----- Original Message ----- 
From: "idakhouw" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, April 03, 2006 6:22 AM
Subject: Pendapat Karen Armstrong, Re: [wanita-muslimah] Muhrim


> Mas Ary yb,
>
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ary Setijadi Prihatmanto"
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
>
> > Menabrakkan dalam arti memberi kotak-kotak terpisah antara agama dan
> > feminisme.
> > Mensekulerkan antara islam dan feminisme.
> > Padahal sebetulnya semuanya berada dalam alur yang sama dan tidak
> > terpisahkan.
>
> Saya agak kurang ngerti dengan maksud mensekulerkan di atas.
> Kita sudah sepakat bahwa ada feminist spirit dalam agama, inheren OK
> saya setuju, tapi feminism sendiri memang sebuah ism yang berkembang
> di dunia sekuler. Ketika masuk dalam ranah agama, kita bisa memakainya
> sebagai pisau analisis, dipakai untuk membedah "kerang" (agama)
> membersihkan isi kerang dari pasir, sehingga kita sampai pada
> mutiaranya. Begitulah kira2 yg saya bayangkan.
>

Mbak Ida ysh,

IMHO, disitulah salah satu masalah mengapa sepanjang sejarah pada akhirnya
selalu muncul "clash" of "isme", yang saya anggap selalu nggak perlu terjadi
:-). Kasus model spt. ini sangat panjang daftarnya jika kita melihat
sejarah. Paling dekat ya misalnya perang dingin yang jargonnya juga perang
isme, "Kapitalisme" vs. setan "Komunisme". Yang jika kita perhatikan dengan
detil jargon itu hanya sekedar jargon yang nggak ada isinya sebetulnya.
Karena selalu ada perimbangan antara "kapitalisme" dan "komunisme" di semua
masyarakat. Dalam praktisnya tidak ada itu pertentangan absolut antara
"isme".

Sebagai kajian akademik, tentu saja pendekatan spt. itu boleh-boleh saja dan
bisa jadi sangat valid. Tetapi secara pragmatis kita sangat perlu
berhati-hati untuk tidak terkena penyakit-penyakit model "Observer effect".
Misalnya ketika spt.nya kita hanya membedah saja tanpa bermaksud merusak
untuk melakukan observasi, tapi kita lupa bahwa kita sendiri ketika membedah
itu melakukan sesuatu yang merubah "konfigurasi" dan bisa jadi membuat
keadaan menjadi lebih buruk. Yang Anda bedah itu manusia-manusia, yang jika
disuruh memilih LABEL "feminisme" atau "islami", label "feminisme" akan
selalu kalah. Jangan paksa mereka memilih sesuatu yang sebetulnya tidak
perlu dipilih.

Seperti misalnya feminisme yang katanya muncul di Barat. Jika kita belajar
dari sejarahnya, feminisme di Barat berangkat masalah yang luar biasa berat.
Suatu reaksi atas persoalan besar. Masalah yang begitu berat sehingga jika
kita baca, kita (bangsa Timur, Indonesia khususnya) sama sekali tidak punya
pengalaman sejarah apapun ttg sebab-sebabnya.
- Contohnya, kita, orang Indonesia, sepanjang sejarahnya tidak pernah
terpikir untuk membatasi hak suara perempuan dalam politik, yang baru
diberikan di Amerika pertengahan abad 20 kemarin.
- Kita, orang Indonesia, sepanjang sejarah tidak pernah terpikir untuk
membuat celana dalam besi yang pakai gembok untuk perempuan-perempuan kita.
spt. yang terjadi di Eropa jaman abad pertengahan dll.

"Feminisme" yang berangkat dari masalah yang asing spt. itu ,walaupun secara
spirit sebetulnya ada di dalam kultur bangsa ini, tetap merupakan benda
asing bagi tubuh bangsa ini. Menggunakannya secara mentah sbg. pisau
analisis hanya akan menghasilkan perbandingan belaka tanpa bisa menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang berarti. Menganggapnya sebagai acuan dalam
bentuknya yang "asing" untuk membersihkan, sama seperti menggunakan ingin
membersihkan rumah dg. vacum cleaner ketika listrik saja tidak ada. Yang
disalahkan adalah tidak adanya alat pembersih, padahal di rumah itu ada
sapu. Kira-kira begitu.

IMHO, bicara feminisme dalam Islam (Indonesia), yang pas itu ya yang dimulai
dari apa yang sudah ada di dalam. Contohnya :
- gaya-gaya Bu Mulia dengan KHI-nya,
- Bu Waduud dengan sholat jumatnya,
- gerakan "Bebas ber-jilbab dan bebas tak berjilbab"-nya mbak Kilat,
- gerakan "bebas kemana-mana dengan aman"-nya mbak Aisha,
- gerakan "berani mengajukan talak"
- gerakan "Islam itu punya semua muslim, bukan cuman punya ulama"
- dll.
semuanya bersifat riil, nggak elitis, dan "bisa diperdebatkan" dalam
"playing field" yang sama. :-)
Toh feminisme Barat juga reaksi untuk membuat solusi dari
persoalan-persoalan mereka bukan?
Kalo di Arab, bisa jadi harus dimulai dari hal yang lain lagi....

Kasus yang sama juga terjadi dengan debat "Demokrasi" vs. "Oligarchy"
(berbumbu Teokrasi dll.).
Atau kalo ngikutin Bang Yos-nya WM,
"Islamism" vs. "the rest of all -isme" .... ( kayak teenager vs. the rest of
the world)
:-))

Wa-Salam
Ary



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke