Apakah Pahala Bacaan Al-Qur'an sampai pada orang yang sudah 
meninggal?
Oleh: Syamsuri Rifai


Pertanyaan ini ada dua jawaban dari kalangan pemikiran dan pemahaman 
kaum muslimin:
Pertama: "Sampai". Pendapat ini adalah pendapat Ahlussunnah dan 
Ahlul bait Nabi saw
Kedua: "Tidak sampai". Pendapat ini adalah pendapat Wahabiyah, yang 
diilhami oleh pemikiran Ibnu Taimiyah.

Pendapat yang pertama: Berdasarkan banyak sekali ayat-ayat A-Qur'an, 
antara lain:

"Dan mereka yang memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman: 
Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka 
ampuni orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mengikuti 
jalan-Mu, dan selamatkan mereka dari siksaan neraka Jahannam." (Al-
Mu'min: 7)

"Ya Tuhan kami, masukkan mereka kedalam surga `Adn yang telah Engkau 
janjikan kepada mereka, dan orang-orang yang shaleh dari bapak-bapak 
mereka, isteri-isteri mereka dan keturunan mereka…" (Al-Mu'min: 8)

"Janganlah sekali-kali kamu mengira orang-orang yang terbunuh di 
jalan Allah itu mati, mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka mendapat 
karunia." (Ali-Imran: 169)

"Sekiranya mereka ketika menzalimi diri mereka (berbuat dosa) datang 
kepadamu, lalu mereka memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun 
memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka dapati Allah Maha 
Menerima taubat lagi Maha Menyayangi." (An-Nisa': 64). 

Dan berdasarkan  hadis Nabi saw yang masyhur dan termaktub di dalam 
buku2 Tahlil dan Yasin yang beredar di kalangan komunitas 
Ahlussunnah dan Habaib (keturunan Nabi saw). Yaitu:

Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah seseorang yang meninggal, dan 
sebelum meninggalnya dibacakan di sisinya surat Yasin, kecuali ia 
dimudahkan sakratul mautnya oleh Allah swt." 

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dzarda' dan Abu Dzar. Dikutip oleh 
Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, An-Nasa'i, Al-Hakim, dan Ibnu 
Hibban, dalam kitab-kitab hadisnya. Dan masih banyak hadis2 yang 
lain yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al-Qur'an itu berpengaruh 
dan sampai pada orang yang telah meninggal. Hadis2 itu terdapat di 
dalam "Kutubus Sittah" (kitab2 hadis yang tujuh).

Juga berdasarkan hadis Rasulullah saw yang masyhur yaitu: "Jika 
keturunan nabi Adam minggal terputuslah amalnya, kecuali tiga 
hal: "Sedekah jariyah, anak shaleh yang mendoakan orang tuanya, dan 
ilmu yang bermanfaat."  

Ahlussunnah berbeda dengan Wahabiyah dalam memahami makna hadis 
tersebut. Ahlussunnah lebih luas dalam memahaminya: 
1.      Sedekah jariyah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi 
juga yang non-materi, termasuk semua amal kebajikan.
2.      Anak shaleh yang mendoakan anaknya, bisa diambil pengertian 
terbaliknya, yaitu: Orang yang shaleh yang mendoakan anaknya. Juga 
orang tua itu tidak hanya dalam bentuk biologis, tapi yang 
ideologis, seperti doa guru pada murid, dan sebaliknya doa murid 
pada gurunya. Bahkan lebih doa dari seluruh kaum muslimin terhadap 
sesama muslim, masih hidup atau sudah meninggal. Buktinya hampir 
seluruh khatib Jum'at di akhir khutbahnya berdoa dengan 
doa: "Allahummaghfir lil-muslimina wa muslimat wal-mu'minina wal-
mu'minat al-ayâu wal amwât, artinya: Ya Allah, ampuni dosa kaum 
muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, yang masih hidup dan 
yang telah meninggal. 

Jika doa seorang muslim yang hidup tidak sampai kepada muslim yang 
telah meninggal.  Maka, untuk apa doa itu dibaca. Ini menujukkan 
banyak hadis yang menyatakan bahwa doa itu berpengaruh dan sampai 
kepada muslim yang telah meninggal. Dan hal ini berdasarkan banyak 
hadis Nabi saw.

3.      Ilmu yang bermanfaat tidak hanya ilmu yang disampaikan 
ketika ia masih hidup, tetapi juga ilmu2 yang disampaikan oleh 
murid2nya kepada orang lain dan amal2 baik akibat ilmu itu,  
pahalanya berpengaruh dan sampai kepada sang guru yang telah 
meninggal. 

Sebagai catatan penting: Hadis ini tidak hanya dipahami secara 
harfiyah, maknanya luas. Termasuk mafhum mukhalafahnya, yakni 
perbuatan buruk seseorang berdampak dan sampai padanya setelah 
meninggal. Yakni amal buruk yang dilakukan ketika ia masih hidup. 
Misalnya ia mendirikan tempat-tempat maksiat, dosa-dosa mengalir 
padanya sepanjang tempat itu digunakan utk kemaksiatan. Termasuk 
juga ilmu kejahatan berdampak pada gurunya, dan anak yang durhaka 
berdampak pada orang tuanya.

Selain itu hadis itu dapat dipahami: Orang yang telah meninggal, 
memang tidak bisa berbuat apa2 di dunia secara fisikal. Tetapi 
secara Ruhaniyah bisa berbuat apa2. Sebagai dalil adalah firman 
Allah swt, dan ayat ini disepakati oleh ulama ahli tafsir tidak 
dimansukh, ayat ini tentang Rasulullah saw dan orang-orang yang 
berbuat dosa, yaitu:

"Sekiranya mereka ketika menzalimi diri mereka (berbuat dosa) datang 
kepadamu, lalu mereka memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun 
memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka dapati Allah Maha 
Menerima taubat lagi Maha Menyayangi." (An-Nisa': 64). 

Perlu ditegaskan kembali, ayat ini tidak dimansukh. Antum bisa cek 
dalam kitab2 tafsir. Lalu bagaimana sekarang sesudah Rasulullah saw 
wafat? Apakah Rasulullah saw tidak bisa memberi pertolongan kepada 
ummatnya sekarang? Tubuh Rasulullah saw sudah dikebumikan di Masjid 
Nabawi. Tapi ruhnya masih hidup sebagaimana juga disebutkan di dalam 
ayat yang lain. Siti Aisyah isteri Nabi saw dan Siti Fatimah puteri 
beliau sepanjang hidupnya melakukan shalat di dekat kuburan Nabi 
saw, karena rumahnya memang dekat kuburan beliau. Lalu apakah kita 
tidak boleh melakukan shalat di dekat kuburan Nabi saw dan para wali 
Allah swt. Mengapa isteri dan puteri beliau boleh dan kita muslimin 
tidak boleh? Jawabannya kita semua boleh. Yang melarang itu hanya 
paham wahabiyah yang telah dibantah dan dikritik tajam oleh ulama 
dan para mufti terdahulu, baik dari kalangan Ahlussunnah maupun 
Ahlul bait Nabi saw, misalnya mantan Mufti Besar Mekkah Zaini 
Dahlan. 

Adapun hadis2 yang bersumber dari Ahlul bait Nabi saw banyak sekali, 
antara lain:

1.      Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa yang melewati kuburan 
dan membaca surat Al-Ikhlash sebelas kali, kemudian ia menghadiahkan 
pahalanya kepada penghuni kubur, Allah SWT memberikan pahala padanya 
sejumlah penghuni kubur." (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5/702).

2.      Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa yang membaca surat 
Yasin karena Allah Azza wa Jalla, Allah akan mengampuni dosanya dan 
memberinya pahala seperti membaca Al-Qur'an dua belas kali. Jika 
surat Yasin dibacakan di dekat orang yang sedang sakit, Allah 
menurunkan untuknya setiap satu huruf sepuluh malaikat. Para 
malaikat itu berdiri dan berbaris di depannya, memohonkan ampunan 
untuknya, menyaksikan saat ruhnya dicabut, mengantarkan jezanahnya, 
bershalawat untuknya, menyaksikan saat penguburannya. Jika surat ini 
dibacakan saat sakaratul maut atau menjelang sakaratul maut, maka 
datanglah padanya malaikat Ridhwan penjaga surga dengan membawa 
minuman dari surga, kemudian meminumkan padanya saat ia masih berada 
di ranjangnya, setelah minum ia mati dalam keadaan tidak haus, 
sehingga ia tidak membutuhkan telaga para nabi sampai masuk ke surga 
dalam keadaan tidak haus." (Tafsir Nur Ats-tsaqalayn 4/372).

Pendapat yang kedua: Yaitu pemahaman Wahabiyah, mereka mengatakan: 
pahala bacaan Al-Qur'an tidak sampai pada orang yang meninggal. 
Dengan berdasarkan firman Allah swt:

" Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang 
lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) 
kecuali apa yang telah ia usahakan" [An-Najm : 38-39] 

Mereka juga berdasarkan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu 
Hurairah:
"Janganlah kamu jadikan rumah-rumah kamu itu sebagai kuburan. 
Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya 
surat Al-Baqarah" (Shahih Muslim 2: 188) 
Dengan dasar ayat dan hadis ini mereka meniadakan pahala bacaan Al-
Qur'an sampai kepada orang yang meninggal.

Pemahaman ini perlu diskusikan secara teliti dan objektif. Sebagai 
bahan diskusi dapat kita baca: kritik Ulama Ahlussunnah terhadap 
pemikiran Wahabiyah yang diilhami pemahaman Ibnu Taimiyah, ulama-
ulama itu, antara lain:

1.      Zaini Dahlan mantan Mufti besar Mekkah (baca Al-Futuhat Al-
Islamiyah jilid 2: 357).
2.      Syeikh Sulaiman saudara kandung Muhammad bin Abdul Wahhab, 
dalam kitabnya Ash-Shawa'iq Al-Ilahiyah. 
3.      Syeikh Abbas Mahmud Al-Mishri, dalam kitabnya Al-Islam fil 
Qarnil `isrina, halaman 108-109.
4.      Taqiyyuddin Subki, dalam kitabnya Sifa' As-Siqam fi ziyarah 
qabril Imam, dan kitab Ad-Durrah Al-Mudhiah fi raddi `ala Ibni 
Taimiyyah.
5.      Ulama dan Qadhi yaitu Taqiyyuddin Abi Abdillah Al-Ahnai, 
dalam Al-Maqalah Al-Mardhiyah.
6.      Fakhr bin Muhammad Al-Qurasyi, dalam kitabnya Najmul 
Muhtadin.
7.      Taqiyyudin Al-Hashni, dalam kitab Daf'u Asy-Syubhat.
8.      Tajuddin, dalam kitabnya At-Tuhfah Al-Mukhtarah fi 
Raddi `ala munkariz ziyarah.

Ulama dari kalangan pengikut Ahlul bait Nabi saw, antara lain:
1.      Allamah Syeikh Al-Amini dalam kitabnya Al-Ghadir. 
2.      Allamah Sayyid Muhammad Thabathaba'i dalam kitabnya tafsir 
Al-Mizan.
3.      Syeikh Ja'far Subhani dalam kitabnya Al-Wahabiyah fil Mizan. 

Diskusi ini ditujukan untuk menambah khazanah2 pemikiran dan 
pemahaman kita tentang Al-Islam. Teman2, baik dari kalangan 
Ahlussunnah, syiah maupun Wahabi, sangat boleh mengkritisi tulisan 
ini. Apalagi menambah rujukan dan leteratur, pemikiran dan 
informasi2 baru yang cemerlang tentangnya. Tujuan diskusi ini untuk 
menambah wawasan keislaman.

Yang berminat Keutamaan surat Al-Qur'an, amalan praktis dan doa-doa 
pilihan keseharian, juga eBooks ttg Adab-adab haji dan doa-doanya 
serta doa-doa penting lainnya, kunjungi:
http://shalatdoa.blogspot.com
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
Yang berminat artikel dan rumus2 Feng Shui Islami, kunjungi :
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami


Kirim email ke