Bulan Muharram bulan Kebangkitan Islam atau bulan Berduka?

Sebagian kaum muslimin merayakan bulan Muharram sebagai bulan bahagia
dan kebangkitan Islam. Sebagian mereka berpesta merayakan datangnya
tahun baru Hijriyah, dengan mengajak anak-anak yatim ikut merayakan
kebahgiaan dengan menyantuni dan membahagiakan mereka, sebagai tanda
syukur dan kebahagiaan.

Dengan pesta dan rasa bahagia itu mereka melupakan pristiwa tragis
yang menimpa cucu tercinta Rasulullah saw dan keluarganya. Peristiwa
tragis yang tak pernah terjadi dalam sepanjang kehidupan manusia
kecuali pada keluarga suci Rasulullah saw. Yakni pembaitaian masal
terhadap keluarga suci Rasulullah saw di Karbala, Irak.

Pembantaian itu dilakukan oleh pasukan Yazid bin Muawiyah pada tanggal
10 Muharram 61 H. Saking tragisnya peristiwa itu Al-Husein (as) cucu
tercinta Rasulullah saw bukan sekedar dipanah dan ditombak, tetapi
lehernya dipegal oleh Syimer (salah seorang pasukan Yazid bin
Muawiyah) sehingga kepalanya terpisah dari badannya. Al-Husein (as)
disembelih dalam dalam keadaan yang sangat haus tanpa diberi setetes
pun air. 

Padahal Rasulullah saw melarang kita menyembelih binatang ternak
kambing, sapi dan lainnya dalam keadaan haus. Tapi Pasukan Yazid bin
Muawiyah sangat tega menyembelih Al-Husein (sa) cucu tercinta
Rasulullah saw dalam keadaan yang sangat haus, dan kepalanya sampai
terpisah dari badannya, lalu kepala yang berlumuran darah itu
dilemparkan ke dalam kemah adik kandung Zainab Al-Kubra dan keluarga.
Sehingga Zainab (sa) dan keluarganya menjerit histeris. Keluarga
Rasulullah saw yang tersisa saat itu adalah kaum perempuan, anak-anak
kecil dan Ali Zainal Abidin putera Al-Husein (sa), yang saat itu
sedang sakit demam.

Ali Zainal Abidin (sa) juga diincar untuk dibunuh, tapi Zainah selalu
menghalangi dan melindungi keponakannya dari pedang dan tombak pasukan
Yazid bin Muawiyah. Sehingga Zainab Al-Kubra digelari srikandi
Karbala. Karena dialah berkat pertolongan Allah swt, Ali bin Husein
(sa) selamat dan diselamatkan oleh Allah swt dari keterputusan
keturunan suci Rasulullah saw. Zainab, Ali bin Husein dan keluarganya
menyaksikan pembaitaian terhadap Al-Husein (as) penyembelihan lehernya. 

Keluarga Nabi saw yang tersisa saat itu terdiri dari perempuan dan
anak-anak kecil. Mereka digiring oleh pasukan Yazid, dari Karbala
menuju kota Kufah. Dalam keadaan haus dan lapar mereka digiring,
dirantai dan berjalan kaki, menjadi tontonan bagi penduduk kufah yang
berbaris di pinggir sepanjang Kufah. Mereka berjalan sambil
menundukkan kepala, malu pada sototan mata para penonton yang berbaris
di sepanjang jalan Kufah.

Aduhai, betapa peristiwa tragis itu memilukan hati kaum muslimin dan
mukminin. Keluarga Nabi saw yang suci dan mulia, dijadikan barang
tontonan yang dihinakan.
Aduhai, apa yang akan terjadi sekiranya Rasulullah saw, Fatimah
Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib (sa) ada saat itu dan menyaksikan
keluarganya diperlakukan seperti itu.



Cobalah kita bayangkan, sekiranya peristiwa itu terjadi pada ayah
kita, saudara dan keluarga dekat kita, dan kita menyaksikannya. Dapat
kita melupakan peristiwa tragis itu? Tentu jawabannya tak mungkin bisa
melupakannya.

Peristiwa itu tragis itu telah disepakati kejadiannya oleh para ahli
sejarah, dan ini tertulis dalam buku-buku sejarah Islam, baik dari
kalangan Ahlussunnah maupun Ahlul bait (sa).

Sekaitannya dengan peristiwa tragis itu ada beberapa pertanyaan yang
harus kita pertanyakan pada diri kita, antara lain:

Pertama: Pantaskah kita sebagai umat Rasulullah saw, berpesta,
berbahagia dan bersyukuran saat keluarga Nabi saw berduka? Bukankah
berpesta, berbahagia dan bersyukuran itu adalah peninggalan Yazid bin
Muawiyah atas kemenangan pasukannya dan keberhasilannya membantai
keluarga Rasulullah saw dan memegal kepala Al-Husein (sa) cucu
tercintanya? Bukankah itu kebahagiaan dan syukuran Yazid dan para
pengikutnya di atas penderitaan keluarga suci Rasulullah saw?  Jejak
mana yang layak kita ikuti dan kita teladani, Yazid bin Muawiyah dan
pengikutnya atau Al-Husain (sa) dan pengikutnya?

Bukankah Rasululullah saw pernah bersabda:
“Al-Hasan dan Al-Husein puteraku, barangsiapa yang mencintai mereka ia
mencintaiku, barangsiapa yang mencintaiku ia dicintai oleh Allah, dan
barangsiapa yang dicintai oleh Allah ia akan masuk surga. Barangsiapa
yang membenci mereka ia membenciku, barangsiapa yang membenciku ia
dibenci oleh Allah, dan barangsiapa yang dibenci oleh ia akan masuk
neraka.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 166)
Lebih detail hadis ini dan rujukannya, klik di sini
http://tafsirtematis.wordpress.com/2008/12/08/mencintai-al-hasan-dan-al-husein-mencintai-nabi-saw/

Kedua: Apa yang diperjuangkan oleh Al-Husein (sa) sehingga ia
mengorbankan diri dan keluarganya? Apakah kekuasaan material, atau
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan? Salahkah Al-Husein (sa)
mengorbankan diri dan keluarganya? Bukankah Al-Husein (sa) termasuk
Ahlul bait Nabi saw yang disucikan oleh Allah swt dari salah dan dosa?
Bukankah Allah swt menyatakan secara tegas dalam firman-Nya:

“Sungguh tiada lain Allah berkehendak menjaga kamu dari dosa-dosa hai
Ahlul bait dan mensucikan kamu dengan sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab/33: 33)
Lebih detail tentang penjelasan ayat ini, Asbabun nuzul dan
rujukannya, klik di sini
http://tafsirtematis.wordpress.com/2008/07/03/surat-al-ahzab-33/

Ketiga: Mengapa sebagian kaum muslimin tidak berpihak dan tidak
perduli pada duka keluarga Rasulullah saw? Mengapa mereka tidak
mengikuti jejak dan tapak-tilas keluarga suci Rasulullah saw? Padahal
Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka yang berharga:
Al-Qur’an dan ‘Itrahku, Ahlul baitku.” (Shahih At-Tirmidzi 2: 219)
Lebih detail tentang hadis ini dan rujukannya, silahkan klik di sini
http://tafsirtematis.wordpress.com/2008/07/08/hadis-tsaqalayn/

Rasulullah saw juga bersabda:
“Perumpamaan Ahlul baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang
menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan
tenggelam dan celaka.” (Mustadrak Al-Hakim 2: 343)
Lebih detail hadis ini, macam2 redaksi dan rujukannya, klik di sini
http://tafsirtematis.wordpress.com/2008/07/30/hadis-safinah-bahtera-nabi-nuh-as/

Kesimpulan sementara
1.      Jika kita menganggap bulan Muharram khususnya tanggal 10 Muharram
sebagai bulan kebahagiaan dan syukuran jelas itu peninggalan Yazid bin
Muawiyah dan pengikutnya.
2.      Jika bulan Muharram dijadikan sebagai bulan kebangkitan Islam dalam
arti kemenangan dan kejayaan, jelas anggapan itu berpihak kepada Yazid
bin Muawiyah dan pengikutnya.
3.      Jika bulan Muharram dianggap sebagai bulan kebangkitan dalam makna
bangkit melawan kezaliman dan penindasan terhadap mustadh’afin, itu
jelas mengkuti jejak Al-Husain (sa) dan pengikutnya. Dan memang
Rasulullah saw tidak pernah mentolerir  pada kezaliman, kebatilan dan
penindasan.
4.      Bulan Muharram adalah bulan berduka dan menangis bagi semua umat
Rasulullah saw, tapi bukan air mata cengeng. Duka dan air mata yang
membangkitkan semangat untuk melawan kezaliman, kebatilan dan penindasan. 

Rasulullah saw pernah bersabda:
Pada hari kiamat nanti akan terdengar suara panggilan: Dimanakah
orang-orang yang zalim dan para pendukungnya? Barangsiapa yang
membantu mereka walaupun dengan setetes tinta atau sekedar mengikatkan
tali kantong mereka, atau meminjamkan penanya kepada mereka, niscaya
mereka akan digiring dan dikumpulkan bersama orang-orang yang zalim
itu. (Bihârul Anwâr 75: 372)

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com
http://id-id.facebook.com/people/Syamsuri_Rifai/1071108775
Group Pecinta Keluarga Bahagia
http://www.facebook.com/group.php?gid=37020211895

Links Peringatan Asyura
Video dan Parade Asyura, musik2 duka Asyura + animasi, foto2 dan
lukisan2 kreasi indah:
http://islampraktis.multiply.com
Film Kartun Perang di Karbala (13 seri):
http://ifadah2.multiply.com
Video Peringatan Asyura di berbagai negara: Indonesia, Malaysia,
Amerika, Inggris, Jerman, Denmark, Canada, Belanda, Australia, Korea,
Iran, dan lainnya:
http://hajinawawi.multiply.com



Kirim email ke