riau pos

      KNPI, Perempuan, dan Wacana Pilgubri  


      Kamis, 31 Januari 2008  
      Ada fenomena unik yang terjadi di Riau pada bulan Januari ini, dan itu 
sebenarnya sudah dimulai dari akhir tahun 2007 kemarin. Kita lihat maraknya 
berbagai pembentukan organisasi kemasyarakatan (ormas), baik ormas yang 
berafiliasi ke partai, ormas kedaerahan, ormas pemuda, keagamaan, ormas 
keilmuan dan lain-lain. Sangat menarik hal ini untuk dikaji. Kalau semua 
analisis yang dilakukan akhirnya menjurus kepada Pemilihan Kepala Daerah 
(Pilkada) 2008 atau Pemilihan Umum (pemilu) 2009 itu tidak bisa dipungkiri.  


      Sebenarnya secara analisis pisau demokrasi bahwa dengan maraknya ormas 
ini, rakyat ingin mengatakan kepada para penguasa terutama kepada eksekutif dan 
legislatif serta aparat penegak hukum bahwa rakyat itu ada. ''Jangan kami 
sebagai rakyat ditinggalkan dan lihatlah kami rakyat ini, serta kami sebagai 
rakyat bukanlah komoditas belaka yang hanya diperlukan pada saat untuk 
mendapatkan suara pada saat Pilkada dan Pemilu semata.'' Suara-suara ini 
dinyatakan ke publik dengan mendirikan berbagai ormas agar bisa mendapatkan 
bargaining position atau posisi tawar yang baik di dalam struktur pemerintahan. 
Ini terjadi disebabkan oleh demokrasi yang bermakna kedaulatan rakyat. 

      Akan tetapi bisa juga berkembang analisis 'warung kopi' yang mengatakan 
bahwa fenomena ormas ini adalah ulah para pencari rejeki dadakan yang 
memanfaatkan para politisi yang mencari kesempatan untuk dapat dikenal publik 
dalam rangka menarik simpati rakyat dengan bermain-main di atas kepentingan 
rakyat. Sebabnya muncul suara ini adalah akibat kebuntuan di dalam sistem 
pemerintahan dan matinya nurani para legislator yang selalu mementingkan 
kepentingan sesama penguasa dan partai saja. Sistem yang mana menimbulkan 
kesenjangan yang sangat tinggi antara yang kaya dan miskin. Tetapi apapun hasil 
analisis yang pro dan kontra, hal ini menambah khazanah perdemokrasian 
Indonesia.

      Di penghujung bulan inipun, organisasi Pemuda yaitu KNPI (Komite Nasional 
Pemuda Indonseia) melakukan musyawarah Daerah (Musda) untuk dapat menyusun 
kepemimpinan yang selanjutnya akan menjalankan program-program yang 
direncanakan. Ada dan timbulnya KNPI sebagai suatu organisasi kepemudaan 
sebenarnya sangatlah penting dan diperlukan bangsa ini sebagai elemen bangsa 
untuk dapat menuju pembangunan yang merata, adil dan sejahtera. KNPI dapat 
mempunyai posisi tawar atau bargaining yang baik di dalam mewujudkan idealisme 
pembangunan karena semangat kaum pemuda yang ingin juga turut andil dalam 
pembangunan. 

      Akan tetapi bisa juga menjadi bumerang, apabila KNPI tidak dapat 
memposisikan dirinya sendiri dengan partai-partai yang ada diakibatkan hampir 
semua ormas kepemudaan yang ada di lingkupan KNPI juga mempunyai hubungan yang 
sangat dekat dengan berbagai partai. Salah satu contohnya dengan tampilan 
berbagai figur politik di dalam bursa calon ketua KNPI. Sangat nyata terlihat 
akan hal ini, di mana partai juga ingin memanjangkan tangannya kepada 
organisasi ini. Bila ini terjadi, maka peran KNPI bisa saja tidak pernah lagi 
akan murni dan lebih condong kepada kepentingan, di mana yang sering kali 
terjadi di partai-partai yang ada. 

      Dari semua figur calon ketua KNPI yang ada sangat disayangkan sekali 
bahwa peran kaum perempuan tidak ada. Hasilnya pun dipastikan tak ada dari kaum 
perempuan. Patut dipertanyakan tentang ketiadaan figur perempuan dalam bursa 
calon ketua KNPI ini. Masalahnya pembangunan negeri ini terletak juga tanggung 
jawab tersebut di pundak kaum perempuan sebagaimana pepatah, baiknya suatu 
negara maka ditentukan oleh karena baiknya kaum perempuannya. Perempuan juga 
mempunyai kepentingan-kepentingan serta hak-hak yang ingin dicapainya selain 
kewajiban yang juga diembannya. Hal  seperti ini memang semakin menguatkan 
suatu stereotip tentang perempuan seperti tidak banyaknya posisi strategis 
dalam pemerintahan yang dipercayakan kepada kaum perempuan, tidak melakukan 
pemberdayaan potensi perempuan secara maksimal yang telah diamanatkan 
perundang-undangan hingga minimnya perhatian kepada kaum perempuan bila dilihat 
dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkan untuk kaum perempuan dalam sisi 
pendidikan, perekonomian dan sisi sosial budaya lainnya. Sangat disayangkan 
kalau stetreotip ini juga berkembang di tubuh KNPI, seakan-akan semakin 
terbuktilah bahwa memang kaum perempuan selama ini hanyalah dianggap sebagai 
komoditas dan barang saja bila dihadapkan dengan kepemimpinan. 

      Faktor yang selama ini  berkembang  adalah bahwa perempuan hanyalah orang 
nomor dua dalam kehidupan sehingga bisa diperlakukan dengan cara apa pun. 
Ideologi dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang 
diperoleh dari masa lalu. 

      Sebenarnya KNPI diharapkan dapat meminimalisir stereotip yang berkembang 
di masyarakat tentang gender ini, dikarenakan sebagai wadah kaum pemuda yang 
mempunyai pemikiran ke depan serta membawa misi perubahan nilai-nilai 
kemanusiaan, pola pikir, wawasan pengetahuan, dan aspek-aspek penting lainnya. 
Akan tetapi bila memang kenyataannya di tubuh KNPI belum bisa memunculkan 
figur-figur perempuan yang kompeten, maka sudah selayaknya memang perlu KNPI 
berbenah diri atas segala program yang telah terjadi di masa lalu. 

      Untuk KNPI sendiri, timbul pertanyaan, apakah  ada faktor internal yang 
menyebabkan tidak adanya figur perempuan yang mumpuni di dalam ormas-ormas 
tersebut yang bisa dan layak untuk menjadi pemimpin, atau faktor bahwa memang 
tidak diberinya kesempatan kepada kaum perempuan untuk beradu kepemimpinan. 
Maka sudah selayaknya peran KNPI lebih membumi kepada masyarakat.

      Jawaban dari kunci persoalan di atas adalah tidak berjalannya komunikasi 
secara efektif oleh KNPI kepada organisasi anggotanya dikarenakan memang 
beragamnya bentuk, macam organisasi  kemasyarakatan dan pemuda yang bernaung di 
bawah KNPI. Keberagaman ini ditambah lagi dengan berbagai kepentingan.

      Hendaknya ke depan, KNPI dalam mengaktualisasikan diri di dalam 
masyarakat, yang sangat diharapkan terlebih dahulu adalah perubahan budaya, 
yakni cara memandang dari masyarakat tentang kiprah kaum perempuan dalam segala 
sektor kehidupan.*** 


      Dr Hj Sri Wahyuni A 
      Kadir Abbas SH MSi
      Dosen Pascasarjana 
      Ilmu Hukum UIR 
  < Sebelumnya     Berikutnya >  








[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke