http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/112006/03/0902.htm


"Rumus Makan" dan Kemiskinan
Oleh WIDODO ASMOWIYOTO 

  BULAN Ramadan baru saja berlalu. Sebagai bulan tarbiyah, bulan pendidikan, 
dan pelatihan (diklat), dengan sendirinya Ramadan 1427 H telah menghasilkan 
banyak sekali alumni. Soal kualitas alumni, terpulang kepada masing-masing umat 
Islam untuk menjawabnya. Akan tetapi, memang sering kita dengar pertanyaan yang 
bernada menggugat. Misalnya, umat Islam sudah puluhan kali menjalani saum 
Ramadan, tetapi mengapa hasil yang tampak dalam kehidupan sosial dalam 11 bulan 
berikutnya sepertinya tidak ada korelasinya atau bahkan kontradiktif?

Pertanyaan lain yang lebih variatif, yang intinya bernada menggugat, bisa saja 
Anda kemukakan. Tergantung dari sisi mana kita akan melihat korelasi antara 
pelaksanaan ibadah saum Ramadan dan praktik kehidupan sehari-hari pada 
bulan-bulan berikutnya. Pada kesempatan ini saya hanya akan mengaitkannya 
dengan problem kemiskinan di negara kita tercinta ini. Khususnya dilihat dari 
hasil saum kita, yang entah sejauhmana kualitasnya, tetapi yang jelas kita 
telah dilatih untuk menahan rasa haus dan lapar. Semua itu bermuara pada tujuan 
agar kita mampu berempati kepada nasib mereka yang sering lapar. Bukan lapar 
karena sengaja saum, tetapi karena benar-benar sering lapar atau kelaparan 
karena ketiadaan bahan pangan. Setidaknya hal itulah yang sering kita dengar 
dari isi dakwah para dai.

Seperti sering diberitakan bahwa di antara sekian juta penduduk miskin di 
negeri ini, kenyataannya masih terdapat sejumlah orang yang benar-benar miskin 
atau melarat atau fakir sehingga mereka tidak mampu untuk makan secara layak 
dan rutin sehari-hari. Kalaupun mereka berusaha keras untuk bisa makan secara 
relatif teratur, bahan pangan yang mereka dapatkan bukan lagi kategori layak 
sehingga gizinya pun tidak memadai. Karena itu, tidak jarang kita menyaksikan 
melalui media massa masih ada sejumlah penduduk negeri kita, termasuk balita, 
yang tubuhnya sangat kurus seperti halnya kondisi sejumlah penduduk Benua 
Afrika yang mengalami musibah kelaparan.

Kenyataan seperti itu bagaimanapun membuat kita sedih, trenyuh. Pertanyaan pun 
segera muncul, mengapa hal itu terjadi di negara kita yang sumber daya alamnya 
sangat melimpah ini? Biasanya pertanyaan ini pertama-tama akan ditujukan kepada 
pemerintah, yang ujung-ujungnya pemerintah akan kita nilai secara negatif. Kali 
ini saya mencoba tidak ikut-ikutan menuding pemerintah, melainkan mencoba 
mengajak Anda semua untuk introspeksi. Siapa tahu kita pun --sebagai masyarakat 
biasa di luar birokrasi pemerintahan-- ikut bersalah?

Terus terang, tulisan ini saya buat setelah saya merenungi beberapa sabda 
Rasulullah saw, yang mestinya juga menjadi rujukan umat Islam, mayoritas 
penduduk Indonesia tercinta. Hanya mungkin karena kita selama ini sibuk dengan 
urusan masing-masing, sabda Rasul itu kurang kita renungi secara mendalam 
meskipun sering kita dengar.

Sabda Rasul dimaksud di antaranya adalah, "Tidaklah anak cucu Adam mengisi 
wadah yang lebih buruk dari perutnya. Sebenarnya beberapa suap saja sudah cukup 
untuk menegakkan tulang rusuknya. Kalau toh dia harus mengisinya, maka 
sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk 
bernapas." (H.R. Turmudzi, Ibnu Majah, dan Muslim).

"Makanan satu orang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat 
orang, dan makanan empat orang sebenarnya cukup untuk delapan orang." (H.R. 
Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darimi).

"Sesungguhnya termasuk sikap berlebih-lebihan bila kamu memakan segala sesuatu 
yang kamu inginkan." (H.R. Ibnu Majah)

"Seorang mukmin makan dengan satu usus, sementara orang kafir makan dengan 
tujuh usus." (H.R. Muslim, Turmudzi, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Nabi Muhammad saw. juga pernah bersabda, "Kami adalah orang-orang yang tidak 
makan, kecuali setelah lapar, dan bila makan, kami tidak sampai kenyang." (H.R. 
Abu Dawud)

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Alquran surat Al-A'raf ayat 31, 
"Makan dan minumlah, tapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak 
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

Hadis Rasul dan firman Allah tersebut saya kutip dari buku Pola Makan 
Rasulullah, Makanan Sehat Berkualitas Menurut al-Quran dan as-Sunnah karangan 
Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayyid (Penerbit Almahira, 2006). Di dalam 
buku itu ditulis pula ucapan Umar bin al-Khatthab, "Jauhilah oleh kalian sikap 
rakus dalam makan, karena tindakan itu bisa merusak tubuh, dan dapat mengundang 
penyakit."

Dalam buku tersebut Prof. Abdul Basith antara lain menulis, "Mengenai makanan 
dan pola makan, Islam tidak hanya menyinggung tentang makanan dan kandungannya 
saja, juga kesempurnaan dan kesehatan makanan, serta cara mengonsumsinya. 
Sebab, pola makan yang buruk dan berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan 
atau sebaliknya, terlalu sedikit mengonsumsi makanan dari yang seharusnya, 
serta tidak memerhatikan keseimbangan kandungan makanan, akan mengakibatkan 
munculnya berbagai macam penyakit."

Setelah membaca dan merenungi beberapa sabda Rasul tersebut, layak kiranya kita 
bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah pola makan kita selama ini 
sudah seperti yang Rasul lakukan? Jawabannya pastilah sebagian orang sudah 
sesuai dan sebagian yang lain --atau jangan-jangan sebagian besar lainnya-- 
belum sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw.

Kalau kita mau jujur, pastilah banyak di antara kita --terutama yang mampu 
secara ekonomis-- biasanya kalau makan baru berhenti setelah betul-betul 
kenyang. Barangkali dari kenyataan seperti itulah kemudian timbul istilah 
kekenyangan. Dan dalam kekenyangan itu biasanya komponen makanan bukan lagi 
menempati sepertiga dari perut, tetapi bisa saja menjadi dua pertiga atau 
bahkan lebih. Konsekuensinya air minum dan udara tinggal menempati sedikit sisa 
ruang di dalam perut.

Lebih dari itu, biasanya di antara dua waktu atau jadwal makan, kita juga masih 
tergoda untuk makan makanan kecil atau ngemil. Kebiasaan seperti itu bisa saja 
masuk kategori "bersikap rakus dalam makan" seperti pernyataan Umar bin 
al-Khatthab. Atau bisa saja masuk kategori salah satu sabda Rasul yakni "orang 
kafir makan dengan tujuh usus".

Padahal dalam sabda Rasul tadi juga dijelaskan bahwa kalau kita bisa makan 
dalam porsi yang minimal atau proporsional, pada dasarnya "makanan satu orang 
cukup untuk dua orang, dan seterusnya".

Kalau kita mampu menerapkan pola atau "rumus makan" Rasul tersebut, umat Islam 
--terutama yang mampu secara ekonomis-- akan menghasilkan solusi baru yang 
menakjubkan dalam upaya ikut memberantas kemiskinan. Karena secara matematis 
masing-masing diri atau keluarga akan mengoreksi atau mengurangi anggaran makan 
sehari-hari. Seandainya saja anggaran makan yang membuat kita kekenyangan itu 
mencapai rata-rata Rp 100.000,00/hari/ keluarga, maka dengan menerapkan pola 
makan Rasul tadi mungkin hanya diperlukan Rp 50.000,00 atau Rp 75.000,00/ 
hari/keluarga. Dengan kata lain, kita bisa menyisihkan minimal Rp 
25.000,00/hari/ keluarga untuk kita sedekahkan bagi kalangan fakir miskin.

Seandainya umat Islam yang mampu selama ini sudah terbiasa bersedekah, dengan 
sendirinya sedekah itu akan menjadi "sedekah plus". Plus dimaksud berasal dari 
hasil penyesuaian porsi makan terhadap pola makan Rasul itu.

Secara kelembagaan itu, hal itu pun bisa dilakukan oleh institusi atau 
perusahaan. Misalnya saja, dengan pola makan yang lama sebuah instansi atau 
perusahaan menganggarkan Rp 10 juta untuk konsumsi acara silaturahmi Idulfitri 
atau halalbihalal, maka supaya para hadirin tidak kekenyangan bisa saja 
anggaran itu cukup Rp 5 juta atau Rp 7,5 juta. Sedangkan sisanya atau minimal 
Rp 2,5 juta bisa disedekahkan kepada kaum fakir miskin yang memerlukan.

Dengan menerapkan pola makan Rasul secara nasional, khususnya bagi umat Islam 
yang mampu, secara matematis pun akan dapat kita himpun dana demikian besar 
bagi kepentingan penduduk sangat miskin. Di lain pihak, dengan mengikuti pola 
makan Rasul, kita pun berharap umat Islam akan senantiasa sehat seperti halnya 
Rasul Muhammad saw. yang sepanjang hidupnya jarang sakit atau menurut riwayat 
hanya tercatat "dua kali" sakit.

Dengan kata lain, kalau umat Islam yang mayoritas itu sehat atau jarang sakit, 
berarti mereka mampu mengalihkan "anggaran" kesehatannya untuk kepentingan lain 
yang produktif. Begitu pula anggaran kesehatan dari pemerintah bisa dialihkan 
untuk kepentingan lain, misalnya untuk sektor pendidikan atau penyaluran 
kredit/investasi usaha yang mampu menciptakan banyak lapangan kerja.

Upaya kita menerapkan pola makan Rasul itu tentu saja tidak semudah membalik 
telapak tangan, tetapi juga bukan suatu hal yang mustahil. Bukankah nenek 
moyang bangsa ini juga sudah memberi contoh? Misalnya dengan sistem jumputan 
beras, atau mereka setiap hari atau secara berkala menyisihkan sebagian kecil 
beras dari porsi beras yang akan dimasak hari itu. Sebagai konsekuensinya 
adalah porsi makan berkurang dan di lain pihak hasil jumputan itu bisa ditabung 
atau diperuntukkan bagi kepentingan sosial.

Mungkin dari tradisi itulah lahir pesan seperti dalam lagu Tombo Ati, yang 
salah satunya liriknya adalah weteng siro ingkang luwe atau terjemahan bebasnya 
adalah "sering-sering berpuasalah". Dengan prinsip yang sesuai ajaran Islam 
itulah agaknya, nenek moyang kita merupakan generasi yang tahan lapar, kalaupun 
makan tidak mau kekenyangan, tahan uji, dan dengan didukung kondisi alam saat 
itu yang masih baik, udara masih bersih dan segar, maka konon nenek moyang kita 
jarang sakit serta panjang umur.***

Penulis, wartawan "Pikiran Rakyat


[Non-text portions of this message have been removed]



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke