Refleksi: Kalau ada yang bertanya mengapa sekian banyak TKI tidak sekolah, agaknya tidak keliru bila dijawab (a) NKRI selalu membutuhkan tenaga kerja untuk bisa murah sebagai babu dan kuli, (b) sistem politik dan kepentingan NKRI bukan untuk rakyat mayoritas.
Di Jakarta, ibukota NKRI ada sekolah yang menampung anak-anak yang orang tua mereka tidak mampu membayar harga sekolah. Sekolah bisa diselengarakan berkat ada tenaga-tenaga yang bermurah hati dan berjuang melawan arus ketidakadilan. Sekolah ini bukan dalam gedung, tetapi dibawah kolong jembatan [highway]. Bayangkan Jakarta, ibukota NKRI, tempat bertahta Yang Mulia Presiden dan Wakil Presiden serta menteri-menterinya, anggota DPR/MPR beragama yang benar, Allahu Akbar! Kalau anak-anak miskin di Jakarta tidak diambil pusing penguasa, maka pertanyaannya: Bagaimana anak-anak di daerah jauh dari Jakarta, jauh dari pulau Jawa, apakah mempunya hari depan cermerlang dalam naungan NKRI? http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/11/brk,20080111-115205,id.html 350 Ribu Anak TKI Tak Sekolah Jum'at, 11 Januari 2008 | 00:18 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan 350 ribu anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sabah, Malaysia Timur tidak bisa mendapatkan akses pendidikan. Karena orang tua mereka tidak berdokumen dan si anak tidak memiliki kewarganegaraan. "Malaysia punya aturan, anak-anak TKI yang tak berdokumen kehilangan hak atas kesehatan dan pendidikan," kata dia kepada Tempo melalui telepon, Kamis. Jumlah anak-anak TKI di Sabah mencapai ratusan ribu, Wahyu melanjutkan, karena para TKI di sana umumnya menetap, berkeluarga, dan mendapatkan anak di Malaysia. Kondisi tersebut berbeda dengan di Arab Saudi dan Malaysia semenanjung yang menerapkan sistem kontrak 2-3 tahun. "Jumlah anak-anak di sana hanya berkisar lima hingga 10 ribuan." Menurut Wahyu, Migrant Care telah meminta pemerintah mengirimkan fasilitas pendidikan dan kesehatan ke Sabah, namun sampai sekarang belum ada implementasinya. Kemungkinan, guru dari Indonesia tidak siap untuk mengajar anak TKI di Malaysia, "atau pemerintah Malaysia tak mau membuka pintu." Pada akhir 2006, Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah membahas masalah ini dengan koleganya dari Malaysia Dato' Sri Muhamad Najib Tun Abdul Razak. Waktu itu Kalla hanya menyebut jumlah anak-anak TKI yang membutuhkan pendidikan dasar 20 ribu orang. "Saya mengharapkan mereka kembali sekolah di sekolah-sekolah milik kerajaan," ujar Kalla. Malaysia akan mempertimbangkan usulan itu. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah mengganggarkan dana APBN Perubahan 2007 sebesar Rp 25 miliar untuk meningkatkan pelayanan pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri, khususnya anak-anak TKI yang sangat sulit mendapat pendidikan. Menurut Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Eko Djatmiko Sukarso, pendirian sekolah selain terbentur soal dana umumnya terkendala oleh aturan negara bersangkutan yang melarang berdirinya sekolah-sekolah asing. Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indoesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat masalah pendidikan bagi anak-anak TKI akan kembali dibicarakan dalam pertemuan informal tahunan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi di Kuala Lumpur, 11-12 Januari. "Soal pendidikan anak-anak TKI diusahakan agar bisa bersekolah di Malaysia," katanya. Selain itu, Indonesia juga akan mengusulkan agar proses hukum yang melibatkan TKI dapat lebih cepat. Lamanya proses hukum itu antara lain harus dijalani Nirmala Bonat, Tenaga kerja asal Desa Tuapakas, Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianiaya majikannya, Yim Pek Ha. Meski kasus itu terungkap pada 2004 lalu, tapi persidangan baru dimulai 3 Januari lalu. Menurut Eka Aryanto Suripto, juru bicara Kedutaan Besar RI di Malaysia, prosedur hukum di Malaysia biasanya butuh waktu 5 sampai 7 tahun untuk menuntaskan suatu kasus. Reh Atemalem | Ninin [Non-text portions of this message have been removed]