yup, saya setuju dengan pendapat Mia ...
Indonesia memang masih belajar berdemokrasi, setelah sekian lama
terkungkung dalam dominasi kepemimpinan yang otoriter ..
kepemimpinan model ini kadang memang efektif, bisa menggerakkan
kekuatan masyarakat menuju tujuan yang hendak dicapai ... tapi di satu
sisi, kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang mutlak,
mutlak korupsinya ... terlalu lama dalam kungkungan penguasa yang
mutlak membuat masyarakat membebek dan asal bapak senang ... bukan
tindakan yang bagus juga ...

setelah era reformasi, orang bebas berpikir sebebas-bebasnya
ada pula yang tetap berpikiran untuk kepentingan dirinya sendiri
dengan memanfaatkan kekuasaannya ... namun di sisi lain, ada
kesempatan pula untuk merekonstruksi kembali tatanan yang sudah rusak
menjadi tatanan baru yang lebih baik.

memang bukan pekerjaan yang gampang sih. butuh optimisme yang tinggi
dan kerja keras. kadang orang masih berlarut untuk segera menyalahkan
sang pemimpin/presiden sebagai gak becus mengelola negara. padahal
dengan model pemerintahan yang sekarang, sebenarnya semua terpulang
kepada diri kita sendiri. kita tidak boleh seenaknya menyalahkan orang
lain, karena pada dasarnya sistem yang ada sekarang ini, kita pula
yang berperan di dalamnya.

di banyak negara maju, peranan kaum menengah semakin menonjol.
merekalah yang menentukan maju tidaknya negara, bukan lagi pemerintah.
sebaiknya pekerjaan di pemerintahan dibikin tidak terlalu menarik
dengan beban pelayanan dan pengawasan yang ketat, sehingga orang2
tidak akan berupaya menjadikan kekuasaan sebagai cara untuk
mendapatkan kekayaan.

salam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 2/21/07, Mia <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Pak Sabri dan Pak Dana nggak bisa begitu saja mengkorelasikan
>  kemajuan negara dengan sistem monarki (konstitusi).  Karena bentuk
>  monarki itu kan sudah sejak dulu di negara tsb, dan sekarang
>  dipertahankan sisanya. Kalau itu dibilang membantu stabilitas
>  negara, make sense lah - tapi kalau menyebabkan kemajuan negara, lha
>  seperti meletakkan kereta di depan kuda.
>
>  BTW kalau Brunei dibilang negara 'maju' gw ogah jadi warganegara
>  Brunei. Stabil iya, tapi maju??? hmmmmmmmmm.......asli, kata iklan...
>
>  NKRI yang plural dah bener kok, dan menuju otonomi daerah. Tapi yang
>  jebol di Indonesia adalah disiplin kita dan kelembagaan yang lemah.
>  Lalu mesti ada link yang menjembatani elit atas dengan masyarakat
>  plural yang egalitarian, misalnya saja (ini misal), bagaimana
>  membuat link antara elit korporat dalam bentuk corporate social
>  responsibility ke unit-unit masyarakat. Misalnya lagi, unit
>  masyarakat egalitarian yang 'powerful' adalah masyarakat perempuan.
>  Bagaimana membuat link yang bisa menterjemahkan posisi real
>  perempuan ke wilayah formal (publik), contoh perempuan kepala
>  keluarga dalam bentuk formal pengakuan pajak. Ini semua contoh
>  sporadis, tapi intinya mengacu pada kunci itu, bahwa orang Indonesia
>  itu plural-egalitarian, dan negara kita nggak akan pernah beres
>  kecuali kalau kita bisa memanfaatkan dan memenej kecenderungan ini.
>  Visinya adalah, ketika kita bisa menemukan 'kuncinya', sumbangan
>  Indonesia akan luar biasa kepada masyarakat global dunia, yang
>  namanya global kan plural...

Kirim email ke