Kepemimpinan Menurut Al-Qur'an

Dalam suasana kepemimpinan yang tak jelas arahnya, tak jelas aturan
dan kreterianya, maka perlulah kita menyimak kembali petunjuk-petunjuk
dari Al-Qur'an. Paling tidak, mengambil aspirasi dari Al-Qur'an dan
tuntunan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa).

Dalam suasana yang tak menentu ini, bisa jadi kursi kepemimpinan
mengantarkan kita pada kejahilan dan kesengsaraan, kezaliman dan
penindasan, kefakiran dan kemiskinan, kemaksiatan dan kehinaan, dan
lainnya. Mengapa tidak? Karena seorang pemimpin pemegang kendali gerak
kemana rakyat dan bangsa akan digulirkan, ke barat atau ke timur, ke
jurang atau kemuliaan, kesengsaraan atau kebahagiaan.

Kaidah rasional menjelaskan bahwa kepatuhan umat pada pemimpin yang
zalim akan menyebaban mereka digiring pada kesengsaraan dan kehinaan.
Ini telah dibuktikan dalam sepanjang sejarah manusia, dan akan
berulang pada kehidupan manusia berikutnya. Al-Qur'an menyebutkan,
kenyataan inilah yang menyebabkan turunnya bala' dan malapetaka, dan
Allah swt layak menurunkan azab pada umat manusia.

Seorang pemimpin yang zalim, menyengsarakan kehidupan rakyat secara
lahir dan batin, ia dan para pendukung serta pemilihnya telah berada
pada titik murka Allah swt yang dosanya tak terampuni kecuali ia mampu
dan telah menghibur jerit-tangis batin rakyatnya, membahagiakan
kesengsaraan mereka; mengentaskan mereka dari kemiskinan dan
kefakiran, menyelamatkan mereka dari lembah kehinaan dan kemaksiatan
karena kemiskinan. Belum lagi dosa dan penentangan yang secara
langsung diarahkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah,
kepemimpinan adalah puncak segalanya: puncak kemuliaan sekaligus
puncak kehinaan, puncak keutamaan dan sekaligus puncak dosa.

Kepemimpinan dalam Al-Qur'an disebutkan dengan istilah Imamah,
pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur'an mengkaitkan kepemimpinan
dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin
tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman
dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan
perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.

Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan umatnya, merasakan langsung
penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam
segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah,  keberanian
dan keutamaan, sifat dan prilaku, dan lainnya.

Al-Qur'an menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak pantas mendapat
petunjuk dari umatnya, seorang pemimpin harus berpengetahuan dan
memperoleh petunjuk sebelum umatnya. Bahkan Al-Qur'an menegaskan
seorang pemimpin harus mendapat petunjuk langsung dari Allah swt,
tidak boleh mendapat petunjuk dari orang lain atau umatnya.

Pemimpin dalam pandangan Al-Qur'an sebenarnya adalah pilihan Allah
swt, bukan pilihan dan kesepakatan manusia sebagaimana yang dipahami
dan dijadikan pijakan oleh umumnya umat Islam. Pilihan manusia membuka
pintu yang lebar untuk memasuki kesalahan dan kezaliman. Selain itu,
kesepakatan manusia tidak menutup kemungkinan bersepakat pada
perbuatan dosa, kemaksiatan dan kezaliman. Hal ini telah banyak
terbukti dalam sepanjang sejarah manusia.

Jika kita mau menengok pada Al-Qur'an, di situ jelas bahwa
kepemimpinan adalah puncak dari segalanya, kedudukan yang paling mulia
dan paling agung. Kedudukan ini dikaruniakan oleh Allah swt setelah
mendapat bermacam ujian yang berat dalam kehidupan. Mari kita kaji
ayat Al-Qur'an yang mengkisahkan penganugerahan kepemimpinan (imamah)
pada nabi Ibrahim (as). Allah swt berfirman:

وَ إِذِ 
ابْتَلى 
إِبْرَهِيمَ 
رَبُّهُ 
بِكلِمَتٍ 
فَأَتَمَّهُنَّ
  قَالَ إِنى 
جَاعِلُك 
لِلنَّاسِ 
إِمَاماً  
قَالَ وَ
مِن 
ذُرِّيَّتى  
قَالَ لا 
يَنَالُ 
عَهْدِى 
الظلِمِينَ‏ 

"Ingatlah ketika Ibrahim diuji  oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat,
lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu imam bagi seluruh manusia'. Ibrahim berkata: `(Saya mohon
juga) dari keturunanku'. Allah berfirman: `Janji-Ku ini tidak akan
mengenai orang-orang yang zalim'." (Al-Baqarah: 124)

Berdasarkan kandungan makna ayat ini dan ayat-ayat lain yang berkait
dengannya dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
Pertama: Kedudukan Imamah dikaruniakan oleh kepada nabi Ibrahim (as)
setelah ia diuji oleh Allah  dengan bermacam ujian, antara lain
mendapat keturunan pada usia yang sangat tua, pengorbanan puteranya,
menghadapi kezaliman Namrud, dan lainnya.
Kedua: Kedudukan imamah dikaruniakan oleh kenabiannya, tidak berbarengan.
Ketiga: Imamah bukan Nubuwah
Keempat: Doa nabi Ibrahim (as) sehubungan dengan pelanjut Imamah hanya
untuk keturunannya, mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman. 
Kelima: Imamah adalah kedudukan mulia yang telah ditetapkan oleh wahyu.
Keenam: Imam harus ma'shum dengan `ishmah (penjagaan) Ilahi.
Ketujuh: Bumi tidak akan teratur tanpa seorang imam pembawa kebenaran
yang sejati.
Kedelapan: Imam adalah pilihan Allah, bukan hasil pilihan dan
kesepakatan manusia.
Kesembilan: Perbuatan manusia disaksikan langsung oleh ilmu sejati Imam.
Kesepuluh: Imam harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan manusia dalam
kehidupan dan spiritualnya.
Kesebelas: Tidak ada seorang pun yang dapat melebihi
keutamaan-keutamaan imam. 
Kedua belas: seorang imam harus ma'shum, terjaga dari salah dan dosa. 

Menurut ilmu logika tentang kezaliman manusia terbagi menjadi empat
golongan:
1.      Orang yang berbuat kezaliman sepanjang hidupnya.
2.      Orang yang tidak pernah berbuat kezaliman sepanjang hidupnya.
3.      Orang yang berbuat kezaliman pada awal-awal hidupnya, tetapi tidak
pada akhir-akhir hidupnya.
4.      Orang yang tidak berbuat kezaliman pada awal-awal hidupnya, tetapi
berbuat kezaliman pada akhir-akhir hidupnya.

Jadi doa nabi Ibrahim (as) tentang imamah hanya untuk keturunannya
yang tidak pernah berbuat kezaliman. Karena dengan kemuliaannya nabi
Ibrahim (as) tidak memohonkan kedudukan yang mulia untuk keturunannya
pada golongan pertama dan keempat. Adapun untuk golongan yang ketiga
telah ditiadakan oleh ayat-ayat yang berkait dengan petunjuk langsung.
Adapun mereka yang tidak memiliki garis keturunan dari nabi Ibrahim
(as) tidak termasuk ke dalam orang-orang yang didoakan dalam ayat ini,
dan tidak akan mampu meneruskan Imamah nabi Ibrahim (as).

Kesimpulan ini disarikan dari tafsir Al-Mizan, penjelasan secara lebih
detail klik di sini:
http://tafsirtematis.wordpress.com

Wassalam
Syamsuri Rifai

Foto tempat2 bersejarah Islami, Asbabun Nuzul ayat2 pilihan, hadis2
pilihan, amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah, doa-doa pilihan, dan
artikel-artikel Islami, klik di sini:
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com

Kajian tafsir tematik:
http://tafsirtematis.wordpress.com

Audio musik2 ruhani (mp3), dilengkapi tek syair dan terjemahan, klik
di sini:
http://syamsuri149.multiply.com

Amalan praktis, Adab2 dan doa2 pilihan haji dan umroh dilengkapi tek
arab, bacaan tek latin dan terjemahan, klik di sini:
http://almushthafa.blogspot.com

Milis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan
doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa

Milis Feng Shui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran,
rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini:
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami

Download gratis Mobile Magazine, majalah bermacam2 produk Hp dan
elektronik, klik di sini : http://www.mobile-indonesia.com
Ingin kerjasama buka cabang di kota atau daerah Anda, hubungi Redaksi:
Jl. Tebet Timur Dalam VII E No. 17 Jakarta Selatan 12820. Phone :
62-21-835.2103.


Kirim email ke