PAKAIAN MUSLIMAH Menurut Al Qur’an dan As Sunnah ISLAM : DIEN YANG SEMPURNA Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang paripurna, yang akan senantiasa memberikan tuntunan dan pemecahan secara menyeluruh terhadap semua persoalan yang dihadapi seluruh umat manusia di dunia. Hal ini sudah di-nash-kan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an : “….Dan Kami turunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk memberi penjelasan atas segala sesuatu dan menjadi petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim)” [TQS An-Nahl 89] Islam memberikan aturan dan jawaban terhadap berbagai permasalahan, baik yang terkait dengan hubungan manusia dengan Rabb-nya (masalah aqidah dan ibadah mahdlah); hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri (seperti makanan, minuman, pakaian dan akhlaq), maupun hubungan antar manusia (seperti aturan perekonomian, hukum pidana, kemasyarakatan bahkan bernegara dan berpolitik, -yang kesemuanya tercakup dalam masalah muamalah dan uqubat-). PAKAIAN MUSLIMAH Pakaian merupakan salah satu aspek yang diatur oleh syariat Islam. Pembahasan tentang pakaian akan senantiasa terkait erat dengan pembahasan aurat, karena memang fungsi utama pakaian adalah sebagai penutup aurat. Adapun aurat wanita adalah sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT QS An-Nuur 31 “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangannya (dilarang melihat aurat orang lain, baik laki-laki maupun wanita) 1) dan memelihara kemaluannya (hanya untuk suaminya), dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (bentuk plural dari khimar / kerudung) ke dada-dada mereka….” Makna Az-Ziinah (perhiasan) pada kata ziinatahunna dalam ayat tersebut adalah mahallu az-ziinah yang artinya tempat-tempat perhiasan seperti telinga, leher, tangan, kaki, dsb (hampir seluruh tubuh wanita). Adapun tentang makna maa dzahara minhaa… (apa-apa yang biasa tampak dari padanya) haruslah dipahami secara syar’i (lebih dari sekedar pemahaman lughawi / tekstual) yaitu dengan menggali tafsir dari ayat tersebut 2) dan mencari qarinah-nya (keterangan dari nash-nash yang terkait; baik dari kelanjutan ayat itu sendiri, ayat lain atau dari keterangan yang terdapat di dalam hadits-hadits) 3). Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai aurat wanita didapati dalam banyak hadits Rasulullah SAW, di antaranya : § Hadits yang terkait dengan aurat wanita adalah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Aisyah ra : Bahwasanya Asma’ binti Abu Bakar masuk ke tempat Rasulullah SAW dengan memakai pakaian yang tipis (tembus pandang), maka Rasulullah SAW berpaling darinya seraya bersabda : “Hai Asma’, sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh (kedatangan haid), tidak diperbolehkan untuk terlihat darinya kecuali INI dan INI (seraya menunjuk wajah dan kedua telapak tangan beliau)”. § Hadits lain adalah riwayat Abu Bakar dari Ibnu Jarir ra : Ketika seorang wanita telah dewasa (baligh), maka dia tidak diperbolehkan ia menampakkan (tubuhnya) kecuali wajahnya dan INI, dan (sambil) beliau (Rasulullah) menggenggam pergelangan tangannya sendiri, serta membiarkan antara genggaman (tadi) dengan telapak tangannya, satu genggaman lain yang serupa. § Juga hadits lain riwayat Ahmad dari Usamah bin Said ra : Rasulullah SAW pernah memberiku kain Qibti (kain dari Mesir yang tipis). Kain itu telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah Al-Kalabi. Kain tersebut kuberikan kepada istriku, maka tegur Rasulullah SAW kepadaku, ”Mengapa tidak engkau pakai kain Qibti itu ?” Aku menjawab, ”Ya, Rasulullah SAW kain itu saya berikan kepada istri saya”. Maka beliau bersabda : “Suruhlah dia (istri Usamah) meletakkan baju di dalamnya (memakai baju di bawah kain tsb), sesungguhnya aku khawatir kalau tersifatkan warna tubuhnya (tergambar permukaan tubuhnya)”. § Dan dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadits Rasulullah SAW riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra : Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka yang sebelumnya aku tidak pernah menduga. Yaitu sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang, dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang (berpakaian tipis merangsang), yang berlenggak-lenggok menggoda dan kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak dapat masuk surga dan tidak mencium baunya. Padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak yang relatif jauh. Dari QS An-Nuur 31 dan berbagai hadits di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Wanita wajib menutup auratnya; tidak boleh memperlihatkan auratnya (pada orang selain yang tersebut dalam kelanjutan ayat QS An-Nuur 31); yang harus ditutup yaitu seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. 