. Yang benar dianggap salah, yang 
jahat malah jadi pahlawan. Benar-benar telah rusak moral manusia.
   
  Manusia bingung dengan sendirinya, sebab berebut mencari makan. 
Tidak lagi mengingat aturan negara, karena tak kuasa menahan 
perihnya perut. Derita ditambah lagi dengan pagebluk (wabah) yang 
menelan banyak korban. Bahaya penyakit dan bencana luar biasa, 
disana-sini banyak yang mati. Hujan tak tepat waktu, merusakkan 
hasil pertanian, angin besar dan gempa menerjang sehingga pohon dan 
bangunan banyak yang roboh. Sungai meluat mengakibatkan banjir dan 
gunung-gunung meletus menakutkan. Yang kaya tambah kuasa, rakyat 
jelata makin menderita, kian hari kian bertambah kesengsaraan kita.
   
  Kitab tersebut juga menyatakan, perubahan mendasar akan dimulai, 
ketika Gunung Merapi meletus, laharnya berbau amis. Dari sekian 
tanda-tanda jaman yang diuraikan, hanya tanda ini belum dapat kita 
lihat kenyataannya. 
   
  Akankah hal itu benar-benar terjadi ?
   
  PENUTUP
   
  Ketika Majapahit jatuh, banyak kitab-kitab kuno dibawa ke Pulau 
Bali, salah satunya lontar NegaraKertagama. Di kitab itu, terdapat 
konsep Catur Purusaartha. Konsep inilah yang digunakan untuk 
membendung arus perubahan, sehingga budaya dan agama di pulau Bali 
masih seperti sekarang ini. Apakah konsep Catur Purusaartha tersebut 
juga dapat dipergunakan untuk mengatasi krisis motivasi yang telah 
dan akan makin menghebat? 
   
  Marilah kita tunggu, apabila tanda-tanda itu memang benar, maka 
solusi yang ditawarkan mungkin dapat juga kita gunakan ... 
  Bersabarlah ... sebentar lagi ... Gunung Merapi akan meletus .... 
laharnya berbau amis ... ini memang sudah kehendak alam ...
   
  Salam Hangat,
  
Ki Jero Martani
   
   


Click:

http://www.mediacare.biz

or

http://mediacare.blogspot.com

or 

http://indonesiana.multiply.com

Mailing List: http://www.yahoogroups.com/group/mediacare/join
                        
---------------------------------
Yahoo! Messenger with Voice. PC-to-Phone calls for ridiculously low rates.

[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke