Ikut nimbrung dengan kutipan dari rubrik Our Dialogue di Arab News (Arab
Saudi) ,menjawab pertanyaan seorang India (Pakistan?):
Kesan saya ulama Arab Saudi yang mengeluarkan nasihat ini pasti belum
memahami Islam sekaffah ulama Indonesia. Mungkin ulama Saudi itu tidak paham
bahasa Arab dalam menafsirkan al-Qur'an dan hadits.
KM

Exchanged On Christmas, Etc 

Back home, the followers of three religions live side by side: Muslims,
Christians and Hindus. In any feast of any community, members of the two
other communities congratulate those who have the festivity. For example,
Hindus and Christians come and greet us on the occasion of Eid, and we
congratulate Christians at Christmas and so on. Some people protest saying
that this is unacceptable. Please comment. 
Islam is keen on maintaining good relations with neighboring communities. It
is clearly stated in the Qur'an that Allah likes us to be kind to those of
the followers of other religions who do not try to fight us or turn us away
from our land. And He loves those who are fair. It is only those who are
hostile to us and who try to turn us out of our land with whom we are not
allowed to have kindly relations. When different religious communities live
peacefully together, it follows that they should congratulate each other on
happy occasions. There is nothing wrong in that, nor is it forbidden to
partake of their food unless we know that they slaughter their animals in a
way, which Islam forbids [Added: or if the food offered is otherwise
forbidden by Islam.] 
Islam goes further than that and imposes on the Muslims a duty to defend
those non-Muslims who live peacefully under its fold. If they are attacked
by a foreign power, we should help them repel it. [Added: Greeting them on
their religious festivities or feasting with them is one thing, but Muslims
should not, of their own, celebrate religious occasions of the non-Muslims.]

-------Original Message-------
 
Subject: [zamanku] Re: Seputar fatwa MUI ttg NATAL BERSAMA ... SELAMAT NATAL
( silahkan di tanggapi )
 
Gabriella,
 
Kalau berfikir itu yang jernih, dengan melihat kenyataan dan fakta yang ada.
jangan gara-gara 'membenci Islam", maka anda selalu mengamati apa yang Islam
lakukan.
 
Faktanya adalah "tidak semua orang Kristen sendiri setuju dengan Natal".
inilah mestinya yang harus anda fikirkan terlebih dahulu. jangan anda
meributkan "orang luar".
 
Inilah faktanya :
 
"Saya Kristian tetapi bukan saksi Jehova...saya pengikut Tuhan Yesus yang
tidak merayakan krismas kerana tidak dinyatakan di dalam alkitab.Saya
memperingati kematianNya kerana itu yg diminta oleh Tuhan Yesus.( I kor
11:24-26)
Kerana menanggung dosa kita, RohNya ditinggalkan Allah, turun kedunia orang
mati dan mengalami maut untu kita ( MAt 27:45-52, Ibr 2:9, Kisah para rasul
2:30-32)Oleh kerana bilur-bilurNya kita sembuh ( Yesaya 53:4-6)
Shalom.
 
http://partaidamaisejahtera.com/diskusi/showthread.php?t=126&page=2
 
Silahkan anda menaggapi, jangan langsung menuduh bahwa Orang yang tidak mau
memperingati Natal adalah Muslim.
 
Bagaimana kalau yang tidak setuju Natal adalah Pengikut Kristus. Apa
pendapat anda ???
 
Salam,

Gabriela Rantau <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Aku bingung juga adanya orang Islam yg takut keblinger dan murtad krn ikut
perayaan Natal, eh sekedar bilang Mery Christma! Ini menunjukkan bhw mrk ini
iman-kepercayaannya begitu ringkih sehingga dg mengucapkan Selamat Hari
Natal saja, iman-kepercayaannya rontok.
 
Anehnya umat Islam yg iman-kepercayaannya kokoh tidak ragu2 mengucapkan
Selamat Hari Natal bahkan mrk ini tidak melewatkan ikut perayaan (bukan
kebaktian) Natal. Aku ingat Yasser Arafat, Raja Yordan, Gus Dur dan masih
banyak tokoh2 Islam yg penuh ilmu dan PeDe tidak merisaukan hal spt imi.
 
Masa' cuman bilang Selamat Natal terus dianggap sudah murtad! Tapi spt pemeo
bilang 'To each his own!'
 
Gabriela K. Rantau
============== 

lasykar5 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
sharing aja, dulu pernah dapet melalui email, 
buat temen non muslim (siapa tahu ada), please see in positive way
--------------
Assalamu'ala Manittaba 'alalhuda.
Untuk temen-temen non muslim, smoga ini bisa menjelaskan tentang sikap kami
yang muslim yang engga mengucapkan selamat hari raya natal. email ini saya
dapet dari teman saya yang merupakan temen saudara Usman (seorang dosen di
Maine university - kalo gak salah - berkebangsaan Indonesia, beragama islam)
 
ada cerita yg gambarin indahnya persahabatan :)
semoga bermanfaat.
 
-------Original Message-------
From: [EMAIL PROTECTED]
Date: Wednesday, December 19, 2001 12:26:30 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [is-lam] Seputar fatwa MUI 
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera,
If only, rekan-rekan non-muslim tahu konsekuensi perayaan natal bersama bagi
muslim, Anda sekalian tak akan pernah memaki MUI dan juga tak akan pernah
berharap ada ucapan selamat natal dari muslim. 
Anda merayakan kelahiran Jesus sebagai Juru Selamat, bukan Jesus sebagai
nabi, utusan Allah. Di sinilah salah satu perbedaan mendasar antara Islam
dan Kristen. Islam melihat Jesus sebagai seorang utusan Allah, manusia biasa
[bukan anak Tuhan], yang dibekali banyak mukjizat untuk mendukung
kerasulannya. 
Merayakan natal bersama sebagaimana difahami oleh ajaran Kristen, berarti
sebuah pengakuan bahwa Jesus adalah sang Juru Selamat. Bagi orang Islam,
tindakan ini adalah perbuatan syirik [for sang Juru Selamat di dalam Islam
is Tuhan yang Esa -tidak beranak dan tidak diperanakkan, yang dalam bahasa
Arab disebut Allah]. 
Ketika Anda [Nasrani] mengucapkan selamat idul Fitri, tak ada konsekuensi
theologis bagi Anda. Tak mengubah pengakuan Anda bahwa Jesus adalah sang
Juru Selamat. Ketika muslim mengucapkan selamat natal dalam konteks yang
difahami ummat Nasrani, muslim itu telah mengakui bahwa Jesus is sang Juru
Selamat. 
Kalimat yang konsekuensinya sepadan dengan ucapan selamat natal itu adalah
ucapan dua kalimat syahadah: "Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah,
danaku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu utusan Allah." 
Nah, beranikah Anda sekalian mengucapkan dua kalimah syahadah itu, yg oleh
karenanya Anda tidak lagi mengakui bhw Jesus is the Savior? yg oleh
karenanya juga Anda telah menjadi muslim? 
Mohon alinea di atas itu Anda renungkan baik-baik.
Dengan apa yang sudah saya uraikan di atas, saya stan d firmly behind fatwa
MUI tentang natalan ini.
Kepada mereka yang sempat menulis, "kalau saja MUI mengeluarkan fatwa agar
ummat Islam tak berhubungan dengan ummat lain", saya minta baca lagi fatwa
MUI.
Di fatwa itu juga dianjurkan agar ummat Islam tetap menjalin hubungan dengan
non-muslim [dlm urusan yg tak terkait dengan akidah]. 
FYI, MUI juga tak akan mengeluarkan fatwa spt yang Anda 'andaikan' itu, krn
al Qur'an sendiri mengajarkan agar ummat Islam menjalin hubungan dengan
ummat lain dalam soal kemasyarakatan [hal-hal yang tak terkait dengan
akiqah]. Seandainya MUI mengeluarkan fatwa spt yang Anda 'andaikan', maka
muslim spt saya ini pertama kali akan menentang fatwa itu. 
Kepada mereka yang menulis, MUI menteror minoritas dengan fatwanya, saya
sarankan untuk bisa menempatkan persoalan pada proporsi yang sebenarnya.
MUI sebagai kumpulan ulama punya kewajiban mengingatkan ummat Islam, dalam
bentuk petuah-petuah [fatwa]. Ketika pelaksanaan ajaran agama [Islam]
dicampur-adukkan dng kepercayaan agama lain, maka tugas ulama lah memberikan
teguran kepada muslim. 
Seandainya MUI mengeluarkan fatwa melarang ummat Kristen u/ merayakan natal,
itu yang disebut teror. Dan, saya sebagai muslim akan menentang fatwa spt
itu. Tak seorang pun di dunia ini yang boleh menghalangi ummat lain
melaksanakan ajaran agamanya. 
Sebaiknya, rekan-rekan Kristen juga bisa memahami apa arti perayaaan natal
bersama ini secara theologis. Sudah pernah saya sampaikan, tak memberi
ucapan selamat natal atau tak ikut perayaan natal bersama, bukan berarti
teman muslim Anda memusuhi Anda. Selain itu, masih banyak aktivitas lain
yang 
dapat dikerjakan bersama-sama tanpa harus mengorbankan akiqah masing-masing.
Saya berikan contoh apa yang barusan saya alami.
Pagi itu, Jum'at dua hari menjelang lebaran, saya berniat mengundang bro
Achilov, dari Uzbekh untuk makan sahur bersama. Karena ia tak makan daging,
saya menyiapkan udang sebagai pengganti. Sayuran (baby carrot, mushroom,
brokoli) sudah selesai dipotong-potong, udang sudah di-defrost di microwave,
dan bumbu (bawang bombay, bawang daun, dan paprika) sudah selesai dipotong.
Saya sudah menghidupkan stove sambil motong-motong bawang putih. 
Sebelum semua bawang putih selesai dipotong, pagi itu pukul 4:10 telphone di
dapur berdering. Saya angkat. "Hey...may I speak to Usman please?" "It is he
" jawab saya. "Usman, I am very-very sick. If you don't see me on campus
today, that means I am in a hospital," kata JJ "Wait..wait..are you going to
go to the hospital?" 
"yes."
"now?"
"yes"
"How?"
"I am gonna take 5:45 bus."
"Oh no. You can't go to the hospital alone. I will go with you."
"Are you sure?" 
"Positive."
"O thank."
"But, wait. My car is not at home. Bro Achilov have it tonight. I am going
to call him. If he is awake, we will take you to the hospital. If he is not,
then we take 5:45 bus." 
"Are you sure he will be awake?"
"I hope so. Because we needs to do our morning prayer."
"Oh I don't want to interupt your prayer."
"Hey don't worry, we still have plenty of time." 
"Okey then. I am waiting."
"Okey, I'll call him. And I'll call you back in five minutes.".
Kutelpon bro Achilov. Ia baru bangun. Saya ceritakan kondisi JJ yang perlu
ke hospital pagi itu, ia tak keberatan datang. Kepada brother Achilov saya
juga minta untuk mampir di Dunkin' Donut pesen tiga kopi dan donat. "For her
 decafe with cream no sugar," pesan saya. 
Kutelpon kembali JJ, saya bilang dalam sepuluh atau limat belas menit kami
akan sampai di apartemennya. Saya juga sampaikan kalau kami akan bawa decafe
coffee dan donut untuknya. "O thank Usman. You know me so well." [maksudnya
tentang kopinya yang bebas kafein dan tak pakai gula itu. 
Jam 4:45 kami sampai di ruang ER Estern Maine Medical Center. Setelah
pendaftaran dan pemeriksaan awal, kami disuruh nunggu di ruang tunggu ER.
Jam 5:25 saya bilang ke JJ kalau it's okey for her ditinggal selama 10
minutes. 
"It's time for us to perform morning prayer," kata saya.
"Go ahead. I think I am gonna be okey," kata JJ terlihat ngantuk.
Kami pun segera wudhu, keluarin sajadah dari back pack, ukur arah kiblat
dengan kompas kecil yang menggantung di kunci mobil, sholat subuh.
Dikira suami JJ, saya dipanggil masuk ke ruang periksa ER. Di dalam ruangan
periksa, ternyata JJ menangis spt baby. Katanya, semua tubuhnya panas spt
terbakar, dokter memberikan suntikan, tiba-tiba tubuh JJ menggigil. Sesekali
saya harus nutup mata karena baju rumah sakit yang dipakaikan ke JJ
tersingkap saat ia guling kanan-guling kiri di dipan rumah sakit. 
Ketika dokter memeriksa lagi -artinya banyak bagian tubuh JJ yg
tereskpos-saya nutup mata lagi. Ketika dokter melihat saya nutup mata, ia
mengira saya tertidur. "Sir, wake up. She need your support," katanya. "I am
not sleeping doc. I just..." saya tak lanjutkan. 
"He can't see me like this doc. His religion does not allow him to." [like
this yang JJ bilang itu adalah...half naked. Memang dokter harus memeriksa
seluruh tubuh JJ, dan benar...ia akan terlihat more than half naked]. 
sesaat setelah dokter meninggalkan ruangan, panas dan dingin di tubuh JJ
datang silih berganti. Kadang ia merasa spt dibakar, kadang menggigil
kedinginan. Sepanjang pagi itu, ia nangis terus. Saat menggigil kencang
sambil nangis mengerang-erang, saya tak sampai hati lagi. Saya genggam
telapak tangannya, sangat dingin. Saya genggam erat dengan harapan ada
aliran panas dari telapak saya. Saya tak tahu apa yang terjadi, tapi JJ
nampak lebih tenang ketika telapak tangannya saya genggam. 
Saya tahu I am not supposed to do that. Dia bukan muhrim saya. Apalagi saat
itu saya masih berpuasa. Saya sendiri ragu-ragu sebelum melakukannya. Antara
ya dan tidak, ya dan tidak terus berperang. Tapi kemudian saya putuskan
untuk comfort her. Saya genggam telapak tangannya erat sekali, JJ tenang,
dan akhirnya tertidur. Saat memutuskan akan memegang tangan JJ itu, saya
berdoa kpd Allah: "Ya Allah, kalau apa yang akan saya lakukan ini membuat
puasaku batal, please forgive me. Saya akan sahur puasa yang batal itu
dilain waktu. Sekarang JJ butuh pertolongan saya." 
Pukul 10:15 kami pulang dari rumah sakit. Setelah mengantar JJ ke
apartementnya, saya harus ke kampus mengirim banyak email ke prof JJ
mengabarkan kondisinya saat itu dng melampirkan scaning medical record yang
diberikan dokter ER. 
Pukul 11:05 saya email bro Achilov, agar mencari saya di lantai 3
perpustakaan. Saya take a nap sebelum ke masjid, Jum'atan. Saya harus take a
nap karena jam 2-6 harus cover JJ's shift di tempat kerja [kalau tidak ia
bisa kena pecat], padahal saya sendiri tiap jum'at malam punya shift jam 6
sore sampai 3 pagi di coffee shop student union. 
Ketika bro Achilov membangunkan saya pukul 12:03, saya punya cukup a nap.
Kami pun ke masjid sholat Jum'at.
***
JJ seorang Nasrani. Her sister adalah misionaris yang spent banyak waktu di
Bosnia. Ayah JJ punya doktrin bahwa seluruh ummat manusia di dunia ini harus
beragama Kristen. JJ tahu saya muslim. Saya berpuasa, sholat, tak minum
alkohol, tak makan pork. 
Saya bisa mengantar JJ ke ER tanpa harus meninggalkan ajaran agama saya.
Saya tetap sholat subuh saat menunggui JJ. Saya tetap berpuasa hari itu,
meski harus puas dengan sahur secangkir kopi dan dua butir donat. 
Apa yang saya lakukan di atas adalah contoh bagaimana seorang muslim bisa
besahabat baik dng non-muslim, tanpa harus mengorbankan akidah agamanya.
Persahabatan kami begitu baik dan akrab sampai JJ berani nelpon saya pada
jam di mana rata-rata american tidur nyenyak [4:10 pagi] 
JJ sudah memutuskan akan mengundang saya ke rumah orang tuanya di liburan
natal ini. I'll take about 2 hrs drive. Saya terima undangan itu, setelah JJ
sepakat apa yang bisa saya lakukan dan apa yang tidak bisa saya lakukan
terkait dengan acara natalan keluargannya. Karena JJ juga tahu saya tak
minum alkohol, ia minta orang tuanya menyediakan non-alkoholic champagne
untuk saya. 
Lihatlah JJ, ia begitu menghargai keyakinan agama saya [Islam] yang tak
minum alkohol, tak makan pork, tak mengucapkan selamat natal , tak ikut
partisipasi dalam acara kebaktian natal. Ketika saya katakan, it's religous
reason, that's it. Tak ada tawar menawar. 
Di Indonesia, mengapa banyak rekan non-muslim yang masih saja tak faham
bahwa muslim tak seharusnya dilibatkan dalam acara natalan mereka. Apakah
tak ikut dalam acara perayaan natal berarti tak bisa bersahabat?Kalau Anda
semua tak mau memahami keyakinan ummat Islam -terutama dlm soal natalan
ini-bagaimana mungkin kita akan bisa berhasabat? 
Lihatlah apa yang saya lakukan ke JJ. Untuk menenangkannya, saya tempuh
resiko batal puasa hari itu. Batal puasa menurut Islam, masih bisa ditebus
di hari l ain. Akibat batal puasa tidak seserius ikut perayaan natal [dosa
syirik]. 
Tirulah JJ, ia menghormati saya sebagai muslim. Saya pun bisa menimbang,hal
mana yang dapat saya korbankan untuk membantunya. Kalau nanti saya jadi
berada di tengah-tengah keluarganya [orang tuanya ingin berterima kasih atas
apa yang saya lakukan untuk JJ], saya tetap tak akan mengucapkan selamat
natal, tak akan ikut partisipasi dalam ceremony kebaktian natal,tak akan
minum champagne (yg dikeluarganya merupakan tradisi natalan), dan tak akan
makan pork. 
Menurut pertimbangan akal sehat saya, fatwa MUI tentang natal sudah benar.
Fatwa itu dikeluarkan ketika Buya Hamka jadi ketua MUI, yg prihatin dengan
cara pemerintah Or ba memanipulasi kata 'toleransi beragama'. 
Wassalam,
usman maine
Message: 5
Date: Fri, 21 Dec 2001 09:57:22 +0700
From: "Iwan Pontjowinoto" 
Subject: Re: Tentang Ucapan Selamat Natal
Tentang Ucapan Selamat NatalAssalamu'alaikum,
Kang Cecep, sudah takdir bahwa dari kalangan keluarga ibu saya banyak yang
sejak awalnya adalah Nasrani. Dahulu sewaktu saya masih kecil dan pemahaman
agama masih sangat sangat terbatas, saya merasa senang karena bisa punya
baju baru pada saat Lebaran dan Natal. Bahkan waktu itu rasanya shalat Ied
lebih penting dari shalat Shubuh. Bodoh sekali bila diingat. 
Alhamdulillaah sekarang saya lebih memahami ajaran agama Islam. Namun tokh
saya harus tetap bersaudara dengan keluarga yang Nasrani tsb, jadi ada
beberapa kebiasaan yg terjadi di antara kita, misalnya : 
1. Pada saat Lebaran, keluarga Nasrani juga berkunjung dan mengucapkan 
Selamat Lebaran" atau "Selamat Hari Raya Iedul Fitri" serta "Maaf Lahir
Bathin", yang kemudian dijawab oleh keluarga Muslim "Terima Kasih" dan "Maaf
Lahir Bathin". 
2. Pada sekitar tgl 25 Des, keluarga Muslim TIDAK berkunjung ke keluarga
Nasrani, namun bila barjumpa mengucapkan "Selamat Merayakan Kelahiran Nabi
Isa".
3. Bila ziarah ke makam keluarga (maklum kebiasaan Jawa), bila yang
dikunjungi makam Kristen maka keluarga Muslim hanya berdiri di sekitar makam
tanpa mengucapkan apapun. Demikian pula sebaliknya di makam Muslim. Kita
semua sadar bahwa doa dari agama lain akan sia-sia alias mubasir. 
4. Demikian juga bila ada yg meninggal, keluarga yang berlainan agama hanya
membantu sebatas pengaturan kendaraan, konsumsi dan keamanan.
5. Bila ada yang sakit, kami juga saling berkunjung dan membantu, tetapi
tidak saling mendoakan. (Sedih memang, tetapi itulah konsekwensinya). 
Bila ada di antara kebiasaan keluarga saya yang salah, mohon diberi petunjuk

Wassalam,
Message: 7
Date: Fri, 21 Dec 2001 10:45:12 +0700
From: "Cecep M Hakim" 
Subject: RE: Tentang Ucapan Selamat Natal
Ass. Wr. Wb.
Saya terharu dengan cerita Pak Iwan Pontjo yang ternyata lebih pengalaman
dalam keadaan ini ketimbang saya sendiri, yang lahir dan besar di keluarga
muslim, sehingga tantangan dan tekanan psikologis hampir tidak ada.
Bagaimanapun usaha Pak Iwan sudah maksimal. Semoga Allah memberikan balasan
atas kesulitan yang diakibatkan perbedaan akidah ini. Perbedaan akidah kalau
difahami dalam konteksnya masing-masing dan tidak ada paksaan dari
masing-masing yang berbeda tidak selalu harus memutuskan hubungan darah dan
kedaerahan. Pada saat tertentu khitab (subjek) yang diajak bicara oleh Qur
an juga tidak selalu orang yang beriman, tetapi kepada ummat manusia secara
keseluruhan (yaa ayyuhan naas). Saling hormat hanya bisa muncul kalau saling
mengetahui batas masing-masing. Batas masing-masing akidah hanya bisa
diketahui apabila masing-masing berusaha mengetahui tanpa harus nyinyir dan
apriori alias tidak mau tahu. Semua itu rusak jika unsur kekuasaan sudah
mengusik rasa keadilan ............. 
Wallahu A'lam
Wass. Wr. Wb.

. 
 
 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke