KOMPAS
Jumat, 27 Oktober 2006 

  
Tuhan, Agama, dan Negara 


Komaruddin Hidayat 

Otoritas yang bersumber pada Tuhan, agama, dan negara sering bertabrakan dalam 
panggung sejarah. 

Masing-masing menawarkan keselamatan dan pembebasan sekaligus menuntut 
loyalitas dan pengorbanan. Rasionalitas ketiganya berbeda dalam mewujudkan 
eksistensi dan peran di masyarakat yang penuh paradoks. 

Ketiganya abstrak, tetapi peran dan pengaruhnya amat besar dalam sejarah 
kemanusiaan. Secara ontologis, agama dan negara adalah derivasi dan akibat 
firman Tuhan karena Tuhan adalah Maha-absolut, sumber dan akhir segala wujud. 
Namun, kini ketiganya hadir bersama dalam kesadaran manusia, menjelma dalam 
lembaga yang adakalanya saling memperebutkan hegemoni. Pada awal diwahyukan, 
firman Tuhan selalu memihak kaum tertindas dan melahirkan gerakan politik 
emansipatoris. Dalam perjalanannya, firman Tuhan terbelenggu lembaga yang 
kemudian dikooptasi tokoh-tokohnya dengan mengatasnamakan Tuhan dalam semua 
tindakan yang adakalanya represif-manipulatif. 

Padahal, sejatinya ada rentang metafisis dan kognitif yang jauh antara Tuhan 
dan penalaran tokoh agama. Masing-masing pada arsy berbeda. Pemikiran agama 
adalah produk historis yang penuh muatan budaya, bersifat kondisional, dan 
relatif. Sementara Firman (F besar) bersifat absolut, tidak mungkin diraih 
secara utuh oleh nalar manusia yang nisbi. 

Namun, tak jarang tokoh agama berbicara dan bertindak berdasar persepsi dan 
kepentingan pribadi, disakralisasi atas nama Tuhan agar berbobot sehingga lebih 
berwibawa saat akan memengaruhi massa. 

Semua agama sepakat, Tuhan adalah Esa. Dialah satu-satunya pencipta dan 
pemelihara semesta, tetapi manusia memanggil- Nya dengan nama berbeda-beda. 
Selain beda sebutan, titik pokok perbedaan ada pada pemahaman, penafsiran, dan 
keyakinan seputar relasi Tuhan-manusia serta Tuhan-semesta. 

Mereka yang beriman dan berislam pada Tuhan yakin, Tuhan Maha Kasih tetapi akan 
bertindak sebagai hakim yang mengadili semua yang manusia perbuat di bumi di 
akhirat. Bagi faham deisme, alam dipandang bagai jam raksasa yang bekerja 
otomatis, dan Tuhan bagai Sang Pencipta tidak akan campur tangan setelah 
ciptaan-Nya selesai. 

Kontestasi agama dan negara 

Pemahaman, sosok agama, dan negara senantiasa berkembang. Muatan dan spirit 
keberagamaan yang lahir belasan abad lalu pasti mengalami perkembangan karena 
zaman berubah. 

Meski semula agama diyakini sebagai firman Tuhan yang menyejarah, pada 
urutannya lembaga-lembaga agama berkembang otonom di bawah kekuasaan 
tokoh-tokohnya. Wibawa Tuhan lalu mendapat saingan berupa institusi agama dan 
negara. Bahkan, negara lebih berkuasa dibandingkan dengan Tuhan dan agama dalam 
mengendalikan masyarakat. Atas nama negara, sebuah rezim bisa memberangus agama 
karena beranggapan, berbeda agama berarti berbeda Tuhan, dan perbedaan berarti 
ancaman bagi yang lain sehingga negara tampil sebagai hakim. 

Dalam realitas sosial-politik, berbagai upaya dicari untuk menemukan format 
tepat bagaimana memosisikan ketiganya, yaitu kebertuhanan, keberagamaan, dan 
kebernegaraan. Indonesia sebagai negara yang rakyatnya memiliki semangat 
beragama yang tinggi sering digoyang tidak hanya oleh gelombang pasar global, 
tetapi juga konflik solidaritas dan loyalitas keagamaan yang melampaui sentimen 
nasionalisme dan kemanusiaan. Sering orang lebih membela kepentingan kelompok 
seagama meski di luar wilayah Indonesia. Atau lebih loyal pada kelompok atau 
partai yang mengusung simbol agama ketimbang pada cita-cita berbangsa, 
bernegara, dan kemanusiaan. 

Ketika kontestasi antara negara dan agama melahirkan krisis, sementara ruang 
agama dan negara dirasakan pengap, orang kembali merindukan Tuhan melalui 
caranya sendiri, di luar institusi agama. Mereka tak lagi percaya pada 
pengkhotbah dan janji-janji modernisme yang ditawarkan negara. Lalu muncul 
gerakan spiritual dan mistik yang ingin memperoleh pencerahan dan ketenangan 
batin di luar syariah agama. Mereka membangun dunia maya guna menemukan kembali 
spiritualitas (virtual world of spirituality). 

Maraknya pusat meditasi dan latihan spiritual menjadi indikasi krisis 
kepercayaan pada lembaga agama, ilmuwan, dan politisi yang dinilai gagal 
menciptakan kesejahteraan dan kedamaian. Tidak heran jika muncul pemberontakan 
intelektual terhadap lembaga agama dan politisi yang keduanya sering bertengkar 
dan berkolaborasi. 

Membangun sintesa 

Secara teoretis normatif, baik agama maupun negara muncul untuk melayani 
masyarakat. Bahkan, negara merupakan anak kandung masyarakat. Tetapi, pada 
perjalanannya, lembaga agama dan negara sering meninggalkan jati dirinya 
sebagai pengayom, lalu berkolaborasi untuk mengawetkan kepentingan sekelompok 
elite penguasa sambil menindas masyarakat. 

Tampaknya bangsa Indonesia masih bingung menemukan hubungan mapan untuk 
mempertemukan kesetiaan warganya pada Tuhan, agama, dan negara. Idealnya, 
ketiganya bersinergi membangun sintesa sehingga semangat kebertuhanan dan 
loyalitas pada institusi agama memperkuat loyalitas dan etika bernegara. 

Konflik loyalitas dan pendekatan pragmatis serta ad hoc terhadap masalah besar 
akan terlihat tiap menjelang pemilu. Sepak terjang penguasa, elite politik, dan 
tokoh agama berebut massa guna mendapat legitimasi kekuasaan politik. Mengamati 
pemilu lalu, banyak tokoh agama berdiri dengan pijakan massa, bergandengan 
dengan politisi yang mengedepankan idiom kenegaraan dan menghadirkan Tuhan 
untuk menyakralkan permainan panggung politik yang sarat kalkulasi untung rugi. 

Benturan dan kompromi antara ranah Tuhan, agama, dan negara tidak saja terjadi 
di Indonesia, tetapi juga tataran global. Benturan kian seru saat kekuatan 
modal besar yang diusung kapitalisme berlomba menancapkan pengaruhnya sehingga 
hegemoni Tuhan, agama, dan negara mendapat pesaing baru bernama kekuatan modal. 
Berapa banyak sarjana terbaik bangsa ini bekerja di kantor perbankan dan 
perusahaan besar tetapi tidak tahu untuk apa dan siapa mereka bekerja? 

Komaruddin Hidayat 
Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke