oom wikan dan mas ari set,

1. kalau dalam HAM maupun maqoshid syariah,

hak hidup sama sama dijamin
hak milik sama sama dijamin

2. hak politik, seperti menyuarakan pendapat dan berkelompok, dalam 
maqoshid syariah ndak ada

3. hak untuk menjaga aqidah, dalam HAM awalnya ndak ada, tapi belakangan 
ketika orang Indonesia memasukkan dalam hak seorang warga negara untuk 
beribadah dan memeluk kepercayaan yg diyakininya [apapun itu], dan juga 
negara lain banyak yg sudah mepertanyakan akan hal ini, maka klausul 
semacam ini juga masuk dalam deklarasi umum HAM.

4. dalam wacana HAM, salah satunya yg paling keras adalah mengutuk 
perbudakan, namun maqoshid syariah ndak bicara sama sekali tentang 
perbudakan ini.  jadi secara umum, masalah martabat kemanusiaan, agama 
Islam memang tidak peduli dan kurang mengakomodir.  apalagi wacana 
gender :p  Ini sudahkenyataan dari sononya.  dalam teks keagamaan juga 
sudah stated dengan level seperti hukum besi, sehingga posisinya memang 
jumud. sebagaian bahkan menganggap hal ini sbgai hal yg qoth'i.  "betul, 
tidak ?", tanya aa gym.   "betul", kata pak zainudin.  :D

5. perlindungan terhadap kelestarian alam, keseimbangan lingkungan hidup 
dan ekosistem, dua duanya ndak masuk hitungan, baik dalam maqoshid 
syariah maupun DUHAM. 

6. Masyarakat dunia sekarang lagi rame rame membuka wacana alternatif 
tentang hal ini.  sehingga teologi tidak lagi berpusar pada masalah 
manusia, namun alternatif paradigm sudah mulai melihat the other side, 
alam semesta secara global sebagai rujukan fokus perhatian.

yang heran meskipun rekan rekan INSIST [yg rata rata jebolan ISTAC IIUM 
malaysia itu juga mendukung wacana ini, ternyata penghargaan thd 
perbedan antar umat mansuia justru mereka letakkan di level terbawah.  
sementara orang orang islam liberal, freedom institute yg sama sekali 
gak ngomongin masalah plasma nutfah, kelestarian lingkungan, dan 
wacananya sangat sentris pada kebebasan manusia, namun bisa melihat 
bahwa perbedaan di antara umat manusia adalah keniscayaan].  dari 
perbedaan di antara manusia, kemudia beranjak pada keanekaragaman hayati 
dan makluk ciptaan Tuhan lainnya.

melihat fenomena ini, yakinlah saya, ada yg salah pada pandangan kaum 
fanatis yg selalu merasa agama yg saat ini dipeluknya sudah mencapai 
pemahaman final dan menjadi kebenaran tunggal.  tanpa melihat dan mau 
mengakui, bahwa detik demi detik, waktu demi waktu, ada reveal baru, 
dimana uamt manusia dan alam makin menyadari hakikat dirinya sendiri.  
temen temen DDII via LPPI bersama rekan HT dan FPI yg kemarin rame rame 
nggeruduk alian lain, ahmadiyyah, seharusnya malu. malu terutama pada 
sang pencipta dan Islam yg diyakininya.





Wikan Danar Sunindyo wrote:
>
> nimbrung ya,
> kalau di sini (Jerman) yang menetapkan kondisi darurat ya pemerintah 
> langsung
> kalau nurutin maunya tiap orang tar gak beres2
> pemerintah emang mau cari amannya saja
> karena kalau secara keseluruhan penanganan banjir gak beres/ada
> korban, maka yang disalahkan adalah pemerintahnya, bukan warga yang
> bandel gak mau evakuasi
> di sini pemerintah justru berkewajiban buat melindungi HAM yang paling
> asasi, hak untuk hidup ...
>
> di beberapa negara, euthanasia (hak untuk mati) masih dianggap sebagai
> kejahatan, lho
>
> salam,
> --
> wikan
> http://wikan. multiply. com <http://wikan.multiply.com>
>
> On 2/7/07, Ari Setyawan <arisetyawan@ lge.com 
> <mailto:arisetyawan%40lge.com>> wrote:
>
> > Om, tentunya level darurat itu khan relatif ya setiap orang.
> > Terus bagaimana kalau satu level banjir sudah merupakan darurat 
> menurut seseorang tapi menurut orang lain masih aman, gimana tuh?
> > Mohon petromaksnya lagi tengan HAM ini...
>



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke