Salam...

Sekarang kita akan meneliti apa yang dikatakan oleh mereka yang disebut kaum 
intelektual. Mereka mengatakan bahwa dimata Tuhan semua manusia adalah sama 
saja dan barang siapa yang melakukan perbuatan baik maka sudah semestinya dia 
akan mendapatkan pahala dari sisi Tuhan.
 
Masih jelas didalam ingatan kita sebagaimana yang sudah kita lihat dipostingan 
sebelumnya yang berjudul ‘mereka yang disebut kaum intelektual’ , mereka 
mengatakan bahwa Pertama, Allah tidak memiliki ikatan keluarga dan hubungan 
khusus dengan siapapun dan dari bangsa manapun, tidak dengan orang barat, 
timur, utara, selatan atau yang lainnya. Oleh karena itu tidak masuk akal kalau 
Tuhan memilih-milih siapa yang akan dimurkainya dan siapa yang akan dikasihinya 
dengan mengabaikan amal perbuatan manusia dari golongan tertentu dan menerima 
amal perbuatan dari kelompok yang lain.
 
Karena hubungan Allah dengan semua manusia adalah sama saja, maka tidak mungkin 
dan tidak masuk akal kalau Allah menerima perbuatan baik dari satu orang dan 
tidak dari orang yang lain. Jika perbuatan baiknya sama maka seyogyanya 
diterima dengan cara yang sama pula berdasarkan perinsip keadilan Illahi.
 
Kedua, Kebaikan dan keburukan itu hakikatnya ada pada perbuatan tersebut. 
Misalnya kejujuran, berkata-kata sopan, menegakkan keadilan dan lain-lain 
disebut baik karena pada hakikatnya pekerjaan tersebut adalah baik. Demikian 
juga keburukan, seperti mencuri, berbohong, korupsi dan lain-lain disebut buruk 
karena hakikat perbuatan tersebut memang sudah buruk dari sononya (innate). 
 
Jujur, sopan, menegakkan keadilan disebut baik bukanlah karena Allah 
memerintahkan untuk mengerjakannya. Demikian juga mencuri, rampok, korupsi 
disebut buruk bukanlah karena Allah telah melarangnya.
 
Apakah memang betul demikian? Mari kita teliti….
 
Kita juga setuju dan ingin mengatakan bahwa dalil seperti itu adalah betul, 
namun demikian kita harus teliti untuk melihat ada suatu permasalahan penting 
dan sangat mendasar dibalik dalil ini. Permasalahan penting dan yang menjadi 
persoalan utama disini adalah permasalahan nilai atau qualitas.
 
Dan untuk itu perlu kita jelaskan terlebih dahulu mengenai perbuatan baik itu 
sendiri. Sesungguhnya hakekat perbuatan baik itu mempunyai dua dimensi, pertama 
adalah dimensi perbuatan (kebaikan perbuatan) dan yang kedua adalah dimensi 
pelaku (kebaikan pelaku).
 
Jadi kalau dikatakan bahwa tidak masuk akal kalau Tuhan memilih-milih siapa 
yang akan dimurkainya dan siapa yang akan dikasihinya dengan mengabaikan amal 
perbuatan manusia dari golongan tertentu dan menerima amal perbuatan dari 
kelompok yang lain, maka perlu kita pertanyakan lagi disini apakah yang disebut 
dengan amal perbuatan tersebut?
 
Apakah yang dimaksud adalah amal kebaikan sebagai  kebaikan perbuatan ataukah 
sebagai kebaikan pelakunya? Dalam pandangan Al-quran hubungan antara kebaikan 
perbuatan dan kebaikan pelaku diibaratkan sebagaimana hubungan antara tubuh dan 
ruh. Makluk hidup adalah kombinasi antara tubuh dan ruh, tidaklah dikatakan 
seseorang itu hidup jika dia hanya mempunyai tubuh saja dan begitu juga 
sebaliknya tidaklah bisa dikatakan seseorang itu hidup jika dia hanya berupa 
ruh saja.
 
Meneliti apa yang dikatakan kaum intelektual tersebut, maka perkataan mereka 
itu lebih cenderung menyesatkan jika mereka mengabaikan apa yang disebut dengan 
‘ruh’ nya perbuatan, yakni NIAT didalam melakukan perbuatan baik tersebut.
 
Kemudian kepincangan atau kekeliruan lain dari argumen yang mereka kemukakan 
seperti “Kebaikan dan keburukan itu hakikatnya ada pada perbuatan tersebut. 
Misalnya kejujuran, berkata-kata sopan, menegakkan keadilan dan lain-lain 
disebut baik karena pada hakikatnya pekerjaan tersebut adalah baik. Demikian 
juga keburukan, seperti mencuri, berbohong, korupsi dan lain-lain disebut buruk 
karena hakikat perbuatan tersebut memang sudah buruk dari sononya (innate).”  
Maka akibat logis dari penyamaan ini adalah MENOLAK KEBAIKAN PELAKU PERBUATAN. 
 
Artinya jika mereka menyamakan semua perbuatan baik dengan cara demikian maka 
akibat logisnya adalah semua orang akan mendapakan balasan yang sama diakherat 
kelak baik mereka yang beriman ataupun mereka yang kafir. Ini sungguh tidak 
masuk akal, bagaimana mungkin Tuhan menyamakan amal perbuaan baik dari 
mereka-mereka yang membangkang (kafir) dengan mereka-mereka yang beriman 
(tunduk) terhadap kebenaran. Sungguh suatu pemikiran yang keliru jika 
mempersamakan kebaikan perbuatan (tubuh) dengan kebaikan pelaku (ruh).
 
Mereka kaum intelektual itu mengatakan, bagi Allah apa bedanya, apakah sipelaku 
perbuatan baik itu mengenal-Nya atau tidak, mengakui Tuhan atau tidak, 
melakukan perbuatan baik itu dengan atau tanpa  perintah dari Tuhan atau tidak.
 
Betul apa yang mereka katakan tersebut, bagi Tuhan memang tidak ada perbedaan 
tentang apa yang mereka kerjakan tersebut. Satu-satunya yang membuat semua 
pekerjaan tersebut menjadi berbeda adalah dari NIAT sipelakunya sendiri 
(kebaikan pelaku). 
 
Kalau mereka melakukan perbuatan baik itu dengan NIAT ingin mencapai ridho 
Tuhan maka mereka akan sampai kepada ridhonya, dan jika mereka melakukannya 
dengan tujuan dan alasan lain maka mereka akan sampai kepada tujuan mereka yang 
lain, yakni selain Tuhan. Dengan kata lain yang semua perjalanan mempunyai 
tujuan akhir, dan jika perjalanannya diarahkan ke Tuhan maka dia akan sampai 
kepada Tuhan dan sebaliknya jika perjalanannya diarahkan kepada selain Tuhan 
maka dia akan sampai kepada tujuan yang selain kepada Tuhan.
 
 
 
Salam,
 
 
Iman K.
www.parapemikir.com
 


      New Email names for you! 
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke