Awal tahun 2005, di depan sebuah konferensi akademik rektor
Universitas Harvard Lawrence Summers bersabda bahwa perbedaan bawaan
antara laki-laki dan perempuan merupakan penyebab sedikitnya perempuan
yang sukses di bidang matematika dan sains. Komentar Summers ini
memancing kontroversi, beberapa profesor perempuan di konferensi
tersebut langsung keluar ruangan, berlanjut dengan polemik panjang,
dan masa jabatan Summers tidak diperpanjang lagi ketika habis.

Lawrence Summers hanyalah seorang rektor, bukan Nabi, dan perkataannya
bukanlah sabda pandita ratu, apalagi setara hadis. Salahnya juga dia
tidak menyarankan perempuan lebih baik banyak bersedekah daripada
menekuni sains dan matematika yang didominasi laki-laki. Entah dari
mana dia mendapatkan data yang mendukung kesimpulannya?

Pertanyaan yang sama juga ditujukan kepada pemberi nasehat ini, yang
mencoba menjelaskan hadis Nabi tentang kurangnya akal perempuan:
"..... statemen tersebut adalah penilaian secara umum dan rata-rata.
Sehingga bisa saja ada wanita-wanita tertentu yang lebih unggul
akalnya dibanding banyak lelaki. Tapi tetap saja ada banyak lelaki
lain di dunia yang lebih unggul dari wanita tersebut." (Nidhol
Masyhud)
Hipotesis? Observasi? Teori?
Bagaimana kalau kata "wanita" dan "laki-laki" ditukar tempat?
"...... bisa saja ada laki-laki tertentu yang lebih unggul akalnya
dibanding banyak wanita. Tapi tetap saja ada banyak wanita lain di
dunia yang lebih unggul dari laki-laki tersebut."

Terus terang kalau mengamati milis ini saja,
kalau yang akalnya kurang itu antara lain Lina, Ning, Mia, Mei, atau Herni,
wah kayak apa laki-laki yang intelejensinya berlebih itu? Pemenang Nobelkah?
Sebaliknya, kalau laki-lakinya seperti Arcon, monyong, Rye Woo,
hehehe, dan DWS tentunya,
lha yang kurang akalnya itu gimana jeblognya? :-) (sorry ya yang
disebut namanya, hehehe)
Atau milis ini bukan representasi dunia nyata, yang umum dan rata-rata
laki-laki lebih intelek daripada perempuan?

Suatu kali anak perempuan saya lagi gundah, kesulitan mengerjakan PR
matematika, mata pelajaran yang dia banggakan sebagai favoritnya di
waktu SD.
Dia mengeluh, "I'm not good at math."
Seketika itu juga saya nasehati, "Never let anyone tell you that
you're not good at math, or at any subject for that matter."
Sekarang dia masih nurut, tapi kalau nanti dia membantah, "But the
Prophet reportedly said that women are deficient in intelligence
......."
Kira-kira saya mesti jawab apa? "Give to charity, no backbiting, no
cursing, ......., and you'll enter jannah."?

Kalau nasehatnya adalah agar banyak bersedekah, tidak mencaci-maki,
tidak mengumpat, saya kira banyak dalil yang bisa disampaikan, yang
ditujukan baik kepada perempuan maupun laki-laki, daripada
memperbandingkan akal perempuan dan laki-laki tanpa data dan alasan
yang jelas. Adapun tentang hadis akal yang kurang tersebut, sampai ada
penjelasan yang "masuk akal" lebih baik disimpan dalam kotak. Toh
banyak pula hadis yang direinterpretasi, "didiamkan," dikritik baik
sanad maupun matan. Misalnya, Majelis Ulama Turki sudah berinisiatif
menghapus hadis-hadis yang dinilai bias gender.

salam,



2008/10/13 L.Meilany <[EMAIL PROTECTED]>:
> Berkenan jadi pengantar surat, kiranya sidang pembaca maklum :-)
> Senyampang hari2 bulan syawal masih berlangsung
> salam,
> l.meilany
> ----- Original Message -----
> From: lasykar5
>
> Nidlol Masyhud <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> UNTUK PEREMPUAN: Sepatah Petuah di Hari Raya
> Oleh : Nidlol Masyhud*
>
> Di suatu momen di pagi Hari Raya, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk 
> menghampiri jamaah wanita Shalat `Id di lapangan. Beliau lantas memberikan 
> sebuah petuah, "Yā ma`syara'n nisā'… tashaddaqna! Fainnī ra'aitukunna aktsara 
> ahli'n nār." ("Wahai para wanita, gemarlah bersedekah! Sebab aku telah 
> melihat bahwa kalianlah penduduk neraka yang paling banyak."). Mendadak para 
> jamaah itu bertanya balik kepada Rasul, "Kenapa bisa begitu wahai 
> Rasulullah?" . Jawab Rasul, "tuktsirna'l la`na, wa takfurna'l `asyīr" 
> ("Karena kalian suka melontarkan kutukan dan mengingkari kebaikan orang").
>
> Rasul lalu melanjutkan, "mā ra'aitu min nāqishāti `aqlin wa dīn adzhaba li 
> lubbi rajulin hāzimin min ihdākunna" ("Aku tidak menemukan orang seperti 
> kalian, yang meskipun kurang secara akal dan agama tapi bisa mengalahkan 
> keteguhan seorang lelaki yang tegar."). Para jamaah kembali bertanya balik, 
> "Di mana letak kekurangan akal dan agama kami wahai Rasulullah?" . Rasul 
> menjawab seraya bertanya, "Bukankah persaksian seorang wanita setara dengan 
> separoh persaksian laki-laki?". "Betul!" sahut mereka. "Itulah wujud 
> kurangnya akal." Kemudian Rasul bertanya lagi, "Bukankah ketika wanita sedang 
> haidl, ia tidak sholat dan tidak puasa?". "Betul!" jawab mereka. "Itulah 
> wujud kurangnya agama."
>
> Hadits muttafaq `alaih riwayat Abu Sa'id, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah 
> radliyallāhu `anhum ini di zaman kontemporer sering menjadi poros 
> pertentangan banyak kalangan. Poin paling utama yang dipertentangkan adalah 
> stratemen Rasulullah saw di atas yang tegas-tegas menyatakan bahwa dibanding 
> laki-laki, perempuan memiliki kekurangan secara akal maupun agama. Kekurangan 
> secara akal, ditandai oleh kenyataan bahwa ketika menetapkan syariat 
> persaksian (khususnya dalam persaksian hutang), Allah menyetarakan persaksian 
> seorang wanita dengan separoh persaksian laki-laki. Sedangkan kekurangan 
> secara agama, tampak nyata dalam perbandingan kuantitas amalan sholat dan 
> puasa antara laki-laki dan perempuan ketika masa-masa datang bulan. Statemen 
> yang sangat jelas ini sering diingkari dengan dalih bahwa hal itu merupakan 
> penghinaan nyata terhadap harkat dan martabat perempuan. Juga karena hal itu 
> bertentangan dengan semangat `kesetaraan jender'. Padahal dalam hadits di 
> atas, Rasulullah saw menjelaskan bahwa kekurangan akal dan agama tersebut 
> adalah kekurangan yang sifatnya alami (karena faktor fisiologi), dan beliau 
> sama sekali tidak mencela para perempuan karena kedua kekurangan ini. Para 
> perempuan yang disebutkan itu masuk neraka juga bukan gara-gara kedua 
> kekurangan tadi, akan tetapi karena kegemaran mereka untuk melontarkan 
> kutukan dan karena mereka suka mengingkari kebaikan orang. Juga karena tabiat 
> ketiga perempuan yang sebentar lagi akan kita singgung dalam tuliusan ini.
>
> Yang cukup ironis, perdebatan kusir zaman ini mengenai benar-tidaknya 
> statamen argumentatif Rasulullah tersebut, ternyata cukup membuat kandungan 
> utama hadits fi`ly sekaligus qawly di atas menjadi terlupakan dan tak lagi 
> mendapat perhatian. Orang lebih kerap berdebat mengenai benar tidaknya 
> kekurangan akal perempuan dibanding laki-laki. Sebagian berusaha membantah 
> statemen Rasulullah di atas dengan mengatakan bahwa secara faktual di 
> sekolah-sekolah dan tempat-tempat kerja, banyak perempuan yang lebih cerdas 
> dari rekan-rekannya yang laki-laki. Sebagian lain, berusaha mentakwil 
> kandungan hadits di atas dengan menyatakan bahwa saat itu Rasulullah hanya 
> bergurau dan sedang bercanda. Bahkan sebagian yang lain, menolak 
> mentah-mentah hadits tersebut atau mempersempit cakrawalanya dengan mengklaim 
> bahwa statamen itu adalah bias budaya patriarkis yang telah memasung martabat 
> perempuan.
>
> Padahal statemen tersebut adalah penilaian secara umum dan rata-rata. 
> Sehingga bisa saja ada wanita-wanita tertentu yang lebih unggul akalnya 
> dibanding banyak lelaki. Tapi tetap saja ada banyak lelaki lain di dunia yang 
> lebih unggul dari wanita tersebut. Sebagaimana Maryam binti Imron adalah 
> wanita pilihan di seantero jagad manusia dan kedudukan serta akalnya jauh 
> lebih rājih dibanding banyak laki-laki. Akan tetapi, beliau masihlah tidak 
> sebanding dengan para nabi dan rasul yang semuanya laki-laki. Kelebihan yang 
> dimiliki oleh laki-laki adalah kelebihan natural yang memang dianugerahkan 
> oleh Allah semenjak awal, sebagaimana Allah melebihkan fisik Kaum `Ad, nasib 
> Bani Israel, dan daya hafal Bangsa Arab. Begitu juga kelebihan orang dewasa 
> dibanding anak-anak. Semua ini adalah wujud anugerah yang sama-sekali tidak 
> mengurangi nilai keadilan. Apalagi, segala kelebihan ini juga adalah nikmat 
> yang harus disyukuri dan disalurkan dalam ketaatan, seperti kata Nabi 
> Sulaiman as, "liyabluwanī a'asykuru am akfuru". Di sisi lain, perempuan juga 
> memiliki kelebihan-kelebihan unik yang tidak dipunyai oleh laki-laki. Jadi 
> segala natur ciptaan Allah dan segala butir aturan syariat-Nya ini telah 
> tersusun secara proporsional, kompak, hikmah, dan saling melengkapi.
>
> Rasulullah saw ketika momen Hari Raya tersebut juga tidak mungkin sedang 
> bergurau atau bercanda. Sebab konteks hadits tersebut adalah konteks 
> pemberian nasehat dan peringatan akan api neraka. Kalaupun sedang bergurau, 
> tentu juga sudah maklum bahwa Rasul tidak pernah bergurau dengan hal-hal yang 
> mengandung kebohongan. Menganggap budaya patriarkis sebagai budaya yang 
> memasung martabat perempuan (bukan menempatkan perempuan pada posisi yang 
> semestinya) juga adalah argumentasi rapuh yang dibangun di atas asumsi 
> non-analitis yang sama sekali tidak aksiomatis. Di sini lain, sangkalan ini 
> juga sebenarnya hanya sekedar pengalihan gawang dari titik pertentangan yang 
> sesungguhnya. Kembali ke poin saya di awal. Gara-gara perdebatan mengenai 
> "kekurangan akal" tersebut, banyak kalangan yang justru melalaikan kandungan 
> utama dari hadits di atas. Padahal hadits ini memuat petuah profetik yang 
> sangat signifikan bagi kaum perempuan. Rasulullah menjelaskan bahwa ada tiga 
> tabiat jelek yang kerap mengjangkiti perempuan dan berpotensi untuk menjadi 
> faktor yang akan mengantarkannya pada pintu neraka. Ketiga faktor itu adalah 
> (1) iktsāru'l la`nah, (2) kufrānu'n ni`mah, dan (3) iftitānu'r rijāl. Tingkat 
> kesempurnaan perempuan juga bisa diukur dari seberapa kecil ketiga tabiat ini 
> tersemat dalam dirinya. Yang pertama artinya suka mencela, mencibir, 
> mencerca, mengutuk, dan melontarkan sumpah serapah. Yang kedua artinya suka 
> mengingkari pemberian dan kebaikan yang sudah diberikan oleh orang lain, 
> terutama suaminya. Seperti disinggung oleh hadits lain di Shahīh Bukhāry, 
> banyak kalangan istri yang suaminya sudah sedemikian rupa berkorban dan 
> berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik baginya, namun ia justru 
> menyangkal dengan mengatakan "kamu belum memberiku apa-apa!". Sedangkan 
> faktor ketiga adalah bahwa dengan segala kekurangannya secara intelektual 
> maupuan agama, perempuan memiliki `daya pikat' dan `kekuatan rayu' yang 
> sangat besar yang mampu meruntuhkan pertahanan seorang laki-laki, yang tegar 
> sekalipun. Ketika potensi ini digunakan oleh perempuan untuk menggelincirkan 
> laki-laki sehingga melakukan perbuatan tercela atau melalaikan kewajiban 
> utama, maka tentu saja potensi rayu ini akan berpulang menjadi faktor bencana 
> bagi perempuan itu sendiri dan mengantarkannya ke pintu neraka.
>
> Itulah tiga karakter yang rawan menjadi faktor bencana bagi perempuan. Tapi 
> Islam bukan agama yang compang-camping. Bukan juga syariat yang menyulitkan 
> atau aturan yang memberi beban. Tatanan sistem samawi yang bersumber dari 
> Tuhan yang Mahakasih, Mahaadil, dan Mahatahu ini tentu sudah tersusun secara 
> cermat dan seimbang. Kekurangan-kekurang an perempuan di atas, ditutupi oleh 
> pemberian pahala yang amat besar untuk hal-hal yang sederhana atau biasa 
> dilakukan. Kesabaran perempuan ketika mengandung dan merawat anak, adalah 
> ibadah besar yang membuat seorang ibu memperoleh hak balas tiga kali lipat 
> dibanding seorang bapak. Ketaatan seorang istri terhadap suaminya, juga 
> merupakan ibadah utama yang seperti dinyatakan Rasulullah, "ta`dilu dzālika 
> kullahu!", artinya setara dengan ibadah-ibadah haji, jamaah, dan jihad di 
> sabilillah. Padahal, mentaati suami dan memelihara anak adalah aktifitas 
> tradisional yang memang biasa dilakukan oleh perempuan, dengan maupun tanpa 
> agama.
>
> Selain itu, dalam hadits di atas Rasulullah memberikan sebuah resep canggih 
> yang bisa menutupi ketiga potensi negatif perempuan tadi, yaitu "banyak 
> bersedekah". Dalam riwayat Muslim ditambahkan frase "dan banyaklah 
> beristighfar" . Sedekah ini mencakup sedekah harta, tenaga, ucapan, doa, 
> nasehat, perhatian, dzikir, shalat sunat, dan sebagainya. Sedekah ini sekilas 
> kelihatan sepele, tapi ia sebenarnya memiliki nilai yang amat tinggi. Seperti 
> sabda Rasul, "ash-shadaqatu tuthfi'u'l khathāyā kamā yuthfi'u'l mā'u'n nār". 
> Kita pun menyaksikan, bahwa rata-rata perempuan yang gemar bersedekah dan 
> membantu orang papa, adalah juga perempuan-perempuan tangguh yang tidak lagi 
> "gemar mengutuk", tidak lagi "mengingkari kebaikan", dan tidak lagi "suka 
> merayu". Itulah yang dicontohkan oleh wanita-wanita sempurna seperti Maryam, 
> Asiyah, dan Khadijah. Itupula yang kemudian dipraktekkan oleh para shahabiyat 
> ketika mendengar petuah Rasulullah di atas. Itu pula yang sedang ingin saya 
> sampaikan kepada para pembaca. Meskipun saya juga maklum, bahwa tulisan ini 
> akan lebih banyak dibaca oleh laki-laki. Akhirnya, saya harus mengakhiri 
> tulisan ini dengan berharap semoga momen Syawal tahun ini bisa menjadi momen 
> bagi terbukanya curahan rahmat dan maghfirah dari Allah Ta'ala kepada kita. 
> Amin.
>
> * anggota ICMI
>
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
> ------------------------------------
>
> =======================
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]
>
> This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
> ....Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

Kirim email ke