Ini saya ulangi apa yang telah saya tulis di bawah:
Jadi perintah dharaba kepada anak kita yang sudah berumur 10 tahun tidak
shalat juga seperti ini: "'leave him/her alone'". Tambah tidak shalatlah dia
Ini saya juga copy paste yang Aisha telah tulis di bawah:
rasanya kita tidak bisa membandingkan menyuruh anak solat dengan kasus
mencambuk orang mabuk

Perintah dharaba kepada anak kita yang sudah berumur 10 tahun tidak shalat
juga, itu berdasar atas Hadits Nabi SAW, bukan atas dasar "rasanya". Sebelum
menanjak hingga umur 10 tahun, sejak anak masih balita sudah diajar, dibujuk
dengan lemah lembut, tetapi dari tahun ke tahun masih bandel tidak shalat
kalau tidak disuruh, maka menurut Hadits Nabi cara persuasif itu perlu
diubah dengan dharaba jika sudah berumur 10 tahun tidak shalat kalau tidak
disuruh. Memukul mendidik karena kasih sayang jangan disamakan dengan
memukul secara bengis/ar-bar karena balas dendam seperti yang dilakukan oleh
mahasiswa IPDN. Memukul mendidik pakai teknik yang efeknya nyeri, tetapi
tidak berbahaya, misalnya telapak tangan atau betis dipukul keras-keras
dengan bahagian datarnya mistar. Ingat anak itu dididik di tiga tempat, di
rumah, di sekolah dan di antara rumah dengan sekolah yang disebut
lingkungan.  Anak-anak bisa luntur pendidikannya dan menjadi rusak karena
"pendidikan" lingkungan.

Wassalam
HMNA


----- Original Message ----- 
From: "Aisha" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>; <keluarga-sejahtera@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, April 08, 2007 05:50
Subject: [wanita-muslimah] Mendidik dengan memukul ?

Di koran dan tv banyak sekali muncul berita mahasiswa IPDN (dulu STPDN) yang
mati karena dipukuli seniornya, datanya antara tahun 1990-2004 sudah ada 35
kasus kematian akibat pemukulan di institut ini sampai ada yang menjuluki
lembaga ini institusi jagal! serem ya, padahal lulusan pendidikan di bawah
Depdagri yang menghabiskan dana APBN sebesar 150 milyar per tahun ini jadi
pamong seperti camat, lurah yang seharusnya melayani rakyat. Jika bagian
terbesar dari mahasiswa di IPDN ini muslim (karena muslim kan mayoritas di
negara ini), apakah hal ini terjadi juga karena ada banyak orang tua yang
mendidik anaknya, termasuk dalam hal menyuruh anak itu sholat dengan
memukul?

Abah HMNA, rasanya kita tidak bisa membandingkan menyuruh anak solat dengan
kasus mencambuk orang mabuk, sebab mabuk itu kan sudah jelas memang tidak
boleh alias dilarang dalam agama Islam, sudah jelas pula bahwa akibat dari
mabuk itu sangat berbahaya bagi pemabuknya sendiri dan orang lain, misalnya
dengan mabuk maka perilakunya tidak terkontrol sehingga jika mengendarai
mobil bisa nabrak orang, bisa ganggu orang, dll. Bukankah minuman yang
memabukkan juga termasuk barang ilegal? Jadi memperdagangkan dan
mengonsumsinya juga termasuk pelanggaran hukum? Masalahnya adalah tidak
adanya penegakan hukum di negara ini, sehingga muncul seperti perda syari'ah
Bulukumba itu. Bagi saya pribadi sih, gak masalah jika pemabuk dicambuk,
tapi apakah iya jika anak melakukan kesalahan misalnya tidak sholat harus
dipukul seperti dicambuk pula?

Mendidik anak sholat itu kan bukan memaksa, tapi membiasakan dan membuat si
anak paham kenapa dia harus sholat, bukankah itu harus dengan cara memberi
ilmunya kepada anak dan memberi contoh kepada anak? Jangan-jangan selama ini
para orang tua hanya memaksa anak sholat tapi tidak memberi pemahaman kenapa
anak harus sholat dengan memukul misalnya, sehingga saat anak mulai dewasa,
yang muncul perilaku kekerasan seperti di IPDN itu, atau bentuk kekerasan
lainnya seperti banyak yang sholat tapi zina jalan terus, banyak yang sholat
tapi tidak merasa bersalah melakukan korupsi, dll.

salam
Aisha
---------- 
chairunisa_mahadewi wrote :
Dalam kasus pemukulan terhadap anak, saya sendiri juga tidak setuju dalam
hal tsb. Apakah ada keyakinan atau kepastian Abah jika anak dipukul untuk
melakukan sholat maka si anak akan menjadi orang yang patuh menjalankan
perintah sholat??

Saya justru belajar dari film2 "bule" dimana ketika si anak melakukan
kesalahan maka bukan pukulan/jeweran/cubitan atau bentakan yang didapat si
anak tapi si anak diperintahkan untuk tetap berada di kamarnya (dikurung)
untuk memberikan waktu pada si anak merenung/memahami kesalahanya dan baru
kemudian orang tua berbicara
dgn si anak dri hati- ke hati....

Bukankah ini lebih efektif ...Abah???
---------------
"H. M. Nur Abdurrahman" wrote:
Jadi perintah dharaba kepada anak kita yang sudah berumur 10 tahun tidak
shalat juga seperti ini: "'leave him/her alone'" Tambah tidak shalatlah dia.
Yang jadi masalah sekarang, semua yang keras itu dianggap tidak baik. Tidak
semua yang keras itu tidak baik, tidak semua yang lembut itu baik. Banyak
yang kritik Perda Syari'ah di Bulukumba ttg hukuman cambuk bagi peminum, itu
tidak baik itu keras. Apa hasilnya? Lihatlah di lapangan. Pergilah lihat
desa Padang desa percontohan Syari'ah di Kabupaten Bulukumba, di mana
hukuman cambuk itu diterapkan bagi para pemabuk. Semua senang, masyarakat
senang. Larangan menjual minuman keras, hanya di Bulukumba. Pemuda brandalan
bisa pergi ke Makassar beli miras, dia bawa sembunyi-sembunyi ke tempat
pemukimannya di Bulukmba, pesta miras secara diam-diam, lalu kalau sudah
mabuk keluar mengganggu utamanya gadis-gadis. Degan hukuman cambuk, mereka
mati kutulah. Tidak ada lagi pemuda brandalan mabuk-mabukan mengganggu
gadis-gadis.



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke