Terima kasih atas uraiannya tentang jilbab yang diperuntukkan bagi wanita
merdeka, sedang bagi budak dilarang oleh Umar r.a untuk mengenakannya. 
Namun yang saya tanyakan bukankah mana ayatnya di Al Qur'an?  Bukan dari
kitab2 yang lain ataupun penulis2 yang lain?  Bukankah sebagai muslim,
pegangan kita adalah Al Qur'an dan hadis sahih? Jika ada hadis yang
bertentangan dengan perintah Allah di QS 24:31 dan 33:59, maka otomatis
hadis itu batal/tidak valid, jadi kita stick to the ayat2 di Al Qur'an itu
saja.  Riwayat Umar r.a di masa kekalifahannya tidak bisa diartikan superior
dibanding Al Qur'an dan hadis Nabi. Kedudukan sebagai hadispun tidak,
apalagi Nabi sudah wafat sebelum masa kekalifahann Umar.ra.

Bukankah Al Qur'an dimaksudkan oleh Allah sebagai petunjuk final yang abadi
dan tidak ada kadaluwarsanya?  Sedangkan sistem perbudakan sudah tamat,
termasuk di antaranya adalah berkat ayat2 yang mengajarkan untuk
memerdekakan budak.  Sehingga dalam  QS 24:31 dan 33:59 itu, tidak ada time
frame ataupun kosa kata yang mengindikasikan budak wanita.  Sebab setelah
perbudakan lenyap dari peradaban manusia, ayat2 itu tetap eksis sebagai
petunjuk sepanjang jaman.  Perintah kepada wanita yang beriman itu lebih
abadi dan relevan sepanjang jaman dibandingkan larangan berjilbab kepada
wanita yg bernasib budak (kalaupun ini ada di Al Qur'an).  Kalau kita
memaksakan perintah Umar r.a yg anda uraikan itu kedalam pemahaman kita
terhadap ayat2 itu, maka berarti kita telah memasung apa yang tertulis di
dalam Al Qur'an.  Jika begitu, maka Al Qur'an dianggap sudah expired, karena
kita membatasinya dg masa lampau di mana perbudakan masih ada.  Maka
konsekwensinya adalah Al Qur'an sudah tidak lagi menjadi petunjuk untuk masa
kini.  Hal ini sama saja dengan meninggalkan Islam.  

Riwayat tentang Umar r.a adalah tidak lebih hanya sebagai ilustrasi atau
latar belakang dari pelarangan budak wanita untuk berjilbab.  Tapi Allah
bermaksud lebih dari itu, sedangkan manusia tidak berhak membatasi/mereduksi
kehendak dan perintahNya. 
Jika kita hanya berpegang bahwa hanya wanita yang merdeka yang diperintahkan
untuk berjilbab, maka di zaman sekarangpun, semua wanita adalah merdeka,
maka perintah ini applicable bagi semua wanita, ya tak lain kita-kita ini,
apalagi kita2 ini kan beriman. Sudah merdeka, beriman pula....
Perintah menjulurkan jilbab ini sekaligus memberikan definisi bahwa apa saja
yang tertutup oleh juluran jilbab itu adalah aurat.  Akan halnya anak kecil,
memang bisa merasakan sensasi genital, namun ia belum paham akan sexual
intercourse.  Oleh karenanya ayat2 yg memerintahkan menjaga/melindungi
kemaluan tidak ditujukan kepada anak kecil, maka jilbabpun tidak applicable
bagi mereka.  Dari ayat2 itu, maka Allah menghendaki agar wanita tidak
menjadi exhibitionist atas detail keindahan yang dimilikinya, sehingga lebih
jauhnya supaya tidak ada eksploitasi dalam bentuk apapun atas tubuh wanita. 
Karena wanita itu mulia dan harus dihormati.

Begituuu .... pareng rumiyin nggih .....

Salam,
Flora

------------------------------
Re: Eksklusivitas: Re Yusuf Qardhawi Puji Islam Indonesia 
Posted by: "Chae" [EMAIL PROTECTED]   chairunisa_mahadewi 
Mon Feb 12, 2007 7:24 pm (PST) 
Dari postingan lama...ma'af jika ada banyak kekurangan;))

...begini ceritanya..;)

Waktu Umar ra lagi jalan sendirian menikmati keindahan sore di kota
medinah yang cukup ramai, jalan2 di penuhi oleh orang2 yang sedang JJS
(jalan2 sore) tiba-tiba ada seorang perempuan berjilbab yang berjalan
nyalip Umar dari arah kiri dengan sedikit menabrak sang Khalifah.

Umar ra sedikit terperanjat maklum tadi rada2 ngalamun sambil jalan,
diperhatikanya wajah perempuan yang menabrak nya dan tiba-tiba sang
Khalifah merasa mengenali wajah perempuan tersebut so serta merta Dia
berteriak.. " Cewe..Cewe.. oiiiii berhenti dulu dong..!!!

Perempuan yang di paling oleh sang khalifah serta merta menghentikan
langkahnya dan berbalik tapi begitu mengetahui siapa yang memanggilnya
maka pucatlah wajahnya sementara selangkah demi selangkah mendekatlah
umar ra ke arah perempuan tsb.

" eh..he.. kalau ndak salah ente budaknya si fulan bin fulan yach??
tanya khalifah dengan nada keras"..mendengar pertanyaan Umar ra si
perempuan terlihat ketakutan dan akhirnya pasrah mengiyakan dengan
anggukan kecil. Seketika sang Khalifah pun menegur keras dengan Nada
marah "ya laka'! Atatasyabbahina bi al-hara-ir? Alqi
al-qina'!"("perempuan celaka! Apakah engkau ingin menyerupai perempuan
merdeka? Buka kerudung itu!).

Peristiwa di atas dituliskan oleh Ibrahim bin `Umar al-Biqa'iy (w. 885
H) dalam karangannya Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar
(Beirut: Dar al-Kutb al-`Ilmiyah, 1415/1995, jilid VI, halaman 136).
Pelarangan Umar itu diungkapkan lebih eksplisit dalam kitab Al-Mughni
(Mesir: Al-Manar, 1348, tashhih oleh Sayed Rasyid Ridha, jilid I,
halaman 643) karangan Ibnu Qudamah (w.603H):

"Inna `umar ibn al-khattab kana la yad'u amah taqna'u fi khilafatihi
wa qala innama al-qina' lil hara-ir."
(`Umar bin Khattab tidak memberikan toleransi bagi budak perempuan
untuk mengenakan kerudung di masa kekhalifahannya. `Umar berkata:
`kerudung itu hanyalah bagi perempuan merdeka'.)

Mengapa Umar bin Khattab menyatakan "kerudung itu hanyalah bagi
perempuan merdeka"?

Pada zaman Rasul dan Umar ra, Jilbab (please note*jenis pakaian yang
disebutkan dalam Alquran Surah Al-Ahzab ayat 59) dan khimar (jenis
pakaian yang disebutkan dalam Alquran Surah An-Nur ayat 24). Jilbab
itu sebenarnya merujuk ke jenis pakaian yang dipakai oleh perempuan
Iran saat ini, jubah hitam panjang yang menutupi tubuh pemakainya dari
ujung kepala hingga ujung kaki, jadi sudah included Jilbab versi
Indonesia yaitu penutup kepala) merupakan pakaian identitas secara
simbolik membedakan wanita merdeka dari para wanita budak.

Syahdan ketika para2 istri Nabi dan wanita2 lainya hendak membuang
hajat atau keluar rumah pada malam hari , mereka sering mendapatkan
gangguan dari para kelompok pemuda dan ketika mereka di tegur, mereka
berkilah karena mereka tidak tahu kalau para perempuan itu bukan budak.

memang para budak khususnya budak perempuan dalam budaya arab pada
saat itu boleh di "ganggu" dalam arti bisa menjadi target pelecehan
seksual.

Jalal al-Din al-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Durr al-Mantsur
fi al-Tafsir al-Ma'tsur (Beirut: Dar al-Fikr, 1414H/1993M, Jilid VI,
halaman 659) menyatakan bahwa sebelum ayat ini diwahyukan, banyak
laki-laki di Madinah yang mengikuti perempuan mukmin dan mengganggu
mereka, jika laki-laki itu ditegur, maka mereka akan berkata: `saya
kira dia budak perempuan' maka Tuhan memerintahkan perempuan-perempuan
mukmin untuk membedakan pakaian mereka dari pakaian budak, dan
mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka.

kalimat dzalika adna an yu'rafna fala yu'dzaina (yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu) dalam ayat di atas, Menjadi berkaitan dengan alasan2 yang
dikemukakan di atas. Mereka di kenali sebagai apa? tidak di ganggu
oleh siapa??

Menjadi jelas ketika jilbab di pandang sebakai simbol dari identitas,
kita bisa memahami mengapa Umar ra sama sekali tidak memberikan
toleransi kepada para budak wanita untuk menggunakan atau memakai
Jilbab.

Keterangan yang lebih jelas mengenai kebijakan Umar itu dapat ditemui
dalam kitab Al-Dzakhirah (Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 1994, tahqiq
oleh Muhammad Hajji, jilid 2, halaman. 103) karangan Syihab al-Din
Ahmad ibn Idris al-Qarafi (w. 1285M/684H) yang menyebutkan:

"Wa qad kana `Umar radhiyallahu anhu yamna'u al-ima' min al-izar, wa
qala li ibnihi alam ukhbir anna jariyataka kharajat fi al-izari wa
tasyabbahat bi al-harair, wa law laqaituha la awja'tuha dharban. Ma'na
nahi `Umara radhiyallahu `anhu al ima' `an tasyabbihinna bil harair:
anna al-sufaha' jarrat `adatuhum bi al-ta'arrudh lil-ima' duna
al-harair, fa khasiya radhiyallahu `anhu an yaltabis al-amra
fayata'arradha al-sufaha' lil harair dzawat al-jalalah, fa takunu
al-mufsidatu a'zham; wa hadza ma'na qawlihi ta'ala: dzalika adna an
yu'rafna fala yu'dzaina, ay an yatamayyazna bi `alamatihinna `an
ghairihinna!"

("Sesungguhnya `Umar r.a melarang budak perempuan dari [mengenakan]
izar (secara harfiah dapat berarti sarung yang menutupi badan, atau
pun jilbab), dan ia berkata kepada anaknya: "tidakkah benar berita
bahwa budak perempuanmu keluar rumah dengan memakai izar dan
menyerupai perempuan merdeka, jika aku menjumpainya akan kupukul dia.
Makna `Umar r.a melarang budak perempuan dari menyerupai perempuan
merdeka adalah karena kaum berandalan tetap melakukan kebiasaan mereka
dalam hal mengganggu budak perempuan dan tidak kepada perempuan
merdeka, oleh karena itu `Umar r.a khawatir akan terjadi
ketidakjelasan [dalam hal pembedaan simbol pakaian- pen.] sehingga
kaum berandalan itu pun lalu mengganggu perempuan merdeka yang
memiliki kemuliaan, maka akan terjadi mafsadah yang besar; dan inilah
pengertian perkataan Tuhan: `yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu', yaitu agar
[perempuan merdeka] membedakan `alamat [karakteristik-karakteristik]
mereka dari selain mereka!").

Untuk lebih baiknya lagi kita bisa mengupas alasan2 kuat yang dimiliki
Umar ra sebagai landasan pelarangan para budak wanita memakai jilbab.

Pertama: dalam kondisi budaya sosial masyarakat pada waktu itu, wanita
budak tidak memiliki hak-hak di mata hukum (harus di akui pada awal
ajaran Islam, perbudakan tidak dilarang dan hanya berupa
langkah-langkah untuk lebih membudayakan pelepasan atau memerdekan
budak dan lebih menekankan hak2 individu budak karena pada saat itu
menghapus perbudakan justru akan menimbulkan keburukan2 yang lebih
besar daripada membiarkanya).

Kedua: karena tidak adanya hak-hak yang dilindungi di dalam hukum atau
keberadaanya di akui dan di lindungi oleh hukum maka siapa saja dari
golongan non budak (orang-orang merdeka) bisa melakukan "gangguan"
salah satunya adalah pelecehan seksual.

ketiga: pelecehan seksual pada budak2 khususnya budak perempuan yang
melakukan kegiatan di luar rumah pada malam hari bisa saja berujung
pada pemerkosaan, baik perorangan ataupun masal.

"Kana anas min fassaq ahl al-madinah bi al-layl hina yakhtalith
al-zhulm, ya'tuna ila thuruq al-madinah fa yata'arradhuna li al-nisa',
wa kanat masakin ahl al-madinah dhayyiqah, fa idza kana al-layl
kharaja al-nisa' ila al-thuruq, fa yaqdhina hajatahunna, fa kana
ulaika al-fassaq yattabi'una dzalika min hunna, fa idza ra-aw imraat
`alaiha jilbab qalu: hadzihi hurrah fakaffu `anha, wa idza ra-aw
al-mar-ah laysa `alaiha jilbab qalu: hadzihi amah fawatstsibu `alaiha."

(Orang-orang fasik dari penduduk Madinah ketika petang menjelang
gelap, datang ke jalan-jalan Madinah untuk mengganggu perempuan,
[karena] rumah-rumah penduduk Madinah sempit, apabila malam
perempuan-perempuan keluar ke jalan-jalan untuk membuang hajat, [dan]
orang-orang fasik itu mengikuti mereka, jika mereka melihat perempuan
berjilbab mereka berkata: `ini perempuan merdeka' lalu mereka
menghindar dari perempuan itu, apabila mereka melihat perempuan tanpa
mengenakan jilbab, mereka berkata: `ini budak perempuan' lalu mereka
pun mengerubunginya.)

Jika seandainya Jilbab tidak di bekukan dalam simbol identitas wanita
merdeka atau Umar ra mentoleransi para budak wanita memakai jilbab
tentunya Jilbab sebagai simbol identitas wanita merdeka akan samar
bahkan hilang. Sehingga besar kemungkinan ada wanita merdeka yang
mengalami "gangguan" pelecehan seksual hingga sampai kepada
pemerkosaan. Kejadian seperti ini bisa menimbulkan peperangan antar
kabilah seandainya ternyata perempuan yang mendapatkan gangguan tsb
adalah salah satu anggota dari kabilah2 tertentu.

Jadi Rujukan pertama (I)= JILBAB BUKANLAH PAKAIAN MUSLIMAH KARENA PADA
KENYATAANYA SEORANG WANITA DARI GOLONGAN BUDAK WALAU STATUSNYA ADALAH
MUSLIMAH TIDAK BOLEH MEMAKAI JILBAB, KARENA FUNGSI DAN KEDUDUKAN
JILBAB HANYA SEBATAS SIMBOL IDENTITAS SEORANG WANITA MERDEKA.

Rujukan kedua (II)= PERINTAH MENGUNAKAN JILBAB TIDAK DIMAKSUDKAN UNTUK
MENUTUP AURAT, DALAM HAL INI AURAT TIDAK ADA HUBUNGANYA DENGAN
PERINTAH MEMAKAI JILBAB TERHADAP WANITA MERDEKA DI ZAMAN NABI.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Flora Pamungkas"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> Numpang tanya, di surat dan ayat mana di Al Qur'an yang ada teks
larangan
> berjilbab bagi perempuan budak?
> Setahu saya perintah berjilbab di Al Qur'an itu bagi wanita yang
beriman,
> irrespective dia budak atau bukan.
> 
> Salam,
> Flora

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke