http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=2983
2008-12-23 Mantan Pejabat KJRI Kinabalu Diadili [JAKARTA] Empat mantan pejabat pada Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kinabalu, Malaysia, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/12). Mereka terkait kasus dugaan korupsi pungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian di Kinabalu pada 1999-2002. Para terdakwa tersebut adalah mantan Konsul Jenderal Arifin Hamzah, mantan Kabid Konsuler Ekonomi Penerangan Sosial dan Budaya, Radite Edyatmo, mantan Kepala Sub Bidang Imigrasi/Konsultan, Ayi Nugraha dan Kamso Simatupang. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarji disebutkan, Arifin bersama dengan Radite, Ayi Nugraha, dan Kamso, pada 1999 sampai 2002 di KBRI Malaysia telah melakukan pungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian, tapi tidak diserahkan ke kas negara. Menurut JPU, empat terdakwa bersepakat menerapkan dua tarif, yaitu tarif yang nilainya tinggi dijadikan dasar pungutan biaya dokumen keimigrasian dari pemohon dan tarif yang nilainya rendah dijadikan dasar dalam penyetoran ke kas negara penerimaan bukan pajak (PNBP). Hasil pungutan tersebut telah digunakan untuk kepentingan pribadi dengan perincian, Arifin menerima ringgit Malaysia (RM) 308.960 (Rp 596,261 juta), Radite RM 1.010.910 (Rp 2,381 miliar), Nugraha RM 329.365 (Rp 775,983 juta), dan Kamso RM 822.085 (Rp 1,936 miliar). Sisa uang itu dibagi kepada staf KBRI di Kota Kinabalu. "Akibat PNBP itu tidak disetorkan, negara dirugikan sebesar RM 2,471 juta atau apabila dirupiahkan sebesar Rp 5,690 miliar," ujar Suwarji. Atas perbuatan tersebut, para terdakwa diancam dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU Nomor 31/99 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal seumur hidup dan denda maksimal Rp 1 miliar. ++++ http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=2978 2008-12-23 Pemeriksaan Mantan Dubes Berlanjut [JAKARTA] Pemeriksaan dua mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok, Letnan Jenderal (Purn) Kuntara dan Laksamana Muda (Purn) AA Kustia, masih akan berlanjut. Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pungutan biaya kawat pada Kedutaan Besar RI (KBRI) di Tiongkok. Pada Senin (22/12), tim penyidik Kejaksaan Agung meminta keterangan mereka terkait kebijakan pungutan dan aliran dana. Tim belum bisa memastikan kapan pemeriksaan lanjutan kedua tersangka dilakukan. "Kami baru memeriksa kebijakan pungutan, termasuk surat keputusan. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Red) sudah mengaudit," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Marwan Effendy, di Kejagung, Jakarta, kemarin. Menurut Marwan, sebagian uang hasil pungutan dilarikan ke kantong pribadi. Ada pula yang dipakai untuk menjamu para pejabat negara yang berkunjung ke KBRI di Tiongkok. Sejauh ini, total dana yang terkumpul sekitar Rp 10 miliar. Kedua tersangka, kata Marwan, berniat mengembalikan sebagian uang. Namun, hal itu tidak menghentikan proses hukum yang sedang berlangsung. "Mungkin akan dipertimbangkan hal yang meringankan. Uang-uang itu harus dikembalikan, jangan enak saja dinikmati," ujarnya. Sementara itu, Kuntara dan Kustia bungkam saat dikonfirmasi tentang pengembalian uang. Setelah diperiksa delapan jam sejak pukul 09.30 WIB, mereka tergesa-gesa masuk ke mobil. Biaya Kawat Kuasa hukum Kuntara, Pieter Silalahi mengatakan, kliennya menjawab 27 pertanyaan dari jaksa penyidik. Menurutnya, belum ada pembicaraan tentang pengembalian uang. Kuntara sudah memasukkan pungutan biaya kawat sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Senada dengan itu, kuasa hukum Kustia, Panhar Makawi mengaku belum membahas pengembalian uang. Kliennya baru diminta menjawab 32 pertanyaan. "Materinya kami serahkan ke penyidik saja, karena tidak etis kalau saya yang bicara," katanya. Kasus ini berawal dari pungutan biaya kawat oleh KBRI di Tiongkok kepada para pemohon paspor, visa, dan surat perjalanan laksana paspor. Setiap pemohon dikenakan biaya 55 yuan atau US$ 7. Pungutan telah dilakukan selama empat tahun, sejak Mei 2000 sampai Oktober 2004. [NCW/O-1] [Non-text portions of this message have been removed]