2. Harus menutup auratnya dengan sesuatu yang tidak menampakkan warna kulit maupun bentuk tulang (tidak tipis dan tidak ‘ngepas’) Meletakkan khimar, yaitu kain kerudung untuk menutup kepala hingga ke dada (jadi syarat ukuran khimar / kerudung adalah sampai menutupi dada) Syarat lain tentang penutup aurat adalah tidak menyerupai pakaian laki-laki, berdasarkan hadits Rasulullah SAW riwayat Al-Hakim dari Abu Hurairah ra : Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang memakai pakaian (yang menyerupai pakaian) wanita dan wanita yang memakai pakaian (yang menyerupai pakaian) laki-laki. JILBAB Penjelasan syara’ tentang pakaian muslimah ternyata tidak hanya sebatas di atas saja (sampai sekedar menutup aurat), tetapi syara’ juga telah menetapkan jenis pakaian muslimah ketika mereka berada pada kehidupan umum (di luar rumah). § Firman Allah SWT dalam QS Al-Ahzab 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jalaabiib (bentuk plural dari jilbab) mereka ke seluruh tubuh mereka................ Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan seruan Allah SWT kepada Rasulullah SAW agar memerintahkan kepada para wanita beriman (nisaa-u al-mukminaat), terutama para istri dan putri beliau agar mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya, ketika mereka keluar rumah. § Tentang seruan jilbab ini, ada qarinah berupa hadits dari Ummu ‘Athiyah : Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Iedul Fitri dan Idul Adh-ha, baik dia budak wanita, wanita yang sedang haid, maupun yang masih gadis. Mereka yang sedang haid tidak mengikuti sholat, (namun) mendengarkan kebaikan serta dakwah (nasehat-nasehat) kepada kaum muslimin. Maka aku (Ummu ‘Athiyah) berkata, ”Ya. Rasulullah SAW, ada seseorang di antara kami yang tidak mempunyai jilbab”. Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Hendaklah saudaranya (wanita-wanita lain) meminjamkan jilbab kepadanya”. Dari QS Al-Ahzab 59 dan hadits di atas didapatkan pemahaman bahwa ; 1. bagi para wanita beriman, wajib mengenakan jilbab ketika keluar rumah, sesuai dengan QS Al-Ahzab 59 dan hadits Ummu ‘Athiyah di atas 2. Rasululah tidak mentolerir ketidakpunyaan jilbab atas seorang wanita. Rasulullah SAW bahkan memerintahkan untuk mengusahakannya (meminjaminya). Artinya perintah tersebut (untuk mengenakan jilbab ketika keluar rumah) adalah perintah yang pasti, tidak bisa ditawar lagi, yaitu FARDLU! Mengenai apa yang dimaksud dengan JILBAB, tidak ada nash (ayat AlQur’an atau hadits) yang memberikan penjelasan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan pada saat itu kaum muslimin telah benar-benar mengetahui apa yang dimaksud dengan jilbab (jilbab merupakan salah satu bentuk pakaian mereka/orang Arab, seperti orang Jepang dengan kimononya, Jawa dengan kebayanya, Sulawesi dengan baju bodonya, dll). Untuk memahami Jilbab yang secara etimologis berasal dari bahasa Arab, maka bisa dicek pada berbagai kamus Bahasa Arab yang ada, di antaranya : § Al-Muhith : pakaian yang lebar seperti terowongan (tidak terpotong); gamis/jubah dan pakaian longgar untuk wanita selain mantel atau yang dapat menutup pakaian wanita sehari-hari (ats-tsiyab, pakaian yang biasa dipakai di rumah di tengah muhrimnya atau wanita lain) sebagaimana baju kurung. § Al-Munjid : (gamis/jubah atau baju yang longgar) § Al-Munawir (kamus Arab-Indonesia terlengkap) : baju kurung panjang; sejenis jubah. § Kamus Arab-Indonesia Prof. H. Mahmus Yunus : baju kurung dalam; jubah Al-Jauhari menyatakan dalam kamus Mukhtaru ash-Shihhah bahwa jilbab adalah baju kurung yang disebut milhafah atau dikatakan mula-ah (kain penutup dari atas ke bawah atau yang sekali masuk – di Indonesia disebut dengan jubah-). Jadi bisa disimpulkan bahwa pakaian muslimah (ketika keluar rumah) terdiri atas dua lapis, yaitu pakaian rumahan (ats-tsiyab) dan baju luar yang berupa jilbab. SERUAN BAGI MUSLIMAH Dari berbagai nash yang ada, dapat dipahami bahwa tidak ada satupun aktivitas manusia yang akan terlepas dari pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Setiap aktivitas pasti akan dihisab, dan Allah SWT akan memberikan balasan berupa pahala dan siksa, sebagaimana fiman Allah SWT : “Barangsiapa yang beraktivitas berupa kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan) perbuatannya. Dan barangsiapa yang beraktivitas berupa keburukan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (pula)” [TQS Al-Zalzalah 7-8] Kebaikan dan keburukan adalah hanya berdasar pada pandangan Allah SWT semata. Apa yang disebut baik adalah segala yang diperintahkanNya, dan yang disebut buruk adalah segala yang menjadi laranganNya. Menutup aurat dengan khimar dan jilbab adalah hal yang telah ditetapkan oleh Allah SWT secara pasti. Sehingga Allah SWT akan membalasnya dengan pahala bagi mereka yang memenuhi seruan tersebut, dan sebaliknya akan memberikan adzabNya bagi mereka yang mengabaikannya. Oleh karena itu jangan ditunda lagi, segeralah Anda penuhi seruan tersebut dengan berpakaian sesuai syariat Allah SWT, sebagaimana gambaran orang beriman yang difirmankan oleh Allah SWT : Sesungguhnya jawaban dari orang-orang beriman ketika mereka diseru kepada Allah SWT dan RasulNya agar Rasul menghukumi (permasalahan) di antara mereka, adalah ucapan,”Kami mendengar dan kami mentaatinya”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [TQS An-Nuur 51]. “Dan tidaklah patut bagi orang laki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi wanita-wanita yang beriman, apabila Allah SWT dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum; aturan), akan ada lagi bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah SWT dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” [TQS Al-Ahzab 36] So,….. tunggu apa lagi ?! _____________________ KETERANGAN : 1) Pendapat para fuqaha (ulama fiqh) : Aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar hingga lutut. 2) Menurut tafsir Ibnu Abbas, “yang (biasa) tampak dari padanya” adalah wajah dan dua telapak hingga pergelangan tangan. Begitu juga tafsir Imam Ath-Thabari dan Imam Al-Qurtubi. 3) Tidak setiap perintah syara’ bermakna WAJIB/FARDLU (harus dilaksanakan dan akan berdosa jika meninggalkannya) serta tidak setiap larangan syara’ bermakna HARAM (harus ditinggalkan dan akan berdosa bila mengerjakannya). Namun ada perintah syara’ yang tidak berdosa bila tidak dilakukan (disebut : SUNNAH/MANDUB) dan ada juga larangan syara’ yang tidak berdosa bila dikerjakan (disebut : MAKRUH). Untuk menentukan apakah suatu seruan dari Allah SWT berhukum fardlu, haram, sunnah, makruh atau bahkan sekedar mubah, diperlukan pemahaman terhadap seruan tersebut melalui qarinah-qarinah nya, yaitu nash-nash yang terkait yang berupa ayat Al-Qur’an maupun hadits. § Contoh untuk seruan yang berupa perintah menutup aurat pada QS An-Nuur 31, terdapat qarinah berupa hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, yang menunjukkan bahwa salah satu penghuni neraka adalah wanita yang membuka auratnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas menutup aurat bila tidak dilaksanakan akan mendatangkan siksa. Dengan kata lain, menutup aurat berhukum WAJIB. § Untuk seruan pemakaian jilbab pada QS Al-Ahzab 59, terdapat qarinah berupa hadits dari Ummu ‘Athiyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak mentolerir seorang wanita yang berada pada kehidupan umum (di luar rumah) dalam keadaan tidak mengenakan jilbab, dengan alasan tidak punya (sekalipun!). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengenakan jilbab dalam kehidupan umum adalah WAJIB, sebab Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah mentolerir pelalaian suatu kewajiban. § Qarinah lain adalah hadits riwayat Ahmad, Thabrani dan Bazaar dari ‘Aisyah ra : Rasululah bersabda : “Siapa saja dari wanita yang melepaskan (membuka) pakaiannya selain di rumahnya (membuka di luar rumah), maka Allah SWT pasti merobek tirai kehormatan daripadanya". Pakaian yang dimaksud adalah pakaian wanita ketika keluar rumah yang telah ditentukan oleh syara’. Wallahu A’lam bish Showab
--------------------------------- Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! [Non-text portions of this message have been removed]