sebabnya hanya satu : KARENA TIDAK ADA ALTERNATIF LAIN.

kisahnya dibawah ini.  diambil dari blog curhatannya mbak ARis ..

*Dibalik Chitosan, IPB, Workshop dan Media *
http://nuraulia.multiply.com/journal
Jan 25, '06 12:34 AM ET


Selasa (25/1), aris mengikuti workshop 'Keamanan Pangan Mie basah :
Mencari Jalan keluar dari Masalah Formalin dan Boraks."
Workshop yang bagus dan rasanya aris dibahagiakan karena bisa bersua
dengan para guru-guruku di Departemen Ilmu Teknologi Pangan (ITP).
Workshop ini merupakan kerjasama antara IT, PT ISM Bogasari Flour Mills,
Australian Wheat Board dan Jejaring Intejen Pangan BPOM RI.



Ah…. sayangnya setelah mengikuti semua itu aris jadi tahu dan semangat
aris lunglai. Sesampai di kost aris lebih suka mendekam di tempat tidur,
pusing, rasa bersalah dan ah entahlah…. Teman sekamarku menyapa,
" Mbak lagi sakit ya." Aku hanya diam. Terlalu banyak yang ingin
kukatakan sehingga aku terdiam lama.



Pagi ini baru aris bisa mengeluarkan uneg-unegku pada beberapa
teman kantorku.

I am very guilty. Booming isu chitosan yang mungkin dianggap berkah
sebagian orang itu, akulah salah satu yang berkontribusi dalam
melakukan kesalahan. Tapi sungguh aris hanya ingin membantu
mencari jalan keluar. Ketika temanku sekantor dulu bilang,
"Ris kira-kira apa solusi pengawet yang bisa menggantikan Formalin?
". Aris menjawab," Pa klo tidak salah di Fakultas Perikanan sedang
meneliti chitosan, dulu sih katanya harga produksinya mahal.
Itu lho chitosan yang berasal dari chitin kerang, udang dan ranjungan."
Kebetulan setahun silam pasca mengikuti presentasi hasil penelitian para
peneliti muda dan mewancarai salah satunya.



Yah, aris nggak tahu, secara insting satu-satunya peneliti muda
yang kuwawancari itu ya peneliti dibidang chitosan itu seorang.
Aris begitu tertarik saat itu dan membuat rilisnya,
sayang rilis itu hanya tembus di Pikiran Rakyat. Itu Setahun lalu.



Aris tiada menyangka obrolon itu dijadikan referensi Bapak ini
untuk menyelidiki siapa sesungguhnya pakar chitosan dan membuat
press conference. Aris kemudian bingung kenapa yang keluar nama
peneliti chitosan bu Linawati, sedang dulu aris mewancarai seorang
bapak-bapak. Tanda Tanya itu hanya kusimpan dalam hati. Ada apa ini?
Yah mungkin beliau adalah pembimbing penelitiannya kali atau
something like that lah.

Hingga pasca press conference, boominglah Chitosan diberbagai
media termasuk tv. I am very glad. Aku ikut bahagia bisa membantu.



Keesokannya, arislah yang terpilih untuk pergi ke CV.Dinar Tangerang
dimana produksi chitosan bersama rekan wartawan dari Bogor.
Aris senang sekali melihat aneka rupa hewan laut. Subhanallah indah nian,
wah luar biasa macam-macem coraknya dan rupa-rupanya.
Lebih indah lagi lihat terumbu karang atau coral. Ko bisa ya di laut
melambai-lambai lunak berwarna-warni dan mempesona, tapi kalau
diangkat ke darat serta mati jadi keras, membatu dan jelek banget.
Harganya pun mahal. Coral itu untuk diekspor.



Tengah hari banyaklah wartawan berdatangan. Mereka tidak tahu apa
yang kita dilakukan sebelumnya. Temanku yang biasa menyiapkan
conference press telah membuat suatu scenario. Salahkah dia, tentu tidak!.
Sebagai seorang humas dia harus bisa mengangkat nama IPB dengan
mempersiapkan rekontruksi pembuatan chitosan, bukankah itu tujuan PR IPB?
Aris hanya menyayangkan keterburuan pakar IPB tentang Chitosan itu, jika
belum mengantongi izin dari menteri Kesehatan kenapa mengatakan CV.Dinar
siap memproduksi. Kenapa malu untuk berkata tidak! Aris tahu semua
rekayasa ini. Hatiku terluka pakar ini belum siap untuk meluncurkan
chitosan.
Dan banyak hal lain yang aku tak bisa ungkapkan.



Memang kata beliau chitosan bisa memperlama waktu simpan bakso,
mie basah dll. tapi Amankah Chitosan buatan beliau inih? Kenapa
teman-teman wartawan ndak menanyakan ini. Sedih lagi, kenapa ada
wartawan yang menulis ini temuan IPB. That's the big mistake. Klo orang luar

negeri baca tuh berita tertawalah dunia. Chitosan tuh sudah digunakan lama
di dunia, Indonesia yang gaptek aja. Maaf! Aris merasa aris ikut
berkontribusi
dalam kesalahan "konspirasi public" yang membuat pedagang tahu, bakso dll
berbesar hati. Adakah yang bisa merasakan mereka, dagangan mereka nggak
laku, gulung tikar. Mereka butuh hidup. Butuh solusi segera. Berulangkali
Ibu
Lina melayani permintaan dari pedagang kapan chitosan beredar. Bagaimana
bisa beredar! Pertama surat izin belum keluar, kedua produksi aja baru
perdana, ketiga amankah buatan beliau itu.



Aris jadi tahu waktu di Workshop hari Selasa itu. Memang ada rasa jealous
antara ITP dan THP (teknologi hasil Perikanan) tapi bisakah ini
diselesaikan.
Untuk mengetahui produk itu aman atau tidak, perlu uji penelitian yang
membutuhkan waktu minimal 1 tahun. Chitosan akan diransumkan kepada bayi
tikus atau bayi kelinci, kemudian dibedah dan diteliti effect mengkonsumsi
chitosan. Kalau bayi tikusnya belum ada, kita harus mengkawinkan tikusnya
dulu dan menunggu bayinya lahir. Lebih lama lagi kan. terus itu baru hewan
percobaan apakah effeknya sama dengan manusia. Ini butuh waktu lama lagi.
Keburu, kelaparan perut para anak istri pedagang kecil dan UKM kita.




Salah satu pembicara dari ITP merekomendasikan tentang perbaikan sanitasi
produksi UKM dan pedagang dll. Itu betul, tapi ah… bagaimana mereka mau
memikirkan sanitasi lha wong mereka bingung apa yang mau dimakan.
Sanitasi akan difikirkan bila perut mereka sudah kenyang. Aris lihat berita
di TV, ada penduduk di Sukabumi makan sehari dengan singkong mentah
karena nggak bisa beli minyak dan beras. Duh gusti……… adakah para pejabat
pemerintah mau merelakan Volvo dan mercy mereka untuk dijual buat mereka.


Para pembicara dan peserta workshop kemudian membuat rekomendasi
pada pemerintah. Pemerintah lagi, pemerintah lagi, apa nggak kapok.
Maukah pemerintah peduli pada rakyat, sedang DPR saja dalam voting
angket impor beras kalah suara. Nggak bisa membuat impor beras ditolak.
Melengkapi keputusan Pemerintah yang sejak awal sangat setuju impor beras.


Andai pemerintah sejak dulu peduli, maka tak perlu ada bahan pengawet
akibat sanitasi yang buruk dan produk makanan kita nggak tahan lama.
Soalnya sudah terkontaminasi mikroba dulu sebelum dijual dan dikonsumsi.
Pengawet makanan kan tujuannya untuk memperlama dan mempertahankan
kualitas produknya. Kalau produk pangan bersih dan higeinis maka mikroba
yang tumbuh sedikit, kita tak perlu pengawet. Yah… peningkatan sanitasi dan
fasilitas butuh dana. Emang pemerintah mau kasih ya? Mengaharapkan
pemerintah lagi…… apa nggak salah. Bisa kalau sistemnya nggak sekarang.
Andai pemerintah peduli pendidikan masyarakatnya, pasti memurahkan
pendidikan. Sehingga masyarakat tahu apa itu formalin, boraks dan pewarna
tekstil serta bahayanya. Pasti mereka tak mau pakai bahan-bahan kimia
berbahaya itu. Semua ini akumulatif dari masalah.

Aris kadang lelah mendengar, pakar-pakar di Indonesia selalu berusaha
keras mencari solusi setiap akibat dari masalah. tapi tak berusaha keras
untuk mencegah termasuk pemerintah. Ah… benarlah kita terlalu banyak
berkata-kata yang kurang mumpuni mengubah masyarakat.

===

setelah membaca berbagai info diatas, bagaimana pendapat anda
ttg isu borax dan chitosan itu ??? aku berani memprediksi dalam
3 bulan ini, di paar pasar, formalin akan dipakai secara bebas lagi.


On 5/27/06, Ambon <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/5/27/o3.htm
>
>
> Makanan Berformalin,Mengapa Marak Lagi?
>
>
> SIDAK Tim Pokja Propinsi Bali yang mengawasi penyalahgunaan formalin di
> Bangli dan Gianyar hasilnya mengejutkan. Di dua tempat itu masih ditemukan
> penggunaan formalin dalam mengawetkan makanan. Bahan makanan yang mengandung
> formalin yakni tahu dan udang.
>
> Namun, yang tidak mengejutkan adalah tindakan yang dilakukan tim Pokja
> yang beranggotakan berbagai instansi. Seperti pelanggaran sebelumnya, mereka
> yang terbukti menyalahgunakan zat pengawet tersebut hanya diingatkan agar
> tak mengulangi perbuatannnya. Selain itu, bahan makanan yang tersisa
> dimusnahkan. Itu saja!
>
> Banyak yang menyebutkan penggunaan formalin merupakan dampak dari kenaikan
> harga BBM yang semakin melambung tinggi. Formalin digunakan industri kecil
> untuk menekan ongkos produksi serendah mungkin. Dengan begitu produksi tetap
> berjalan, daya beli masyarakat tetap terjaga meski kualitas produksi tidak
> lagi mendapat perhatian.
>
> Namun, bukan berarti tindakan tidak dilakukan, dengan alasan membela
> industri kecil. Sebab, dampaknya jauh lebih besar. Utamanya pada masyarakat
> kecil yang lebih akrab dengan bahan makanan yang berharga murah.
>
> Dari pengulangan temuan-temuan penggunaan formalin, semestinya pemerintah
> memikirkan kembali langkah-langkah penindakan yang lebih tegas. Pemerintah
> melalui aparat terkait dapat melakukan tindakan tegas terhadap pelaku
> industri yang menggunakan zat-zat pengawet yang membahayakan masyarakat.
> Pelaku dapat dijerat dengan undang-undang tentang perlindungan konsumen
> dengan pasal 8 ayat 1 dengan sanksi penjara 5 tahun dan denda Rp 2 milyar.
>
> Selain melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin, pemerintah harus
> setiap saat mensosialisasikan bahaya penggunaan formalin bagi kesehatan.
> Demikian juga penyuluhan pengenalan ciri-ciri makanan yang mengandung
> formalin.
>
> Namun yang terjadi saat ini, intensitas pengawasan yang dilakukan hanya
> tiga bulan sekali. Itu pun hanya menyusuri pasar-pasar tradisional.
> Sasarannya tentu pedagang kecil yang tak tahu-menahu tentang penggunaan
> formalin.
>
> Kalau kita perhatikan ada tiga hal mengapa penggunaan formalin masih
> marak. Pertama, lemahnya menindakan hukum terhadap pengusaha yang terbukti
> menggunakan formalin. Kedua, rendahnya intensitas sidak yang dilakukan tim
> propinsi maupun kabupaten, sehingga membuka peluang pengusaha untuk main
> kucing-kucingan. Ketiga, tiadanya daftar dan alamat pengusaha yang
> memproduksi bahan makanan yang biasa menggunakan pengawet. Ketiadaan data
> ini karena lemahnya pengawasan dan pelaporan yang dilakukan aparat terbawah,
> utamanya kepala desa.
>
> Oleh karena itu, pemerintah melalui tim Pokja sudah semestinya melakukan
> penindakan utamanya pada produsen bahan makanan yang berformalin. Dengan
> penegakan tersebut diharapkan akan menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku
> maupun pengusaha sejenis yang berpotensi menggunakan formalin.
>
> Namun, kita juga akui keterbatasan itu dikarenakan rendahnya anggaran
> untuk mendukung kegiatan tersebut. Sebab, secara umum anggaran kesehatan
> yang dianggarkan dalam APBD Bali dan kabupaten/kota jauh lebih kecil
> daripada anggaran sektor lainnya.
>
> Padahal, dalam kondisi yang ''gawat'' seperti saat ini -- di mana
> penggunaan formalin masih banyak -- semestinya pemerintah menyediakan
> anggaran khusus dalam menunjang pengawasan. Sebab, tanpa pengawasan yang
> berkelanjutan, penggunaan formalin akan terus marak yang pada akhirnya akan
> menurunkan derajat kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
>
> Meningkatkan anggaran ini tidak lepas dari kepedulian DPRD untuk
> ''memaksa'' eksekutif melakukan itu. Setidaknya DPRD harus berani memotong
> anggaran para pejabat atau anggota DPRD yang tidak begitu penting. Seperti
> studi banding yang diprogramkan belasan kali dalam setahun. Ini akan sangat
> membantu dalam memberantas penyalahgunaan formalin pada makanan.
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
>
> ***************************************************************************
> Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia
> yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny.
> http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
>
> ***************************************************************************
> __________________________________________________________________________
> Mohon Perhatian:
>
> 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
> 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
> 3. Reading only, http://dear.to/ppi
> 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
> 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
> 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Protect your PC from spy ware with award winning anti spy technology. It's free.
http://us.click.yahoo.com/97bhrC/LGxNAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke