Forwarded Message
H.Muh.Nur Abdurrahman

----- Original Message ----- 
From: herman 
To: undisclosed-recipients: 
Sent: Monday, July 02, 2007 11:49
Subject: [Islam-vs-Kristen] Jaringan Terorisme Amerika


REPUBLIKA
Sabtu, 30 Juni 2007

Jaringan Terorisme Amerika 
Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin 
Amnesti International melaporkan, jurang pemisah antara Muslim dan non-Muslim 
semakin dalam yang dipicu oleh strategi diskriminasi kontraterorisme 
negara-negara Barat. Laporan yang dikeluarkan di London, Inggris, 23 Mei 2007 
itu, menunjuk pelanggaran HAM banyak terjadi di Irak dan Afghanistan oleh 
pasukan internasional yang dipimpin agresor Amerika Serikat. Kondisi itu secara 
tidak langsung telah mengubah geopolitik dunia.

Menurut Ketua Amnesti Internasional, Irene Kahn, politik ketakutan meningkatkan 
upaya penentangan terhadap HAM. Perang melawan teror dan perang Irak dengan 
banyak pelanggaran HAM, meningkatkan perbedaan dalam hubungan internasional. 
"Lima tahun setelah tragedi 11 September, AS menganggap dunia sebagai sebuah 
medan tempur yang besar dalam perang melawan terorisme," kata Khan.

Menyimak laporan tersebut dan banyaknya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan 
AS, pantaslah jika publik Indonesia menuntut pemerintah (dalam hal ini Mabes 
Polri) untuk meninjau ulang keterlibatan Indonesia dalam misi global war on 
terrorism yang dilancarkan Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Singapura. 
Membiarkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror sebagai alat Amerika untuk 
menangkap aktivis Muslim yang diduga terlibat terorisme, hanya akan menjadi 
pukulan berat bagi upaya penegakan hak asasi manusia.(#)

Sejak UU Antiterorisme No 15 tahun 2003, disahkan oleh DPR, korbannya adalah 
aktivis Muslim. Pihak non-Muslim yang melakukan aksi teror, belum pernah 
menjadi sasaran UU tersebut. Karena itu, sangat disayangkan pernyataan Kadiv 
Humas Mabes Polri, Irjen Sisno Adiwinoto, yang bersifat provokatif, dan dapat 
meningkatkan kondisi traumatis masyarakat. Mabes Polri menuding Tim Pembela 
Muslim (TPM), yang jadi pembela keluarga Yusron, sebagai bagian dari jaringan 
teroris.

Penangkapan Yusron Mahmudi yang diindikasikan polisi sebagai Abu Dujana, 9 Juni 
2007 di Banyumas, memang tragis. Densus 88 menembak kaki Yusron di depan kedua 
anaknya yang berteriak histeris sambil menangis. Pola penangkapan menggunakan 
cara-cara brutal, agaknya disesuaikan dengan agenda, target, dan orientasi 
pihak asing, seperti yang diperagakan di Guantanamo atau penjara-penjara 
Amerika di Irak maupun Afghanistan. Tujuannya untuk mengesankan betapa 
berbahayanya para teroris itu. Boleh jadi juga sebagai alat promosi, bahwa 
keberhasilan menangkap Abu Dujana, membuktikan heroisme aparat keamanan. 

Dikesankan hebat
Penonjolan segala atribut militan pada tersangka teroris oleh polisi, 
berpotensi menyesatkan opini untuk membangkitkan kebencian masyarakat. 
Sebagaimana di zaman orde baru, upaya menciptakan musuh negara melalui isu 
antisubversi, sekarang pencitraan buruk dilakukan lewat isu terorisme untuk 
mengesankan bahwa di tubuh gerakan Islam masih tersimpan potensi berbahaya. 
Dengan begitu, segala tindakan represif terhadap kelompok yang distigma sebagai 
Jamaah Islamiyah (JI) dianggap absah. 

Pengamat Intelijen, Dynno Chressbon, memasukkan Abu Dujana bersama Dulmatin, 
Noordin M Top, Zulkarnaen, dan Aris Munandar sebagai five star (lima bintang) 
jaringan teroris di Asia Tenggara. Mereka dianggap simpul jaringan pelaku teror 
Poso, Ambon, Bali, dan Jakarta. Bahkan, informan polisi berkewarganegaraan 
Malaysia, Nasir Abbas, yang mengaku dirinya aktivis JI yang 'tobat' menyebut 
Abu Dujana sebagai orang cermat, cerdas, dan kreatif. Pemimpin yang luar biasa 
sempurna dengan penuh inisiatif, orang yang dapat dijadikan sebagai sumber 
inspirasi.

Kepolisian mempromosikan nama Abu Dujana sebagai manusia berbahaya, militan JI, 
jago perakit bom, dan dimasukkan dalam daftar 10 orang buronan teroris. Masih 
kurang menyeramkan, ditambah lagi, Abu Dujana sebagai motor penggerak JI 
bersama pemimpin lainnya, yakni Dulmatin dan Umar Patek. Keduanya lolos dari 
baku tembak dan penyergapan dengan pasukan khusus Filipina, Januari 2007 di 
Mindanao.

Namun, segala cerita kehebatan Abu Dujana, ternyata isapan jempol belaka, 
ibarat kucing disangka harimau. Baru tiga hari dalam tahanan polisi, ia mulai 
ngoceh tentang segala aktivitas terornya, dan kronologi keterlibatannya di JI. 
Sikap yang sama sekali tidak menunjukkan militansi seorang teroris sebagaimana 
dipropagandakan polisi. Patut dipertanyakan, Yusron Mahmudi yang ditangkap di 
Banyumas, dan kemudian disebut Abu Dujana itu benar-benar teroris yang 
berbahaya, atau hanya teroris versi Mabes Polri? Sebab, tidak ada indikasi 
sebagai sosok militan dalam dirinya. Menurut koordinator TPM, Mahenderadatta, 
dari seluruh BAP para tersangka kasus terorisme dan fakta persidangan, nama Abu 
Dujana tidak pernah muncul. 

Harus disikapi
Kemunculan Sidney Jones di setiap penangkapan tersangka teroris patut 
dicurigai. Pengetahuannya tentang simpul teroris, pola rekrutmen, dan peta 
wilayah gerakan kelompok Islam garis keras yang diidentifikasi sebagai teroris, 
cukup luas.

Sebagai corong Amerika, ia lihai menanamkan ketakutan di benak masyarakat. 
Dalam publikasi ICG, Sidney mengindikasikan Pulau Jawa sebagai wilayah 
potensial lahirnya terorisme. "Kultur gerakan atau organisasi di pulau yang 
melahirkan banyak wali itu masih sangat kuat. Karena itu, tidak mustahil 
berbagai gerakan tumbuh, dan bahkan sebagai tempat yang aman untuk 
persembunyian teroris," katanya. 

Sidney Jones mengesankan Walisongo sebagai benih penyemai terorisme. Pernyataan 
seperti ini merupakan penghinaan terhadap bangsa Indonesia dan Walisongo 
khususnya, maka para ulama tidak boleh diam menyikapi pernyataan ini. Selain 
itu, dia mengisyaratkan adanya skenario memandulkan Islam dari Indonesia agar 
tidak lagi muncul para pengemban dakwah penerus misi Islam Walisongo. Segala 
ini membuktikan satu hal, bahwa Sidney memiliki andil besar dalam menciptakan 
jaringan terorisme Amerika di Indonesia. Sinyalemen itu dikhawatirkan menjadi 
rekomendasi Densus 88 Antiteror untuk semakin meningkatkan pengawasan dan 
intimidasi terhadap gerakan Islam di negeri ini. 

Fenomena Sidney Jones, kemudian Nasir Abbas, dianggap punya legitimasi kuat 
untuk membentuk public opinion, baik kaitannya dengan terorisme maupun JI. 
Dalam kaitan ini, ucapan Dr Tim Behrend, peneliti dan Guru Besar di Universitas 
Auckland, New Zealand, patut diperhatikan. "Bersamaan dengan globalisasi tata 
keamanan baru berdasarkan kepentingan dan tafsir politik Amerika, muncul pula 
ajang penyelenggaraannya, sebuah ruang yang terbentuk dan dipertahankan bukan 
saja lewat proses-proses politik, tetapi secara mendasar melalui dinamika 
sebuah pasaran baru, sebut saja pasaran ilmu sekuritas atau pasaran industri 
terorisme."

Selanjutnya Behrend menulis dalam Risalah Mujahidin bahwa tiidak mengherankan 
di dunia pascakolonial ini bahwa mayoritas pakar yang memperoleh dan menjual 
keahlian di pasar ini berasal atau berafiliasi dengan AS dan sekutunya. Ahli 
Indonesia tidak begitu laku di pasar baru ini, kecuali sebagai narasumber atau 
asisten yang suaranya berpaduan dengan koor Barat yang berhasil menembus pasar. 

Ikhtisar
- Laporan Amensti Internasional yang menyebutkan bahwa di Afghanistan dan Irak 
banyak terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan internasional pimpinan 
Amerika.
- Kondisi ini semestinya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah Indonesia 
untuk memikirkan kembali partisipasinya dalam proyek global perang melawan 
terorisme gagasan Amerika.
- Kesan bahwa pemerintah Indonesia hanya menuruti keinginan Amerika dalam isu 
terorisme terasa sangat kuat.
- Islam banyak sekali mendapatkan kerugian dari program perang melawan teroris 
bikinan Amerika tersebut.

---------------------------------------------------------------------------------------------

(#) Menurut Mansyur Alkatiri, bahwa seandainya para penari Cakalele itu bernama 
Ahmad, Mansur, Rohman, Budiman, Faisal, Ridwan, dll. apakah akan diperlakukan 
dengan "cukup manis" untuk ukuran separtisme? Hanya digiring pelan-pelan keluar 
arena? Kayaknya bakal di tembak di tempat oleh Densus 88 dengan alasan JI dan 
sejenisnya -HMNA-...



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke