Kolom IBRAHIM ISA --------------------------------------- Jum'at, 01 September 2006. APA BISA NYAMBUNG "AJAKAN SBY" Dng MAKSUD YUSRIL ?? Menurut pemberitaan Jawa Pos, 26 Agustus 2006, Presiden Yudhoyono mengajak para mahasiwa "Mahid" (mahasiswa ikatan dinas periode pemerintahan Pemerintahan Presiden Sukarno) yang selama ini "terhalang pulang", untuk bisa merealisasi keinginan mereka kembali ke tanah air. Ini bukan soal baru. Bedanya, "ajakan SBY" yang sekarang ini tampaknya ditujukan semata-mata kepada para mahasiswa 'Mahid'. Kalau benar begitu, ini artinya hanya melihat "sebelah mata saja". Karena kenyataannya yang "terhalang pulang" itu, yang dituduh dan difitnah kemudian dicabut parpornya bukan para mahasiswa "mahid" saja. Masih banyak lainnya. Yang sama-sama difitnah dan dituduh oleh rezim Jendral Suharto kemudian dicabut paspornya. Sejak Abdurrahman Wahid menjabat Presiden R.I. Sebagai hasil pemilu (1999), beliau mulai menangani masalah pengembalian ke tanah air sejumlah "orang-orang yang terhalang pulang". Yaitu mereka-mereka yang paspornya dicabut dengan sewenang-wenang oleh Orba. Sebelumnya, sebagai pimpinan NU Abdurrahman Wahid, secara terbuka minta maaf atas keterlibatan Anshor (Pemuda NU) pada tahun-tahun 1965-1966 dalam pembantaian masal terhadap rakyat yang tidak bersalah di Jawa Timur, atas tuduhan atau diduga/"berindikasi" terlibat dengan peristiwa G30S. Para korban umumnya adalah orang-orang Kiri. Kemudian Presiden Wahid secara terbuka pula menyatakan bahaw TAP MPRS No.XXV Th 1966 yang melarang ajaran Marxisme dan Leninisme, adalah bertentangan dengan HAM dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Beliau sarankan agar TAP MPRS No XXV/1966 tsb dibatalkan. Maka, fahamlah kita atas dasar apa Presiden Wahid ketika itu menangani masalah "orang-orang yang terhalang pulang" Beliau berbuat demikian karena berpendapat bahwa pencabutan paspor dengan sewenang-wenang terhadap sejumlah warganegara Indonesia yang berada di luar negeri ketika itu, adalah SALAH. Dan bahwa hal yang salah itu harus dikoreksi. * * * Dengan demikian, "AJAKAN SBY" dengan maksud agar para mahasiswa "MAHID" yang masih di luarnegeri, sekarang ini supaya pulang ke tanah air, bukanlah sesuatu yang baru. Ketika itu (Th.2000) adalah Menkumdang Yusril Ihza Mahendra yang ditugaskan oleh Presiden Wahid untuk menangani masalah tsb secara kongkrit. Tapi, apa hendak dikata, nasib "Mahid" dan semua orang-orang Indonesia yang dengan sewenang-wenang telah dicabut paspornya oleh Orba, sampai sekarang masih sama seperti 6 tahun yang lalu ketika Yusril Ihza Mahendra ditugaskan untuk menanganinya oleh Presiden Wahid. Mengapa soal tsb masih terkatung-terkatung, sedangkan orang-orang Indonesia lainnya (di dalam maupun di luar negeri), orang-orang GAM yang nyata-nyata melakukan pemberontakan terhadap terhadap Republik Indonesia, terang-terangan mengangkat senjata untuk mencabik-cabik Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mendirikan negara Aceh Merdeka, - - - menimbulkan korban tidak kecil pada rakyat Aceh, ---- mereka itu kini sudah "direhabilitasi". Orang-orang GAM dengan mudah, tanpa birokrasi bisa mengambil paspor RI di KBRI. Tambahan lagi mereka memperoleh restititusi, dimodali pemerintah untuk bisa kembali ke masyarakat. Ya, ya, dua sikap dan dua akibat. Bahkan orang-orang GAM boleh mendirikan parpol segala. * * * Tulisan ini agak difokuskan pada tokoh Yusril Ihza Mahendra. Soalnya, karena Yusril-lah orangnya yang telah menggagalkan usaha Presiden Wahid untuk menangani masalah "orang-orang yang terhalang pulang", agar memberikan keadilan kepada orang-orang Indonesia yang secara salah telah dicabut paspornya oleh Orba. Sehingga mereka itu terlunta-lunta mengembara di luar negeri sejak berdirinya Orba sampai dewasa ini. Adalah Yusril Ihza Mahendra yang menyebabkan masalah ini tidak diurus, padahal untuk mengurus hal itu, Presiden Wahid telah secara khusus mengeluarkan Instruksi Presiden. Jadi, peranan Yusril sebagai Munkumdang ketika itu memang vital, tetapi kemudian juga ternyata: f a t a l . Maka dewasa in di saat muncul "AJAKAN SBY" untuk menangani masalah yang sama itu, beralasanlah kiranya, adanya kekhawatiran bahwa beleid SBY ini akan mengalami kegagalan yang serupa , berkat tangan Yusril itu juga, yang sekarang ini menjabat Menteri Negara. * * * Sulit untuk dimengerti mengapa seorang Y u s r i l Ihza Mahendra, cendekiawan pula, yang pernah menjabat Menkumdang RI <Sekarang Sekretaris Negara>; -- pernah menjadi "ghostwriter"-nya mantan presiden Suharto, yaitu --- orang yang disuruh-suruh Suharto untuk menuliskan pidatonya ketika itu; --- menjadi ketua parpol Islam Partai Bulan Bintang (PBB); --- yang mencantumkan titel profesor dimuka namanya; -- dan pernah juga ikut mencalonkan diri sebagai presiden RI; namun --- rupanya tidak mengerti apa itu negara hukum <Rechtsstaat>. Apalagi memahami hak-hak azasi manusia dan Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB. Ketika menjadi Menkumdang dalam kebinet Presiden Abdurrahman Wahid (2000-2001), beliau ditugaskan oleh Presiden Wahid untuk mengurus "orang-orang yang terhalang pulang". Jumlahnya sekitar limaratusan, bertebaran terutama di Eropah Barat. Mereka-mereka ini adalah korban politik Jendral Suharto yang sudah berkuasa. Suharto mencurigai dan mencap para "mahid", mahasiswa ikatan dinas dan orang-orang Indonesia yang ketika itu (periode pemerintahan Presiden Sukarno) berada di luar negeri karena urusan hubungan luarnegeri organisasi dimana mereka tergabung, dan atau sedang bertugas lainnya, sebagai pendukung dan simpatisan Presiden Sukarno dan atau PKI --. Namun, tugas yang dirumskan dalam Instruksi Presiden No 1, Th 2000 itu untuk mengurus orang-orang Indonesia yang terhalang pulang itu, tidak dilaksakannya. Padahal untuk itu ia khusus diutus Wahid ke Den Haag (Januari 2000), dimana ia berjandji dengan khidmat dimuka ratusan warganegara Indonesia yang terhalang pulang yang khusus datang ke KBRI Den Haag untuk temu-muka dengan Menkumdang Yusril Ihza Mehendra. Nanti kita lihat d a l i h yang dikemukakan oleh Yusril mengapa ia mengunci dalam laci-meja kerjanya --- Instruksi Presiden No.1, Th 2000 itu. * * * Mestinya Yusril faham bahwa pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah pemerintahan hasil pemilu yang jurdil, bisa juga dikatakan sebagai suatu pemerintahan hasil gerakan Reformasi dan Demokratisasi yang telah menggulingkan Suharto. Juga, mestimya, sebagai seorang akhli hukum yang notabene jadi menteri di bidang hukum dan perundang-undangan, beliau faham, bahwa, salah satu kejahatan besar pemerintahan Orba di bawah Jendral Suharto yang diabdinya sepenuh hati itu, adalah di-injak-injaknya hukum dan hak-hak demokrasi serta hak-hak azasi manusia warga negara Indonesia. Lebih sejuta warganegara tak besalah hilang nyawanya pada periode 1965-1966-1967. Mereka-mereka itu adalah korban politik pembantaian masal Jendral Suharto, korban dari pembunuhan ekstra-judisial yang dilakukan oleh kekuasaan rezim Jendral Suharto. Mungkinkah seorang Yusril Ihza Mahendra yang getol sekali mempropagandakan pelaksanaan hukum syariah di daerah-daerah dan di seluruh Indonesia, ketika itu tidak mengetahui tentang "pembantaian masal terbesar" dalam sejarah Indonesia? Mestinya Yusril juga tahu betul diantara yang dibantai itu banyak adalah warganegara Indonesia yang Muslim, yang tidak bersalah, yang anggota, simpatisan atau dekat dengan, atau diduga adalah PKI. Tidakkah jelas bagi Yusril bahwa sebagian besar yang jadi korban adalah orang-orang PKI dan simpatisan, atau pendukung atau diduga dekat dengan PKI? Bahwa algojonya adalah aparat kekerasan di bawah Jendral Suharto dan para pendukungnya? Bahwa itu hukan konflik horizontal, antara sesama warga, tetapi adalah suatu konflik vertikal yang direkayasa oleh aparat kekerasan negara di bawah Jendral Suharto. Apakah Yusril tidak tahu bahwa semua pelanggarn hukum, undang-undang, UUD RI dan HAM yang dilakukan oleh Jendral Suharto dan pendukung dan simpatisannya, adalah perintis jalan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Jendral Suharto sejak Jendral Suharto menyerobot pimpinan dalam TNI dengan membangkang terhadap keputusan Presiden Panglima Tertinggi Sukarno yang sesudah peristiwa G30S, mengangkat Mayjen Pranoto Reksosamudro sebagai penanggungjawab harian TNI? Tidak mengertikah Yusril bahwa tindakan Jendral Suharto tsb adalah INSUBORDINASI terang-terangan seorang bawahan terhadap Presiden Panglima Tertinggi Sukarno? Mestinya Yusril sadar bahwa pembangkangan Jendral Suharto terhadap atasannya adalah suatu pelanggaran UUD-RI. * * * Uraian tsb di atas kiranya diperlukan untuk menjelaskan bahwa adalah dalam situasi pergeseran politik besar demikian itulah (1965-1966-1967), bahwa ratusan mahasiswa Indonesia, "mahid" -- mahasiswa ikatan dinas -- ; para warganegara yang setia kepada bangsa, negara dan Presiden Sukarno, sedang melaksanakan tugas masing-masing, seperti tugas belajar, hubungan persahabatan dengan luarnegeri, dan tugas-tugas diplomatik lainnya. Yusril bukan orang bodoh, sebelum ia menjadi menteri di dalam kabinet Presiden Wahid, ia tahu betul bahwa program pemerintah Presiden Wahid ketika itu, adalah berusaha melaksanakan program Reformasi dan Demokratisasi. Halmana berarti berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengakhiri politik anti-demokrasi serta menegakkan 'supremasi hukum', mengakhiri 'supremasi Dwifungsi ABRI" dan keadaan "impunity",--- mengakhiri pelanggaran hukum dan UUS-RI oleh Orba. Yusril tentunya juga tahu benar bahwa Presiden Abdurrahman Wahid mengajukan untuk dibatalkannya TAP MPRS No XXV/1966, karena TAP MPRS tsb bertentangan dengan HAM dan melanggar UUD-RI. Dalam usaha merealisasi HAM dan menegakkan hukum, Presiden Wahid mengirimkan menteri Yusril ke Den Haag bertemu muka dengan para warga Indonesia "yang terhalang pulang", akibat paspornya dicabut dengan sewenang-wenang oleh atase militer KBRI atas tuduhan terlibat/bersimpati dengan G30S, terutama dikhawatirkan sebagai pendukung Presiden Sukarno dsb. Suatu tuduhan dan fitnah yang teramat keji, karena mereka-mereka yang dicabut paspornya itu, samasekali tidak tahu menahu tentang G30S. Yang ada pada mereka itu adalah kesetiaan kepada Republik Indonesia dan Presiden Sukarno serta tujuan utama sekembalinya ke tanah air tercinta, sepenuh hati mengabdi pada nusa dan bangsa, pada negeri dan negara, setelah menyelesaikan tugas masing-masing di luar negeri. Menteri Menkumdang (ketika itu) Yusril Ihza Mahendra, berangkat ke Den Haag dengan membawa INSTRUKSI PRESIDEN NO. 1/Th. 2000 untuk mengurus para warga Indonesia yang paspornya dicabut dengan sewenang-wenang oleh rezim Jendral Suharto, sehingga mereka terpaksa mengambil kewarganegaraan negeri tempat mereka berkmukim puluhan tahun lamanya. Ketika itu Yusril malah menyatakan secara khidmat dan bangga dimuka hadirin, sesudah bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan INDONESIA RAYA, di Gedung Nusantara KBRI, bahwa ia senang sekali dengan Instruksi Presiden tsb dan menekankan bahwa dewasa ini pemerintah punya "political will" untuk menangani masalah orang-orang Indonesia yang "terhalang pulang". Tetapi sekembalinya dari Den Haag Menteri Yusril menjilat kembali ludahnya. Ia memungkiri janjinya di Den Haag. Ia bukan saja "memeti-és-kan Instruksi Presiden Wahid tsb, tetapi malah berbalik menyerang dan memfitnah para warganegara Indonesia yang seyogianya harus beliau urus pulang dan memulihkan kewarganegaraannya. Baik ikuti berita Jawa Pos, 26 Agustus 2006 y.l. a.l. Memberitakan bahwa:( ---- )" . . Yusril kala itu mengakui bahwa mayoritas eks mahasiswa adalah aktivis PKI (Partai Komunis Indonesia)... "Selanjutnya tulis Jawa Pos, "Sayangnya, rencana Yusril tsb gagal. Dia merasa kecil hati ketika disangka menjemput orang-orang PKI. Pemerintah dituduh berkompromi dengan PKI pula. Padahal, tidak ada kebijakan menjemput PKI itu,"ujar Yusril ketika itu"."Apalagi lanjut Yusril, ada kendala perundang-undangan yang tidak memungkinkan pemulanagan mereka. Yakni, belum dicabutnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 mengenai Larangan Pengajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. (agm). Kutipan dari Jawa Pos selesai. Dalam hal tsb Yusril menuduh dan memfitnah bahwa para mahasiwa yang dicabut paspornya itu mayoritasnya adalah aktivis PKI. Pertama, mayoritas para mahasiwa mahid tsb adalah mahasiwa yang sedang melakukan studi. Kedua, apakah dengan membuat pernyataan mem-PKI-kan mayoritas mahasiswa sebagai akitivis PKI, lalu berarti bahwa mereka boleh dicabut paspornya dan dibiarkan dilanggar hak kewarganegaraanya sampai akhir zaman? Di Indonesia jelas sekali, bahwa anggota PKI berjumlah jutaan. Apakah jutaan warganegara Indonesia itu, tanpa membuktikan apa kesalahan mereka, lalu bisa dicabut kewarganegaraannya? Mau kemana negara kita, kalau diikuti dan dilaksanakan ide absurd Yusril ini? Yang terang-terangan melakukan pemberobntakan dalam sejarah Republik kita, seperti DI, TII, PRRI/Permesta, RMS dan GAM, mereka itu tetap diakui sebagai warganegara Indonesia. Tidak didiskriminasi, tidak dipersekusi dan bisa hidup aman sebagai warganegara Indonesia. Begitu banyak anggota parpol tertentu yang dulu ikut memberontak; tak peduli apakah itu pemberontakan DI/TII atau PRRI/Permesta, sekarang ini ada dalam poisisi kekuasaan yang "terhormat". Mengapa terhadap anggota-anggota PKI atau simpatisannya diadakan tindakan dismkriminasi yang begitu kejam? Bagi Yusril menjadi anggota PKI adalah suatu kejahatan, padahal ketika itu PKI adalah suatu parpol yang sah dan legal. Semua tahu bahwa PKI menerima Pancasila sebagai dasar falsafah negara RI, menyokong politik besar negara. Ambil bagian aktif dalam menumpas pemberongtakan separatis RMS, DI-TII, PRRI-Permesta dan aktif dalam perjuangan pembebasan Irian Barat dan melawan imperialisme yang hendak menghancurkan Republik Indonesia. Siapa tidak tahu bahwa puluhan, ratusan mungkin ribuan kader-kader PKI adalah pejabat-pejabat dalam pelbagai lembaga negara, -- eksekutif, legeslatif maupun yudikatif. Siapa tidak tahu bahwa ketika itu PKI ambil bagian akatif dalam Front Persatuan Nasional yang meliputi parpol-parpol dan elemen-elemen serta tokoh yang beraliran Islam, Nasionalis dan Marxis. * * * Bahwa kemudian PKI dituduh terlibat bahkan menjadi dalang dari G30S yang dikatakan akan "merebut kekuasaan" dari Presiden Sukarno, itu harus dibuktikan melalui suatu proses hukum dan pengadilan yang independen. Bukankah kemudian terbukti bahwa yang merebut kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno adalah Jendral Suharto sendiri, yang memanipulasi sidang MPRS yang sudah "dibersihkan" dari semua simpatisan dan pendukung Presiden Sukarno? Jendral Suhartolah yang melakukan perebutan kekuasaan negara sesudah membangkang terhadap Presiden Sukarno dan melakukan pembunuhan masalah terhadap rakyat yang tidak bersalah. * * * Kembali pada "AJAKAN SBY": Setiap usaha yang sungguh-sungguh dari fihak manapun, apalagi bila itu datang dari pemerintah, untuk mengkoreksi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Orba, seperti pencabutan paspor atas dasar tuduhan dan fitnahan, sehingga para waganegara Indonesia itu menjadi "orang-orang yang terhalang pulang" --- adalah suatu permulaan yang perlu disambut. Asal saja pemrintah menyadari bahwa masalah "orang-orang yang terhalang" pulang itu, adalah s a l a h s a t u saja dari akibat politik Orba yang bersumber pada pelanggaran HAM dan UUD-RI. Langkah untuk melakukan pengkoreksian janganlah dilakukan dengan sikap "pandai jatuh" atau sikap "malu-malu kucing" ataupun "diskriminatif". Suatu kesalahan dan pelanggran HAM oleh Orba, seyogianya diakui secara terbuka dan terang-terangan. Sikap seperti itu akan lebih dihargai. Dengan demikian masyarakat juga punya alasan untuk punya harapan bahwa ada kesungguh-sunguhan dari fihak pemerintah. * * *
======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/