BISMILLAHIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
781. Tragedi Berdarah Pasuruan, Empat Tewas

Bentrokan Pasuruan, menurut versi yang dikemukakan Komandan Korps Marinir 
(Dankormar) Mayjen Safzen Nurdien dalam jumpa persnya di Markas Marinir I di 
Jalan Opak, Surabaya, Rabu (30/5), tembakan itu dilakukan untuk membela diri 
lantaran diserang warga tatkala melakukan patroli di desa tersebut. Tatkala 
melakukan penyerangan, warga terlihat membawa clurit, batu dan kayu. Anggotanya 
sudah berupaya menghalau dengan memberikan tembakan peringatan ke atas. Karena 
tak takut, akhirnya, pasukan melakukan tembakan ke tanah yang kemudian 
diperkirakan memantul dan mengenai para korban.
Keterangan Safzen Nurdien yang menyatakan: "anggotanya memberikan tembakan 
peringatan ke atas. kemudian tembakan ke tanah," itu merupakan kebohongan 
publik. Bagaimana bisa tembakan ke atas atau ke tanah, kalau kenyataan bicara 
lain. Di belakang rumah Misnatun yang pada hari Rabu dipasangi police line 
masih terlihat bercak isi kepala Khotijah yang menempel di daun pintu. "Ini isi 
kepala isteri saya yang belum dibersihkan," kata Misnatun dengan mata 
berkaca-kaca." Kepala Khotijah yang sedang hamil 4 bulan itu diterjang peluru 
tepat mengenai kepalanya hingga tembus ke belakang. Sutam diterjang peluru 
menembus tengkuk di belakang kepalanya. Dada Mistin diterjang peluru tembus ke 
punggungnya dan merobek dada anaknya Khairil Agung bocah yang masih berumur 3 
tahun. Peluru-peluru itu "menyanyi" bahwa itu berasal dari tembakan mendatar 
para Marinir, bukan tembakan peringatan ke atas, bukan tembakan ke tanah, 
seperti kebohongan publik yang dinyatakan Safzen Nurdien dalam jumpa persnya. 
Tidak masuk akal perempuan hamil 4 bulan dan perempuan yang mnggendong anaknya 
akan menyerang yang membahayakan para Marinir. 

Tindakan Marinir melakukan penembakan terhadap para petani menuai kecaman. 
Penyerangan dan penembakan itu melanggar hukum bahkan itu pelanggaran HAM 
berat. Seharusnya TNI AL menahan diri untuk tidak melakukan penembakan dan 
anarkis terhadap warga. Pencopotan Komandan Pusat Latihan tempur (Danpuslatpur) 
Marinir, Mayor Husni Sukarwo pasca tragedi berdarah Pasuruan dinilai belum 
cukup oleh Ali Mochtar Ngabalin yang anggota Komisi I DPR RI. Panglima TNI 
harus mencopot Dankormar Mayjen Safzen Nurdien. Menurut Ngabalin dalam UU TNI 
No.34/2004,selain perang, operasi militer hanya bisa dilakukan terhadap 
kelompok separatis dan teroris. "Tapi warga Alas Tlogo, Pasuruan bukan 
separatis maupun teroris. Di sana juga tidak ada urusan Marinir. Itu wewenang 
polisi. Marinir tidak seharusnya melakukan arakisme begitu, sebab senjata 
dibeli lewat APBN yang jelas-jelas dari rakyat," tegas Ali.  

Pada pihak lain, LBH Surabaya memberikan versi yang berbeda atas tragedi 
berdarah tersebut. Bentrokan antara warga dan marinir bermula dari upaya 
pembuldoseran tanaman warga di atas tanah yang masih berstatus sengketa oleh 
pekerja dari PT Rajawali, sebuah perusahaan hotikultura yang menjadi mitranya 
TNI AL. Untuk menjalankan aksinya itulah, para pekerja dikawal oleh para 
Marinir. Menurut Herlambang dari LBH Surabaya, menyusul reformasi, terjadi 
proses re-claiming oleh warga Alas Tlogo dan sekitarnya terhadap tanah-tanah 
mereka yang sebelumnya dikuasai pihak TNI AL. Ketika itu, kata dia, terjadi 
kesepakatan bahwa pemukiman TNI AL (Prokimal) tak akan diutak-utik, namun lahan 
pertanian dikembalikan kepada warga untuk digarap. 

Permasalahannya, sejak terjadi pergantian komandan tahun lalu, terjadi 
kebijakan yang berbeda. Aksi kekerasan terhadap petani kembali marak. Beberapa 
kali warga dilaporkan dibawa secara paksa ke markas Marinir. "Komandan yang 
baru sepertinya memang tidak mengerti tentang kasus tanah,"ujar Herlambang. 
Menurut Muhamad Faiq Asidiki, Kordinator Divisi Tanah dan Lingkungan LBH 
Surabaya, sebenarnya sebagian lahan pertanian yang diaku milik TNI ternyata 
dialihfungsikan sebagai lahan pertanian hotikultura oleh PT Rajawali. 
Perusahaan yang antara lain menanam tebu dan mangga ini mendapat konsesi 
pertanian dari pihak TNI AL. "Warga jelas bertanya-tanya, mengapa bukan mereka 
yang mendapatkan hak itu sebagai penduduk setempat dan juga pemilik awalnya 
sebelum diambil alih," tandas Faiq.
***
Bentrokan Pasuruan menambah panjang daftar kekerasan terhadap petani yang 
melibatkan aparat pertahanan. Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di desa 
Sukamulya, Rumpin, Bogor, 22 Januari lalu. Ketika itu, warga terlibat bentrok 
dengan TNI AU yang mengklaim tanah yang dikuasai warga sebagai milik mereka. 
Dalam kejadian itu, sekurang-kurangya 2 orang dilaporkan ditembak. Konflik 
antara tentara dan warga umumnya mencuat lantaran perbedaan pengakuan hak atas 
tanah. Dalam kasus sengketa tanah di Jatiwangi di Majalengka, Jawa Barat, 
umpamanya, pihak AU mengklaim hak tanah lantaran dulunya di lahan yang 
disengketakan tersebut merupakan pangkalan udara AU Jepang. Sebaliknya, 
masyarakat setempat bersikukuh bahwa lahan tersebut merupakan milik keluarga 
mereka yang disita oleh Jepang.

Bentrokan Pasuruan yang melibatkan warga desa Alas Tlogo dengan pasukan marinir 
tak hanya mengundang kecaman, tapi juga menuai spekulasi terhadap rencana 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimplementasikan reforma agraria. Program 
ini merupakan janjinya dalam pilpres 2004 silam. Spekulasi, atau tepatnya 
kekhawatiran tersebut, terkait dengan dugaan adanya benang merah terhadap 
kekerasan terhadap petani selama tahun 2007 ini. "Ini masih analisa 
sementara,"ungkap Usep Setiawan, Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria kepada 
berpolitik.com. Usep menilai, bentrokan Pasuruan dapat diindikasikan sebagai 
keengganan militer untuk turut menyukseskan rencana SBY melakukan penataan 
agraria. Karena itu, ia berharap SBY segera mempertegas rencana penataan 
agraria yang hendak digulirkannya itu. "Langkah awalnya, SBY selaku panglima 
tertinggi TNI segera menggiring kembali TNI untuk kembali ke barak dan 
menegaskan posisi polisi sebagai penjaga keamanan dan TNI bukannya centeng bagi 
perusahaan-perusahaan yang terlibat konflik agraria dengan masyarakat," 
paparnya.

Firman Allah, yang seharusnya dicamkan baik-baik oleh para petinggi TNI:
-- FHL 'ASYTM AN TWLYTM AN TFSDWA FY ALARDh WTQTh'AWA ARhAMKM (S.MhMD, 47:22), 
dibaca:
-- fahal 'asaitum tawallaitum an tufsidu- fil ardhi watuqaththi'u-  arha-makum, 
artinya:
-- Maka apakah jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan 
memutuskan hubungan kemanusiaan?
WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 3 Juni 2007
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]


 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke