Negara skandinavia sepertinya lebih lama dari itu deh, 80 tahunan.  
Mestinya Indonesia lebih singkat dari itu. why? karena makin global, 
berarti juga makin mengecil.  Juga karena matriarchat di Indonesia 
ada akar-budayanya, ketimbang di Barat yang umpamanya sekarang lagi 
gantian role play dengan affirmative action-nya.  Cuman kita nggak 
pede aja, persepsi kita tergusur dengan budaya patriarki dari 
budaya2 asing yang sudah kita adopsi sepanjang sejarah.

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Herni Sri Nurbayanti" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Oooooo gitu. Mbak Ning gak setuju sistem parlementer yg demokratis.
> Lantas maunya apa? Apa mbak Ning termasuk golongan penentang
> demokrasi, dng argumennya demokrasi itu tidak Islami. Kacau itu mah
> (menurut saya). Kalau kata nagabonar, apa kata dunia? :-) 
> 
> Affirmative action itu kan satu strategi/resep yg meng-global. Isu
> perubahan kan isu global, makanya ampe ada sekolah yg khusus utk
> development studies :P. Awalnya karena iri dng kemajuan 
keterwakilan
> perempuan dinegara skandinavia. Karena paradigma perubahan biasanya
> pengen yg instant2, strateginya pun instant2 pula... nungguin
> perubahan kaya negara skandinavia lamaaa, lebih dari 30thnan. 
Strategi
> instant model itu gak cuma di isu keterwakilan perempuan.. contoh:
> model best practices, rule of law, institutional reforms, dll. 
Kritik
> saya thd strategi ini sama halnya dng ketika kita bicara demokrasi,
> ada prasyarat kondisinya. Negara skandinavia berhasil karena 
beberapa
> faktor pendukung... yg sering dilupakan oleh para advokator
> affirmative action ini. Problem aplikasinya di beberapa negara
> terbukti sama... makanya dulu sempat mau bikin tugas akhir mengenai
> ini gak jadi.. semata-mata karena mati gaya, hehehe. Khawatir basi.
> Bukan cuma makanan aja kan yang bisa basi.
>  
> Speaking of makanan, kapan WMers kumpul lagi? Makan-makan? Asal 
jangan
> rujakan, perut lagi error :-)
> 
> 
> salam pusying,
> herni


Kirim email ke