http://www.suarapembaruan.com/News/2006/11/17/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Reformasi Penempatan TKI Tak Berjalan [JAKARTA] Reformasi penempatan TKI yang diamanatkan Inpres Nomor 06 Tahun 2006 ternyata tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Fakta di lapangan menunjukkan belum adanya perubahan sistem yang lebih praktis, bahkan mengakibatkan peningkatan biaya. Hal itu dikemukakan Penasihat asosiasi penempatan TKI untuk Taiwan (Tawindo), Alibirham di Jakarta, Kamis (16/11). Dikatakan, pembentukan konsorsium asuransi perlindungan TKI yang menggantikan lembaga-lembga perlindungan TKI sebelumnya justru semakin memberatkan TKI. Harga preminya naik, tetapi nila pertanggungannya semakin rendah. Contohnya, asuransi paripurna dulu hanya memungut biaya dari TKI sebesar Rp 200.000 dengan nilai klaim pertanggungan Rp 3 juta, sementara konsorsium baru yang ditunjuk Depnakertrans justru meningkatkan biaya premi menjadi Rp 400.000 per TKI dengan nilai pertanggungan hanya Rp 2,5 juta. Selain itu, nilai premi sekarang disamaratakan sebesar Rp 400.000 untuk seluruh negara penempatan TKI. Hal itu jelas berbeda dengan asuransi paripurna yang membedakan tarif premi sesuai negara tujuan penempatan. Di negara penempatan di mana TKI mendapatkan upah lebih baik dikenai tarif premi lebih mahal daripada tarif premi utuk negara-negara yang memberikan gaji TKI lebih rendah. "Gaji TKI di Taiwan pasti lebih tinggi daripada gaji di Malaysia untuk jenis pekerjaan sama. Sehingga, wajar kalau kala itu premi untuk TKI di Taiwan sebesar Rp 400.000 dan Malaysa hanya Rp 200.000. Tapi, sekarang kok dipukul rata. Saya enggak tahu pertimbangannya,'' ujarnya. Lebih lanjut Alibirham mengemukakan, pembenahan dan penyederhanaan sistem penempatan TKI tidak perlu harus menunggu terbentuknya Badan Nasional Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (BNPTKLN). Inpres 06/2006 sudah dapat dijadikan payung hukum untuk menyederhanakan birokrasi yang selama ini amburadul. "Apa artinya Inpres kalau kondisinya tidak berubah, bahkan cenderung lebih parah,'' katanya. Ada kesan, badan nasional itu lambat terbentuk hanya karena pemerintah belum mendapatkan sosok yang akan menjabat ketua. Padahal, masalah itu sebenarnya sederhana. "Pemerintah tinggal mengajukan calon dan membuka bursa calon, lalu menyeleksinya secara transparan, kan beres,'' usulnya. [L-7] Last modified: 17/11/06 [Non-text portions of this message have been removed]