http://www.hariansib.com/content/view/17317/39/


      Written by Redaksi     
      Dokter Jangan Jadi Agen Penjual Obat, RS Tidak Boleh Menolak Pasien 
dengan Alasan Apapun 


      Nov 18, 2006 at 08:37 AM  
      Medan (SIB)
      Menteri Kesehatan dr Siti Fadilah Supari meminta para dokter jangan 
menjadi agen penjual obat yang kerjanya memberikan...........
      rekomendasi pemakaian obat tertentu kepada pasien. Karena itulah yang 
memberatkan masyarakat  berobat karena harus membeli obat-obatan yang relatif 
lebih mahal. Larangan itu telah diatur dalam Rancangan  Undang-Undang tentang 
Kerumahsakitan yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah dalam hal ini 
Departemen Kesehatan dan DPR RI di Jakarta.
      Siti Fadillah mengatakan, rancangan UU Kerumahsakitan itu dibuat sebagai 
upaya pemerintah memperbaiki kualitas pelayanan rumah sakit dan dokter 
sekaligus menekan tingginya biaya perobatan selama ini yang dilakukan oleh 
rata-rata rumah-sakit di Indonesia.

      Masalah pelayanan kesehatan katanya, sudah banyak dikeluhkan masyarakat 
Indonesia terutama biaya tinggi dan kurang profesionalnya pelayanan rumah sakit 
dan dokter. Sehingga tak bisa disalahkan kalau banyak masyarakat yang pergi 
berobat ke rumah sakit di luar negeri karena biaya perobatannya malah lebih 
murah dan pelayanannya memuaskan.

      "Banyak warga Indonesia berobat ke luar negeri. Memang ada anggapan 
pengobatan di luar negeri lebih murah dan lebih bagus, tapi memang itu tidak 
sepenuhnya benar karena masih banyak juga dokter dan rumah sakit di Indonesia 
yang memberi pelayanan yang cukup memuaskan," ujar Menkes menjawab wartawan di 
Bandara Polonia, Kamis (16/11) soal penilaian masih buruknya pelayanan 
kesehatan di Indonesia meski biaya perobatan di sejumlah rumah sakit umumnya 
sangat mahal.

      Terkait fenomena itu menurut Rancangan UU itu, secara umum ada tiga poin 
yang menjadi fokus perhatian pemerintah untuk memperbaiki pelayanan kesehatan 
yakni menurunkan harga obat, memperbaiki mekanisme perawatan dan meningkatkan 
kualitas/profesionalisme para dokter.

      Soal perbaikan mekanisme perawatan itu lanjut Menkes, dalam RUU tersebut 
juga ada diatur, pihak rumah sakit tidak boleh  menolak pasien dengan alasan 
apapun. "Dalam RUU itu juga diatur sanksi tegas terhadap rumah-sakit yang 
kedapatan menolak ataupun menelantarkan pasien terutama keluarga tak mampu," 
ujarnya.

      Ke depan, pihak rumah sakit juga harus lebih transparan menetapkan biaya 
perobatan atau perawatan. Pihak rumah sakit katanya harus menjelaskan 
komponen-komponen apa saja yang diberikan dalam tarif perobatan di rumah sakit 
bersangkutan meliputi biaya dokter, harga kamar, obat dan lain-lain. Sehingga 
katanya, rumah sakit tidak lagi seenaknya menetapkan tarif kepada pasien.

      Pada bagian lain soal virus flu burung, menurut Menteri, dari data yang 
ada sebanyak 55 orang meninggal dunia karena virus flu burung dari 74 kasus. 
Namun jumlah daerah yang sebelumnya dinyatakan endemis  kini tinggal 20 
propinsi masih endemis dari sebelumnya 30 propinsi.

      Salah satu langkah mengatasi virus H5N1 itu menurut Menteri, pemerintah 
telah menyediakan 12 juta butir tamiflu yang diproduksi di dalam negeri yang 
telah disebarkan ke seluruh Puskesmas di Indonesia dan tidak dijual secara 
bebas.
      Tamiflu itu katanya, obat yang efektif diberikan  2 hari setelah 
seseorang ditemukan mengalami sakit dengan gejala dan ciri-ciri yang sama 
dengan virus flu burung seperti demam yang sangat tinggi.

      Langkah berikutnya untuk pencegahan, bila seseorang ditemukan mengidap 
penyakit seperti itu maka seluruh penduduk dalam radius 1 kilometer dalam 
lokasi pengidap juga harus diberikan tamiflu itu meskipun belum sakit. "Jadi 
pemusnahan dan vaksinasi bukan cara efektif untuk mencegah flu burung," 
katanya.(B3/d) 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke